SERANGAN Kilat Kopassus Bikin Separatis Papua Klenger: Tak Sempat Kokang Senapan, Begini Jadinya

TRIBUNJAMBI.COM --Irian Barat (Papua) membara karena pemberontakan terbesar terjadi di sana, Akhir 1966.

Editor: ridwan
Kolase/TribunJambi.com
Kopassus dan KKB 

TRIBUNJAMBI.COM --Akhir tahun 1966, Irian Barat (Papua) membara karena pemberontakan terbesar terjadi di sana. Pemberontakan terbesar itu dipimpin oleh Lodewijk Mandatjan yang bermarkas di Kepala Burung Irian Barat.

Diklaim sebagai pemberontakan terbesar lantaran Mandatjan berhasil memobilisasi 14 ribu warga suku Arfak yang menjadi pengikutnya untuk masuk hutan.

Dari hutan Mandatjan bersama anggotanya melakukan serangkaian kegiatan penghadangan, penyerangan dan pengacauan keamanan lainnya di kecamatan Warmare dan Ransiki.

Namun perlu diketahui jika Lodewijk Mandatjan bukanlah anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Baca: Tabligh Akbar di Deliserdang Sepi, Maruf Amin Dikabarkan Batal Datang

Mandatjan dan suku Arfak yang dipimpinnya memberontak karena buruknya keadaan ekonomi di Irian Barat saat itu.

Lodewijk Mandatjan sendiri ialah sebenarnya ialah seorang patriot pejuang Trikora saat Indonesia berusaha merebut Irian Barat dari Belanda.

Usaha-usaha Mandatjan dalam melakukan pemberontakan sangat meresahkan.

Hingga pada awal 1967 pos Komando Rayon Militer (Koramil) di Warmare Sektor-B diserang oleh puluhan separatis Mandatjan.

Sialnya, Koramil hanya dipertahankan oleh 6 orang prajurit TNI.

Baca: Fans Terkesan Adegan Suga di Run BTS Episode 66, Bikin ARMY Lupa Kalau Dia Miliuner Kaya

Meski begitu keenam anggota TNI itu tetap melawan dengan gigih.

Kontak tembak sengit terjadi, selama seminggu kelompok separatis mengepung Koramil.

Keenam anggota TNI itu mulai menghadapi masalah menipisnya amunisi, kekurangan logistik, dan kurang tidur.

Bahkan satu orang anggota TNI gugur hingga jasadnya terpaksa dikuburkan dalam markas lantaran kepungan rapat musuh.

Sintong yang baru saja menginjakkan kaki di bumi Cenderawasih langsung diperintahkan untuk membebaskan Koramil di Warmare.

Baca: Hubungan Memanas dengan Pakistan, Jet Tempur India Ini Jatuh Karena Menabrak Burung, Bukan Ditembak

Tanpa menunggu lagi, tim RPKAD yang berkekuatan 50 personel langsung berangkat menuju lokasi menggunakan dua buah truk.

Petang hari tim RPKAD tiba di lokasi dan

Serbuan mendadak tim RPKAD ini amat mengagetkan separatis.

Mereka tak sempat bereaksi melawan dan hanya bisa lari kelimpungan berusaha menyelamatkan diri.

Tak ayal mereka menjadi 'sitting duck' alias sasaran empuk tim RPKAD yang menyambar nyawa musuhnya dengan peluru panas.

Baca: Anggota Satgas TMMD 104 Kodim Kerinci Bantu Pembuatan Kompos

Banyak anggota separatis yang tewas akibat 'ulah' pasukan Komando Indonesia itu.

Sementara di pihak RPKAD tak ada satu anggota pun terbunuh.

Akhirnya kelima personel TNI di Koramil Warmare berhasil dibebaskan berkat bantuan RPKAD.

Pada tahun 1961 Michael Rockfeller putra raja minyak AS yang super kaya melaksanakan ekspedisi ke pedalaman Papua Nugini tapi tak lama kemudian Rockfeller dinyatakan hilang.

Baca: Prakiraan Cuaca Minggu 9 Maret 2019, Jambi Hujan Ringan, Bagaimana Surabaya dan Kota Lain?

Sekitar dua bulan kemudian setelah diupayakan pencarian, jasad Rockfeller hanya ditemukan berupa sepotong kaki yang masih mengenakan sepatu.

Berdasar jenis sepatu itulah sepotong kaki itu kemudian dikenali sebagai jasad dari mendiang Rockfeller.

Kabar kematian Rockfeller dengan cara yang sangat tragis itu pun menjadi perhatian dunia internasional termasuk rumor bahwa Rockfeller telah dimakan oleh suku terasing yang tinggal di hutan belantara Papua Nugini.

Rumor tentang keberadaan suku pemakan manusia tidak hanya beredar di Papua Nugini tapi juga menyebar ke kawasan pedalaman Irian Barat (Papua) yang di tahun 1960-an masih merupakan hutan lebat yang belum terjamah.

Pada 5 Mei 1969 meski rumor tentang keberadaan suku pemakan manusia di pedalaman Papua masih santer, sekitar 7 anggota pasukan baret merah (RPKAD/Kopassus), 5 anggota Kodam XVII Cenderawasih Papua dan tiga warga asing yang juga kru televisi NBC, AS serta satu wartawan TVRI, Hendro Subroto melaksanakan ekspedisi ke Lembah X yang berlokasi di lereng utara gunung Jayawijaya.

Baca: Kisah Pak Harto Pernah Jadi Pegawai Bank Desa: Ketiban Apes Sarungnya Nyangkut di Jari-jari Sepeda

Tim ekspedisi yang berjumlah total 16 orang itu dipimpin oleh personel RPKAD Kapten Feisal Tanjung sebagai Komandan Tim dan Lettu Sintong Panjaitan sebagai Perwira Operasi.

Lokasi ekspedisi disebut sebagai Lembah X dan berada di lereng utara Gunung Jayawijaya yang berpemandangan elok sekaligus merupakan tempat yang belum pernah dijamah oleh manusia dari luar.

Suku setempat masih dikenal sebagai suku yang sangat terasing dan dimungkinkan merupakan suku yang masih memakan manusia seperti yang dialami oleh Rockfeller.

Dengan risiko yang tinggi itu pengendali ekspedisi Pangdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo berpesan agar tim siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Baca: Belajar Jurnalistik, Genta FKIP Unja Undang Tribun Jambi

Dalam menjalankan ekspedidi semua anggota militer mengenakan seragam militer lengkap, bersenjata senapan serbu AK-47 dan pistol, parang, tali-temali dan lainnya.

Sebelum tim ekspedisi Lembah X diterjunkan melalui udara Lettu Sintong terlebih dahulu melakukan orientasi medan melalui udara dengan cara menumpang pesawat misionaris jenis Cesna.

Lalu sesuai rencana tim akan diterjunkan pada lokasi padang ilalang yang berdekatan dengan perkampungan yang diduga masih dihuni oleh suku terasing pemakan manusia.

Pada 2 Oktober 1969, semua tim bersama keperluan logistik diterjunkan sesuai rencana meski dengan perasaan tak karuan.

Baca: Anggota Satgas TMMD 104 Kodim Kerinci Bantu Pembuatan Kompos

Pasalnya mereka harus mendarat di daerah sangat terpencil yang konon didiami suku terasing yang masih suka memakan manusia.

Dengan perhitungan seperti itu maka aksi penerjunan termasuk misi nekat.

Apalagi meski bersenjata lengkap para personel RPKAD dan Kodam Cenderawasih dilarang melepaskan tembakan kecuali dalam kondisi sangat terpaksa

OPERASI PEMBEBASAN IRIAN BARAT:

Sementara itu, Operasi Pembebasan Irian Barat, dikenal dengan sebutan Operasi Trikora (1962), tidak bisa dilepaskan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda pada 1949.

Perundingan yang mengukuhkan pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan RI itu ternyata masih menyisakan wilayah West New Guinea atau Irian Barat, dan harus selesai dalam satu tahun.

Rupanya persoalan berlarut-larut. Malah sejak 1954 Belanda menutup rapat-rapat wilayah itu dari perundingan. Tak ada cara lain, harus ada operasi militer untuk mengembalikan wilayah itu ke pangkuan RI.

Baca: Band TIPE-X Guncang Terminal Pembengis, Kuala Tungkal Menyapa Ribuan X Friends

Agustus 1960, Jakarta resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Bersamaan dengan itu Indonesia mulai menerima kiriman senjata dalam jumlah besar dari Uni Soviet.

Antara lain kapal penjelajah (cruiser) KRI Irian, kapal selam, tank amfibi, helikopter, pesawat transpor, pesawat tempur MiG-15, -17, -19, dan -21, pengebom Ilyushin Il-28, dan Tupolev Tu-16.

Seketika Indonesia menjadi negara dengan kekuatan yang disegani.

Pakta pertahanan Asia Tenggara (SEATO) berafiliasi ke Barat alias ke Amerika Serikat yang masih menghendaki Belanda di Irian Barat. Tapi melihat semangat rakyat Indonesia yang amat tinggi untuk mengembalikan wilayah itu ke pangkuan RI, pandangan mereka mendua.

Apalagi di dalam negeri, Partai Komunis menunggangi sentimen anti-Barat untuk melakukan konsolidasi kekuatan.

Presiden Kennedy sebetulnya lebih setuju pada pengembalian Irian Barat ke Indonesia, namun di sisi lain dia juga ingin menjaga agar Belanda tidak kehilangan muka.

Baca: Kisah Pak Harto Pernah Jadi Pegawai Bank Desa: Ketiban Apes Sarungnya Nyangkut di Jari-jari Sepeda

Maka, kendati pada 19 De- sember 1961 Presiden Sukarno mencanangkan "Tri Komando Rakyat" disusul Komando Mandala, AS masih mendesakkan perundingan.

Perundingan awal secara rahasia di Middleburg, Virginia, AS, 20-22 Maret 1962, melibatkan negosiator Dubes Belanda Herman van Roijen dan Dubes RI di Moskwa, Adam Malik.

Tapi perundingan gagal ka-rena kedua delegasi memiliki dasar pijak yang berbeda. Presiden Ken-nedy menelepon Presiden Sukarno agar memulai perundingan lagi.

Kennedy menghendaki, kedaulatan West Papua harus diserahkan dulu ke Pemerintah Indonesia sebelum rakyatnya menentukan nasib sendiri.

Sementara itu di lapangan, aksi pembebasan sudah mulai. Kontak senjata terjadi. Tanggal 17 Mei Belanda mengklaim menembak jatuh pesawat Indonesia, dan esok harinya Dubes RI di PBB Sukardjo Wirjopranoto menegaskan pener-junan pasukan payung Indonesia menandai dimulainya "aksi pem-bebasan" Irian Barat.

Maka tanggal 13 Juli perundingan Middleburg dimulai lagi. Delegasi Indonesia hampir walk out karena menolak syarat penyerahan kepada PBB dalam masa transisi selama 1 tahun sementara RI menghendaki agar Belanda menyerahkan Irian Barat sebelum 31 De-sember 1962.

Baca: Pilihan Motor Bekas Rp 4 Jutaan, Siap Pakai Tanpa Kredit, Yamaha dan Honda

Perundingan dipindahkan ke Washington pada 25 Juli. Tapi ini pun sama alotnya, mengharuskan AS melakukan intervensi.

Presiden Kennedy berkata kepada Menlu Subandrio, "Memulai perang ada-lah mudah, akan tetapi sulit sekali untuk mengendalikan arahnya, membatasi lingkupnya, atau pun menghentikannya."

Tak kalah berupaya, Sekjen PBB U Thant pada 27 Juli menegaskan kepada Subandrio, apabila perundingan gagal dan perang sampai pecah, maka opini dunia akan menyalahkan Indonesia.

Tuntutan pengalihan kekuasaan sebelum akhir 1962 tidak masuk akal. Pengalihan baru bisa dilakukan paling cepat 1 Mei 1963.

Kesepakatan akhirnya terjadi. Persetujuan yang ditandatangani 15 Agustus di Markas Besar PBB di New York itu mengatur transisi peralihan kekuasaan.

Baca: DIPAKAI untuk Menyerang dan Menyiksa Pelaut: Ini 5 Kapal Bajak Laut Paling Mengerikan dalam Sejarah

Pada 1 Ok-tober bendera Belanda diturunkan dan diganti bendera PBB, esok harinya bendera Belanda dinaikkan lagi sebagai simbol kerja sama.

Sampai tanggal 31 Desember bendera Belanda diturunkan dan diganti bendera Indonesia.

Akhirnya, pada 1 Mei 1963 bendera PBB diturunkan, dan tinggallah Sang Merah Putih berkibar sendirian di segenap penjuru Irian Barat.

Provinsi Irian Barat Bentuk Baru

Di balik jalan berliku di kancah diplomasi, militer dilanda kegusaran. Ketidaksabaran menanti hasil diplomasi, yang barangkali hasilnya pun belum tentu memuaskan, diwujudkan dengan mobilisasi kekuatan militer.

Baca juga: Lewat Perjuangannya yang Sangat `Manusiawi' di Belantara Papua, Herlina Kasim Diberi Pending Emas oleh Bung Karno

Sesungguhnya pe merintah telah mengakhiri politik damai pada tahun 1957 dan meng gantinya dengan politik konfrontasi.

Baca: Pratu Febri Membantu Warga Menjemur dan Mengangkat Kulit Kayu Manis

Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, menganggap alotnya perundingan karena Belanda masih ingin melanjutkan kolonialisme di Irian Barat.

Maka Bung Karno memerintahkan Angkatan Perang RI untuk melaksanakan Tri Komando Rakyat:

Sebagai tindak lanjut, pada 1 Januari 1962, melalui Penetapan Presiden RI Nomor 1 tahun 1962, presiden membentuk Provinsi Irian Barat Bentuk Baru.

Presiden menunjuk E.J. Bonay sebagai gubernur dan Kolonel Laut R. Pamoedji sebagai wakil gubernur.

Ini kemudian diikuti Keputusan Presiden /Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI/Panglima Besar Komando Tertinggi (KOTI) Pembebasan Irian Barat no. 01/Kpts/1962 tanggal 2 Januari 1962, yang membentuk Komando Mandala.

Pada 11 Januari 1962 Brigjen Soeharto, Panglima Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad), diangkat menjadi Panglima Komando Mandala dan dinaikkan pangkatnya menjadi Mayor Jenderal.

Baca: Dirjen Dukcapil Pastikan Tak Ada Warga Negara Asing (WNA) yang Masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT)

Untuk merealisasikan Kampanye Trikora, Komando Mandala Pembebasan Irian Barat menyusun tiga pekerjaan. Tahap infiltrasi, Tahap Penghancuran (Ekspolitasi), dan Tahap Konsolidasi.

Rincian penahapan itu dibuat dan ditandatangani oleh Panglima Komando Mandala Mayjen TNI Soeharto pada 16 Februari 1962.

Perebutan Jayawijaya dan Jayapura

Infiltrasi dalam skala terbatas sebenarnya pernah dilakukan di tahun 1950-an dan awal 1960-an. Misalnya ke Pulau Gag pada 1952 yang dipimpin oleh Ali Kahar.

Setahun kemudian, infiltrasi ke Fak-fak dipimpin Sersan Kalalo M.L. dengan wakil Kopral B.P.X. Sauth. Infiltrasi ke Teluk Etna (Kaimana) pada 1954 dipimpin oleh J.A. Dimara.

Ketika itu tim kecil ini mengedarkan uang kertas Republik Indonesia di Irian Barat. Sayang, tim 42 orang itu belakangan tertangkap.

Lantas ada Operasi Sandi A dan B yang dilaksanakan pada 9 November 1960. Pada tanggal itu, dari Pulau Buru diberangkatkan kelompok infiltran pertama menuju Teluk Etna.

Dipimpin oleh Lettu Inf. Antaribawa, kelompok ini bertugas menyusup dan mempengaruhi penduduk setempat agar mau melawan Belanda. Sedangkan Operasi Sandi C bertugas berdiplomasi di luar negeri untuk memperlemah kedudukan Belanda di Irian Barat.

Baca: Cara Mengatasi Speaker Smartphone Android yang Mendadak Mati

Lalu pada 14 November dikirim kelompok 33 orang di bawah pimpinan Letnan Inf. Djamaluddin Nasution untuk melakukan pendaratan di Teluk Cenderawasih di Kep. Raja Ampat.

Sementara itu Presiden Sukarno mendesak Kepala Staf KOTI Mayjen TNI Ahmad Yani supaya Operasi Infiltrasi segera dilaksanakan guna mendukung diplomasi.

Operasi Jayawijaya dimulai pada 12 Agustus 1962, melibatkan para perwira penyusun strategi penyerangan laut antara lain Komodor (P) Soedomo, Kolonel Udara Sri Mulyono Herlambang, dan Mayor Udara Pribadi.

Sementara Komo-dor Udara Leo Wattimena dibantu Kolonel Inf. Achmad Wiranataku-sumah, dan Mayor Udara Muham-mad Loed ditugaskan merancang operasi lintas udara. Kolonel (P) Mulyono S, Letkol (P) Haryono Nimpuno, Letkol KKO Soewadji, dan Mayor KKO Bob Adman me-nyusun rencana operasi amfibi.

Yang menjadi masalah, wilayah Irian Barat yang akan direbut terpisah oleh perairan dari wilayah Indonesia lainnya. Jarak terdekat adalah 60 mil, perairannya sangat dipengaruhi oleh angin barat dan timur.

Sementara sebagian besar daratan ditutupi oleh hutan belu-kar dengan kerapatan pohon sangat tinggi dan diameternya besar, jalan raya terbatas, curah hujan tinggi, dan banyak rawa-rawa. Se-mentara data intelijen tentang mu-suh sangatlah minim.

Baca: Manfaat Ceker Ayam untuk Kesehatan dan Kecantikan, Berniat Coba?

Untuk mendukung Operasi Jayawijaya, Angkatan Udara Man-dala meyiapkan sebuah operasi yang diberi sandi Operasi Siaga. Semua pesawat terbang dari ber-bagai jenis disiagakan, dibentuk pula enam kesatuan tempur dan dua batalion PGT (Pasukan Gerak Tjepat).

Operasi penerjunan melibat-kan tim gabungan dari PGT dan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat, sekarang Koman-do Pasukan Khusus TNI-AD). Dibagi menjadi sejumlah ope-rasi kecil menurut tahapannya.

Operasi Banteng Ketaton pada 26 April, dibagi menjadi Banteng Putih untuk menerjunkan satu tim gabungan PGT dan 42 orang dari RPKAD dengan tiga pesawat Da-kota dengan sasaran Fak-fak, dan Banteng Merah untuk menerjun-kan anggota PGT dan 33 anggota RPKAD di Kaimana.

Operasi Garuda 15-25 Mei, dipecah menjadi Garuda Merah I yang menerjunkan 38 prajurit dari Yon-454 Brawijaya dengan meng-gunakan tiga Dakota di Fak-fak, dan Garuda Putih I yang mener-junkan 27 anggota PGT dan 27 personel dari Yon-454 di Kaimana.

Juga Garuda Merah II menerjunkan 79 pasukan gabungan Yon-454 dan satu peleton PGT ditambah 30 koli barang di Fak-fak, serta Garuda Putih II menerjunkan 80 personel PGT di Sansopor-Sorong.

Operasi Serigala 17 dan 19 Mei dengan dropping zone di Klamono (27 prajurit PGT) dan Teminabuan (81 prajurit PGT), menggunakan pesawat Dakota dan Hercules.

Operasi Kancil pada 17 Mei dilak-sanakan simultan melalui Kancil I dengan penerjunan di Fak-fak, Kancil II di Kaimana, dan Kancil III di Sorong. Di setiap lokasi diterjunkan satu kompi pasukan dengan pesawat Dakota.

Operasi Naga dilaksanakan pada 23 Juni dengan sasaran Merauke. Menerjunkan 55 anggota RPKAD dan 160 orang dari Yon-530 meng-gunakan pesawar Hercules.

Lantas disusul Operasi Lumbung pada 30 Juni, berupa penerjunan logistik di Merauke menggunakan pesawat Hercules untuk keperluan pasukan Operasi Naga. Operasi Rajawali pada 26 Juli menerjunkan 71 ang-gota Yon-328 di Kaimana dengan Hercules.

Baca: Belajar Jurnalistik, Genta FKIP Unja Undang Tribun Jambi

Akhirnya dilaksanakanlah operasi pamungkas yaitu Operasi Jatayu. Dilaksanakan tiga kali di bawah sandi Elang dengan daerah sasaran Klamono-Sorong mener-junkan 132 prajurit PGT, Gagak menerjunkan 141 orang dari Yon-454 di Kaimana, dan Alap-alap diterbangkan langsung dari Bandung untuk menerjunkan 132 anggota PGT di Merauke.

Sebelum semua itu dimulai, KOLA mendatangkan artis-artis penyanyi Ibukota ke Laha, Ambon, untuk menghibur. Suara merdu dan goyangan Rita Zahara, Fetty Fatimah, dan Usman Gumanti mengendorkan saraf ketegangan prajurit sebelum menjalani misi merebut wilayah jajahan asing.

Hampir semua penerjunan di-lakukan pada dini hari menjelang pagi. Itu ciri PGT. Maka sebagai simbol, dipilihlah warna baret jingga untuk pasukan itu. Sebelumnya, PGT hanya mengenakan topi atau jungle hat, tidak beda dengan pasukan lain. (intisari/Seto Aji/Gridhot.ID)

 (Dicukil dari buku 52 Tahun Infiltrasi di Irian Barat Terbitan Majalah Angkasa, oleh Mayong S. Laksono, dan dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2014)

Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Serbuan Dadakan Kopassus Buat Anggota Separatis Papua Lari Kelimpungan Sebelum Tewas Disambar Peluru.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved