Menyamar Jadi Barong Ditengah Ancaman Pemberontak, Misi Utama Kopassus Berubah Drastis Setelah Tahu
Tim Kopassus pernah menyamar memakai pakaian tradisional Filipina yakni Barong Tagalog, demi mengamankan presiden Filipina di tengah ancaman.
Menyamar Jadi Barong Ditengan Ancaman Pemberontak, Misi Utama Kopassus Berubah Derastis
TRIBUNJAMBI.COM - Tim Kopassus pernah menyamar memakai pakaian tradisional Filipina yakni Barong Tagalog, demi mengamankan presiden Filipina di tengah ancaman pemberontak
Dilansir dari buku 'Jejak Langkah Pak Harto : 16 Maret 1983 – 11 Maret 1988', penyamaran tim Kopassus ini berawal saat Filipina kena giliran menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-3
Padahal, saat itu Filipina dirundung konflik hebat sehingga banyak kudeta dan pemberontak separatis yang mengancam pemerintahan Filipina
Indonesia sebagai salah satu 'tetua' ASEAN kemudian mengambil inisiatif mengirimkan pasukan TNI untuk turut mengamankan konferensi tersebut
Baca: Mulai dari Transmart, Hingga Pameran Home Credit di Jamtos, Ini 4 Destinasi Lainnya di Kota Jambi
Baca: Viral Video Brimob Pukuli Pria hingga Tewas di Kampung Bali, Mabes Polri Bantah dan Beri Penjelasan
Presiden Soeharto kemudian memerintahkan Jenderal TNI L.B Moerdani untuk mengatur pengamanan KTT ASEAN ke-3 di Filipina.
TNI kemudian membentuk Gugus Tugas pengamanan KTT ASEAN dengan melibatkan semua matra laut, udara dan darat.
TNI AL mengerahkan fregat KRI Zakarias Yohannes-332 dan KRI Sorong-911.
Marinir mengirimkan dua batalyon pasukan untuk disiagakan di Teluk Manila dan siap siaga melancarkan operasi pendaratan amfibi memasuki Manila jika diperintahkan.
Dari TNI AU menerbangkan jet tempur A-4 Skyhawk bermuatan bom Mk.82 yang siap membom para pengacau jika menganggu jalannya KTT.
TNI AU juga menyiapkan ambulans dalam pesawat angkut C-130 Hercules untuk pertolongan medis sewaktu-waktu.
Agak beda dengan Kopassus, satu tim pasukan baret merah ini tiba di Filipina dua pekan sebelum KTT berlangsung
Tim Kopassus itu awalnya bertugas melatih para pengawal presiden (Paspampres) Filipina.
Setelah menjalani pelatihan singkat, performa dan kemampuan para pengawal presiden Filipina dinilai kurang mumpuni.
Tim Kopassus pun diterjunkan langsung untuk memberikan pengawalan ketat kepada presiden Filipina, Corazon Aquino.
Baca: LINK Live Streamng PSS Sleman vs Semen Padang Siaran Langsung Indosiar di Liga 1 2019, Head to Head
Mereka menyamar menjadi Paspampres Filipina dengan mengenakan pakaian tradisional Barong Tagalog.
Bahkan, mereka juga ditugaskan menjaga para pemimpin ASEAN lainnya di hotel mereka menginap.
Angkatan perang Singapura dan negara ASEAN lainnya juga mengirimkan kekuatan militernya namun tetap komando teratas dipegang oleh TNI.
Ketatnya pengamanan KTT ASEAN ke-13 Filipina membuat para pemimpin anggota ASEAN lainnya merasa aman selama konferensi itu berlangsung.
KTT ASEAN ke-13 Filipina kemudian berjalan sukses dan lancar tanpa kendala, berkat pengamanan yang dilakukan TNI beserta angkatan perang negara lainnya.
Latihan Khusus Pasukan Baret Merah
Sering diterjunkan dalam misi-misi yang berbahaya, membuat banyak orang bertanya-tanya seperti apa latihan para prajurit kopassus.
Sebagai pasukan khusus, tentunya latihan prajurit Kopassus agak 'berbeda' dan memang dilatih secara khusus di beberapa bidang tertentu.
Latihan prajurit Kopassus sempat diceritakan oleh mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo dalam bukunya yang berjudul 'Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan'
Baca: Markas Brimob Watumas Purwokerto Diserang, Satu Polisi Luka di Kepala, Warga Sempat Mengira Petasan
Baca: Markas Brimob Watumas Purwokerto Diserang, Kaca Pos Jaga Pecah, Polisi Temukan Proyektil
Dalam buku biografinya, Pramono Edhie Wibowo yang juga pernah bertugas di krops baret merah itu menceritakan latihan terberat prajurit Kopassus sudah menanti saat sampai di Cilacap.
Ini merupakan latihan tahap ketiga yang disebut latihan Tahap Rawa Laut, calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.
Di sini, materi latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.
Para prajurit Kopassus harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.
“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” tulis Pramono dalam bukunya
Dalam latihan itu, para calon prajurit Kopassus dilepas tanpa bekal pada pagi hari, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.
Selama “pelolosan”, calon prajurit Kopassus harus menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.
Dalam pelolosan itu, kalau ada prajurit yang tertangkap maka berarti itu merupakan 'neraka' baginya karena dia akan diinterogasi seperti dalam perang.
Para pelatih yang berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit malang itu untuk mendapatkan informasi.
Dalam kondisi seperti itu, para prajurit Kopassus harus mampu mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.
Untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka lolos dari neraka.
Pada akhirnya, mereka pun harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.
Selama tiga hari pra prajurit Kopassus menjalani latihan di kamp tawanan.
Dalam kamp tawanan ini semua prajurit Kopassus akan menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.
Baca: Markas Brimob Watumas Purwokerto Diserang, Kaca Pos Jaga Pecah, Polisi Temukan Proyektil
Baca: Sejak 1941, Tradisi Unik Masjid Bersejarah di Bungo, Pukul Beduk Tiap 1 Jam Selama Ramadan
“Dalam Konvensi Jenewa, tawanan perang dilarang disiksa. Namun, para calon prajurit Komando itu dilatih untuk menghadapi hal terburuk di medan operasi. Sehingga bila suatu saat seorang prajurit komando di perlakukan tidak manusiawi oleh musuh yang melanggar konvensi Jenewa, mereka sudah siap menghadapinya,” tulis Pramono Edhie.
Beratnya persyaratan untuk menjadi prajurit kopassus dapat dilihat dari standar calon untuk bisa mengikuti pelatihan.
Nilai standar fisik untuk prajurit nonkomando adalah 61, namun harus mengikuti tes prajurit komando, nilainya minimal harus 70.
Begitu juga kemampuan menembak dan berenang nonstop sejauh 2000 meter.
“Hanya mereka yang memiliki mental baja yang mampu melalui pelatihan komando. Peserta yang gagal akan dikembalikan ke kesatuan Awal untuk kembali bertugas sebagai Prajurit biasa,” tutup mantan Danjen Kopassus ini
Baca: Ini Dia Orang Penyuplai Batu Untuk Perusuh Saat Aksi 22 Mei & Sebar Video Hoaks Brimob Aniaya Anak
Baca: Update Foto Kondisi Terbaru Penembakan di Markas Brimob, Siagakan Personel Khusus untuk penjagaan
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Tim Kopassus Nyamar Pakai 'Barong Tagalog' Amankan Presiden Filipina di Tengah Ancaman Pemberontak, http://surabaya.tribunnews.com/2019/05/25/tim-kopassus-nyamar-pakai-barong-tagalog-amankan-presiden-filipina-di-tengah-ancaman-pemberontak?page=all.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta
Editor: Musahadah
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/kopassus-dan-ktt-asean.jpg)