AKSI Profesor Intelijen Kopassus, Merayap di Sarang Kobra: Duel Sengit Bos Gerilyawan di Kalimantan
TRIBUNJAMBI.COM-- Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono merupakan salah satu prajurit baret merah yang
TRIBUNJAMBI.COM-- Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono merupakan salah satu prajurit baret merah yang pernah menjalankan operasi Sandi Yudha Kopassus.
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Hendropriyono Ungkap Operasi Sandi Yudha', sepak terjang Hendropriyono dalam operasi tersebut dia ungkap dalam buku yang berjudul 'Operasi Sandi Yudha Menumpas Gerakan Klandestin'
Buku itu mengisahkan pengalaman lapangan Hendropriyono menumpas Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang dibentuk semasa Konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966) oleh intelijen Indonesia era Presiden Soekarno.
"Ini kita (TNI) melatih Tentara Nasional Kalimantan Utara dan PGRS di Surabaya, Bogor, dan Bandung. Akhirnya, setelah pergantian pemerintah, Presiden Soeharto memutuskan berdamai dengan Malaysia dan gerilyawan tersebut diminta meletakkan senjata. Karena PGRS tidak menyerah, terpaksa kita sebagai guru harus menghadapi murid dengan bertempur di hutan rimba Kalimantan," kata Hendropriyono.
Pada awal 1960-an, rezim Orde Lama bersama Presiden Macapagal dari Filipina mempertanyakan pembentukan Malaysia yang dinilai sebagai pemain neokolonialisme Inggris.
Macapagal sempat mengusulkan pembentukan Maphilindo, semacam federasi Malaysia, Filipina, dan Indonesia yang memiliki kesamaan kultural Melayu.
Soekarno jauh lebih progresif dan memilih berkonfrontasi langsung dalam sebuah perang tidak resmi melawan Malaysia dan Persemakmuran Inggris (British Commonwealth).
Perang tidak resmi tersebut berlangsung sengit, terutama di rimba Kalimantan dari perbatasan Kalimantan Barat-Kalimantan Timur dengan Sarawak dan Sabah.
Kerasnya pertempuran itu bisa ditemukan dalam beragam artefak perang dan temuan jenazah di hutan belantara Kalimantan.
Beberapa tahun silam, misalnya, Kolonel Fred Dangar dari misi militer Kedutaan Besar Australia di Jakarta bersama Mabes TNI berhasil mengidentifikasi sisa kerangka dua prajurit Australia, termasuk seorang di antaranya anggota pasukan elite Special Air Service Regiment.
Baca: Mas Kawin di Demak Bukan Cincin atau Alat Sholat, Melainkan Sebuah Mobil dan Motor, Bikin Geger
Situasi politik yang berubah 180 derajat membuat TNI harus melucuti bekas muridnya yakni PGRS dan Paraku
Setelah peristiwa Mangkok Merah akhir 1967, yakni kerusuhan masyarakat Dayak-Tionghoa, Letnan Satu (Inf) Hendropriyono yang baru menyelesaikan pendidikan komando di Batujajar, Bandung, kebagian tugas bergerilya menghabisi dua kelompok gerilyawan itu.
Sandi Yudha adalah satuan intelijen tempur dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang kini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus.
Tugas utama pasukan Sandi Yudha dalam perang nonkonvensional tersebut, menurut Hendropriyono, tidak terikat dengan konvensi internasional dan hukum humaniter perang.
Baca: Sindiran Keras Najwa Shihab Lihat Kasus Setya Novanto Dipindah ke Lapas Gunung Sindur: Semakin Bebas
Sebisa mungkin pihaknya mengambil hati lawan, sedangkan pertempuran serta tindakan keras hanya menjadi pilihan terakhir.
Kala itu, AM Hendropriyono bersama tim kecil sebanyak delapan orang mengintai gubuk Hassan semalaman.
Sebelumnya mencapai gubuk, AM Hendropriyono yang saat itu masih berpangkat kapten harus merayap sejauh 4,5 kilometer. Anggota Kopassus itu harus merayap melewati sarang ular Kobra.
Karena sudah terlatih menjinakkan ular, pasukan elite ini melewatinya dengan mudah.
Saat mencapai gubuk, ada penjaga musuh di sana. Secara hati-hati, seorang anggota timnya membunuh penjaga gubuk yang memegang senjata api menggunakan sangkur.
Saat menaklukkan Hassan, seorang komandan PGRS, Hendropriyono harus menembak lalu membanting lawan dengan gerakan bela diri.
Pertempuran lawan satu jarak dekat itu mengakibatkan pahanya tertembus sangkur dan jemarinya sobek karena menahan sangkur Hassan yang nyaris menghunjam dada.
Hendropriyono memimpin unit Sandi Yudha dengan anggota delapan orang yang selalu bergerak dalam jumlah kecil di garis belakang lawan.
Baca: Hingga Pertengahan Juni Serapan Anggaran Pemprov Jambi Masih Relatif Rendah, Ini Penyebabnya
Saat mengendap mendekati gubuk Hassan yang berlangsung semalaman, salah satu anggota Sandi Yudha harus membunuh dengan sangkur seorang penjaga gubuk yang bersenjata api.
Semua harus dilakukan dengan senyap dan penuh kejutan (element of surprise).
Selain bertempur, Hendropriyono dan pasukan Sandi Yudha juga berulang kali berhasil membuat musuh jadi bersimpati kepada Republik Indonesia.
Baca: Wanita Bersuami Ini Main 3 Kali Seminggu dengan Pria Lain, Ngamuk Saat Digrebek Sat Pol PP
Kalau terpaksa, penculikan dan interogasi dilakukan di lapangan.
Salah satu peristiwa yang mengharukan adalah pertemuan dengan Komandan PGRS Wong Kee Chok pada tahun 2005.
Hendropriyono dan Kee Chok berpelukan, menangis, dan saling menanyakan keadaan.
Saat peluncuran buku Operasi Sandi Yudha, Bong Kee Siaw, salah seorang komandan PGRS yang hadir, dan istrinya yang juga bergerilya disambut hangat oleh Hendropriyono.
Baca: Dua Pemuda Asal Sumsel Nekat Begal di Sarolangun, Korban Masih SMP
Hendropriyono memuji Kee Siaw dan istrinya yang bersifat kesatria. Dalam sebuah pertempuran, mereka menyelamatkan dan mengobati musuh (prajurit TNI).
"Kita tidak pernah tahu kapan jadi kawan dan situasi berubah, lalu jadi lawan. Bertempurlah dengan kesatria. Jangan menyiksa lawan. Itu sifat prajurit Sandi Yudha," ujar Hendropriyono.
Seperti apa Kopassus membasmi musuh di sarangnya dalam operasi Sandi Yudha, sempat diungkapkan oleh mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo.
Baca: Unggah Foto Belanja di Singapura, Bentuk Tubuh Marion Jola dan Kakinya Jadi Sorotan, Ada Garis Hitam
Dilansir dalam acara Kabar Petang, Selasa (11/6/2019) malam, mantan panglima TNI itu sempat menjelaskan bagaimana tiga prajurit Kopassus mampu mengalahkan musuh meski di sarangnya
Cara Kopassus membasmi musuh di operasi Sandi Yudha itu diungkap Gatot Nurmantyo saat ia mengomentari kasus menyelundupkan senjata yang menyeret sejumlah purnawirawan TNI.
Gatot saat itu menerangkan kenapa banyak purnawirawan TNI yang memiliki senjata.
Baca: Bupati dan Wakil Bupati Kerinci Hadiri Halal Bihalal Bersama Gubernur
"Ini yang harus saya jelaskan bahwa dalam konteks ini satu hal hampir semua Prajurit Koppassus dan Taipur yang melaksanakan Operasi Sandi Yudha hampir dikatakan 50 persen dia punya senjata itu tapi entah di mana sekarang karena memang salah satu tugas Operasi Sandi Yudha itu adalah melakaksanakan operasi di belakang garis lawan bukan di depan," kata Gatot Nurmantyo.
"Tempat sarangnya musuh dia beroperasi, kemudian dia melipatgandakan dan melangsungkan perlawanan dari garis dalam, jadi bayangkan dia berangkat 3 orang ke sana dengan terpisah-pisah nanti bertemu di tempat musuh kemudian dia merekrut orang-orang yang jadi musuhnya itu," ujarnya.
"Dia mempersenjatai entah dari mana senjatanya ia melakukan perlawanan dari belakang, itulah Operasi Sandi Yudha." jelas Gatot
Baca: Tagar #TangkapRahmatBaequni, Begini Tanggapan Ustaz Rahmat Baequni, Sebut Buzzer Bayaran
Baca: Ridwan Kamil Nekat Berani Bagikan Hasil UNBK Putri,Nilai Bahasa Indonesia Mendadak Jadi Perbincangan
Baca: VIDEO: Detik-detik Aksi Pengemudi BMW Acungkan Pistol di Tengah Kemacetan
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Jenderal Gatot Nurmantyo Beberkan Cara 3 Prajurit Kopassus Bisa Basmi Musuh di Operasi Sandi Yudha,