DARI RPKAD ke Kopassus, Kisah Perjalanan Pasukan Baret Merah: Idjon Djanbi Danjen Pertama
TRIBUNJAMBI, COM - Setelah memproklamasikan diri pada 17 Agustus 1945, Indonesia memahami kebutuhan
TRIBUNJAMBI, COM - Setelah memproklamasikan diri pada 17 Agustus 1945, Indonesia memahami kebutuhan akan militer untuk mempertahankan kedaulatan.
Pembela Tanah Air yang dibentuk Jepang mulai dilebur menjadi Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Mereka pun mulai bergerak melucuti senjata Jepang. Status Peta dan BKR meningkat menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian terbagi dalam tiga matra, darat, laut, dan udara.
TKR kemudian berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan membuat satuan-satuan khusus untuk mengatasi sejumlah tantangan saat itu, salah satunya separatisme.
Baca: Sempat Dihalang-halangi, Tanpa Perlawanan, Akhirnya DPO Narkoba Jaringan Lapas,Diringkus Polda Jambi
Akhirnya, pada 16 April 1952 salah satu pasukan elite yang kini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus ( Kopassus) akhirnya dibentuk.
Satuan ini dikenal dengan baret merahnya.
Kedaulatan Indonesia terganggu ketika beberapa kelompok daerah melakukan pemberontakan untuk memisahkan diri.
Salah satunya adalah ketika Indonesia menghadapi pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Baca: KIRIM Saja Raider atau Kopassus untuk Memburu Ali Kalora Cs, Selesailah: Amunisi Mereka Tak Banyak
Dilansir dari Kopassus.mil.id, perwira militer ketika itu mulai melakukan serangkaian operasi untuk menumpas pemberontakan tersebut.
Namun, operasi ini memakan korban dari pihak TNI yang tak sedikit.
Kendalanya bukan dari perlengkapan yang lebih baik, namun karena semangat dari pasukan musuh lebih tinggi dibarengi dengan taktik pengalaman tempur yang lebih baik.
Baca: Pentingnya Silaturahmi, DPRD Kota Sungai Penuh, Gelar Buka Puasa Bersama Awak Media
Akhirnya, Kolonel AE Kawilarang dan Letnan Kolonel Slamet Riyadi mempunyai gagasan untuk membentuk pasukan khusus untuk menumpas gerakan tersebut dengan kualifikasi pasukan yang lebih baik.
Belum sempat terwujud, Slamet RIyadi gugur dalam misi perebutan pertahanan terakhir RMS di Benteng Niew Victoria, Ambon.
Gagasan itu baru dapat diwujudkan dua tahun kemudian oleh Kawilarang yang saat itu menjabat Panglima Tentara dan Teritorium (TT) III/ Siliwangi.
Baca: Polisi Tangkap Surya Elinda, Diduga Sebarkan Hoax Roti Beracun Kepada Peserta Demo di Bawaslu
Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 16 April 1992, Kawilarang dibantu Mayor RB Visser alias Mochamad Idjon Djanbi.
Idjon Djanbi merupakan mantan anggota Korps Speciale Troepen (KST), pasukan khusus tentara Kerajaan Belanda dan tercatat pernah bertempur dalam Perang Dunia II.
Akhirnya, pada 16 April 1952, Tentara dan Teritorium III/Siliwangi ditetapkan menjadi Kesatuan Komando Tentara dan Teritorium (Kesko TT) III/ Siliwangi. Djanbi dipercaya menjadi komandan pertama.
Baca: Ditemukan 3 Ribu Hektar Gambut di Rawa Bento, Kerinci,Kawasan Gambut di Ketinggian Diatas 3000 Meter
Pendidikan komando angkatan pertama dibuka pada 1 Juli 1952 di Batujajar, diikuti 400 siswa.
Lulusan dari pendidikan ini merupakan militer dengan kualifikasi komando yang mempunyai keahlian khusus.
Pada 1953 status teritorial Kesko dialihtugaskan dari Panglima III/Siliwangi kepada Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
Nama Kesko TT III berubah menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).
Pada 1955 satuan KKAD dikembangkan menjadi resimen sehingga namanya pun diubah menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Baca: GARA-Gara Dituduh Memperkosa Wanita Hamil, Pria Ini Dikeroyok Sampai Tewas: Polisi Lepaskan Tembakan
Akhirnya pada 26 Oktober 1959 nama RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Pangkalan RPKAD dipindahkan ke Cijantung dan SPKAD tetap di Batujajar.
Dalam kurun 1962-1966, nama resimen ini disingkat Menparkoad. Pada 1966, resimen ini ditingkatkan menjadi Pusat Pasukan Khusus (Puspassus) AD, kemudian berganti nama lagi pada tahun 1971 menjadi Komando Pasukan Sandi Yudha TNI AD.
Pusat pendidikannya juga berubah nama menjadi Pusat Sandi Yudha dan Lintas Udara (Pussandha Linud).
Baca: Jadwal Bundesliga Terakhir, Perebutan Juara Bayern Muenchen vs Dortmund, Selisih 2 Poin Siapa Juara?
Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sejak tahun 1985. Pasukan yang khas dengan baret merah ini memiliki moto Tribuana Chandraca Satya Dharma yang memiliki arti "Berani, Benar, Berhasil".
Peran dari pasukan Kopassus begitu banyak. Dari operasi menghadapi Partai Komunis Indonesia hingga operasi pemberontak lainnya.
Namun, ternyata ada sederet operasi yang menyita banyak perhatian.
Baca: Kapolda Jambi Irjen Pol Muchlis Resmikan Gedung SPKT, Kapolda: Jangan Segan untuk Melapor
Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 16 April 2016, Resimen Kopassus (saat itu bernama Para Komando Angkatan Darat/RPKAD), jadi bagian dari Kontingen Garuda III di Kongo 1962-1963.
Mereka berhasil mengalahkan sekitar 2.000 pasukan pemberontak Kongo di tepi Danau Tanganyika.
Keberhasilan Ini menjadi salah satu legenda hingga kini. Keberhasilan itu merupakan buah dari pendidikan Para Komando yang antara lain mengajarkan untuk mengenal sosial-budaya wilayah penugasan.
Ketika itu, prajurit RPKAD di Kongo mengetahui adanya takhayul dan beragam kepercayaan yang hidup di masyarakat.
Baca: Penjual Kolang Kaling Naik Haji, Mampu Sekolahkan Anak Hingga Menjadi Guru
Takhayul itu termasuk dipercaya para pemberontak yang sebagian tinggal di tepian barat Danau Tanganyika.
Pasukan RPKAD yang membungkus diri dengan jubah putih dan diiringi berbagai bunyi-bunyian, menyerang para pemberontak saat hari masih gelap.
Mereka menyerbu dari Danau Tanganyika menggunakan perahu yang disamarkan.
Serangan "hantu putih" itu mengejutkan pemberontak yang kemudian menyerah.
Sementara itu pada 1 April 1981, Kopassus juga melakukan operasi Woyla.
Berada di Bandara Don Muang, Bangkok, mereka melakukan infiltrasi.
Baca: OKNUM Sales Paksa Wanita 18 Tahun Berhubungan Intim di Hotel, Ngakunya Informan Polisi
Sebanyak 24 pasukan berbaret merah menuju bagian belakang pesawat Garuda DC-9 yang dibajak oleh teroris.
Sementara, 11 lainnya bergabung degan Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF).
Sesudah pintu darurat dan pintu bagian ekor terbuka, rentetan suara senapan memecah keheningan pada hari itu.
Bersamaan dengan itu terlihat pintu kokpit pesawat terbuka yang kemudian disusul dengan rentetan-rentetan suara senapan baru dan mengalirnya para penumpang DC-9 keluar pesawat.
Baca: Bentuk Tim Resolusi Konflik, PT LAJ Sayangkan Insiden Pembakaran Alat Berat
Akhirnya operasi itu berhasil, sebanyak lima orang pembajak dilumpuhkan. 57 orang penumpang berhasil selamat. Operasi Woyla ini berhasil memantapkan kekuatan Kopassus di mata militer dunia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dari RPKAD ke Kopassus, Ini Perjalanan Pasukan Baret Merah TNI AD",