Pesawat Tembus Awan Tebal dan Hujan Lebat, Kopassus Harus Terima Kenyataan Pahit Lawan Rekan Sendiri
Akhir 1958, Letnan I Udara Penerbang Nurasid Wahyu, pilot Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia yang diperbantukan dalam peperangan mendapat tugas.
Penerbangan kedua C-47 dari sisi prosedur operasi pemindahan pasukan lewat udara juga menghadapi resiko tinggi karena tidak dikawal oleh pesawat-pesawar tempur AURI, sehingga jika disergap oleh pesawat tempur AUREV tidak bisa berbuat banyak.
Dalam PD II, pesawat-pesawat transportasi dalam penerbangannya selalu dikawal oleh sejumlah fighter yang bertugas menghadapi pesawat-pesawar fighter musuh yang datang menyerang.
Oleh karena itu melalui penerbangan malam, yang dilakukan secara rahasia, kemungkinan disergap pesawat AUREV juga kecil sehingga keselamatan pasukan yang diangkut juga lebih terjamin.
Penerbangan di akhir tahun merupakan penerbangan di musim hujan dan dibutuhkan pilot pilot yang sudah berpengalaman.
Hujan lebat dan cuaca buruk serta angin topan kerap menghadang di sepanjang rute udara kawasan Indonesia Timur.

Para pilot pesawat transportasi umumnya diperintahkan menghindari cuaca buruk itu dan mendarat di lapangan udara alternatif.
Seperti sudah diduga, ketika penerbangan dua C- 47 dari Morotai mulai mendekati Ambon, cuaca gelap dan gemuruh halilintar langsung menyergap.
Cuaca buruk itu sebenarnya bisa dilintasi C-47 yang bermesin baling-baling asal tidak terjebak oleh awan badai.
Baca: Via Vallen Kenakan Gaun Pengantin, dan Sebut Nikahnya Sabtu dan Bismillah H-3, Kode Bakal Menikah?
Baca: Dinkes Batanghari Akui Penyakit Tak Menular Jadi Pembunuh Terbanyak di Batanghari, Salah Pola Hidup
Di sisi lain cuaca buruk itu juga menguntungkan karena mencegah penerbangan pesawat-pesawat tempur AUREV.
Dengan pertimbangan itu, kedua C-47 terus terbang melaju menembus awan tebal kumulonibus dan hujan lebat.
Tiba di atas udara Ambon cuaca justru makin buruk, hujan lebat dan gemuruh halilintar terus menerpa, pesawat pun terguncang guncang hebat.
Pasukan RPKAD yang berada di kabin penumpang tampak cemas dan sejumlah di antaranya mulai diserang mabuk udara.
Letnan Nurasid yang sudah kenyang pengalaman sebagai pilot Maskapai Penerbangan Garuda, tetap tenang dan terus memantau situasi melalui penunjuk instrumen di radio.
Dari informasi radio posisi kedua C-47 sudah tepat di atas lapangan udara Ambon.
Tapi karena cuaca yang demikian buruk dan gelap pekat, pilot tidak melihat tanda apa pun yang bisa dipakai sebagai panduan visual.