Tantang Balik Wiranto Soal Ajakan Sumpah Pocong, Kivlan Zen: Saya Bukan Pendukung Prabowo
Perseteruan bermula dari ungkapan Kivlan Zen dalam sebuah diskusi yang bertajuk Tokoh Bicara 98 yang mengungkap keterlibatan Wiranto di peristiwa 1998
TRIBUNJAMBI.COM - Perseteruan antara dua jenderal purnawirawan yakni Wiranto dengan Kivlan Zen semakin memanas.
Perseteruan bermula dari ungkapan Kivlan Zen dalam sebuah diskusi yang bertajuk Tokoh Bicara 98 beberapa hari yang lalu.
Usai diskusi itu Wiranto yang merasa diserang, mengajak Kivlan Zen dan Prabowo untuk sumpah pocong soal siapa dalang kerusuhan 1998 atau jelang reformasi.
Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen membantah sengaja menyerang Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menjelang pemilihan presiden 2019.
Baca: Wiranto Tantang Prabowo Subianto dan Kivlan Zen, Sumpah Pocong!
Baca: Disinggung Soal Perisitiwa Penculikan Aktivis Tahun 1998, Prabowo Subianto Jawab Begini
Baca: Selamat Tiga Kali dari Eksekusi Mati, karena Algojo Selalu Melakukan Hal Ini: Berikut kisahnya
Menurut Kivlan, ia mengungkap dugaan keterlibatan Wiranto sebagai dalang kerusuhan tahun 1998 karena diundang dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Tokoh Bicara 98" di Add Premiere Ballroom, Jalan TB Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).
"Acara itu bukan saya yang buat. Saya hanya datang sebagai narasumber, saya bicara apa adanya saja," kata Kivlan Rabu (27/2/2019) dikutip dari kompas.com
Menurut Kivlan, keterlibatan Wiranto sebagai dalang kerusuhan 1998 bisa dilihat dari sejumlah hal.
Misalnya, Wiranto yang saat itu merupakan Panglima ABRI melarang adanya pasukan dari luar daerah untuk dikirim ke Jakarta yang tengah dilanda kerusuhan.
Kivlan menambahkan, Wiranto juga yang menggerakkan mahasiswa menduduki Gedung MPR untuk melengserkan Soeharto.
Kivlan mengaku hanya menyampaikan fakta-fakta yang ada di acara diskusi itu dan sama sekali tidak mempunyai motif politik.
Kivlan Zen mengaku bukan sebagai seorang Pendukung Prabowo dan juga bukan Pendukung Joko Widodo.
"Karena saya juga bukan pendukung atau tim sukses Prabowo, bukan juga pendukung Jokowi," kata Kivlan.
Baca: Wiranto Tantang Prabowo Subianto dan Kivlan Zen, Sumpah Pocong!
Baca: Disinggung Soal Perisitiwa Penculikan Aktivis Tahun 1998, Prabowo Subianto Jawab Begini
Baca: Selamat Tiga Kali dari Eksekusi Mati, karena Algojo Selalu Melakukan Hal Ini: Berikut kisahnya
Kivlan justru mempertanyakan motif Wiranto yang turut menantang Prabowo untuk sumpah pocong soal dalang kerusuhan 1998.
Padahal, calon presiden nomor urut 02 yang juga mantan Panglima Kostrad itu sama sekali tak pernah menyinggung Wiranto terlibat kerusuhan.
"Kan saya yang bilang Wiranto dalang kerusuhan. Kok tau-tau Prabowo juga diajak sumpah pocong? Ini maksudnya apa?" kata dia.
Kivlan menolak tantangan Wiranto untuk sumpah pocong. Menurut dia, akan lebih baik jika ia dan Wiranto berdebat secara terbuka di televisi terkait dalang kerusuhan.
Jika perlu, ia juga siap menyatakan fakta-fakta di pengadilan HAM atau pengadilan militer.
"Jangan sumpah pocong, itu sumpah setan. Tak ada koridor hukumnya," kata Kivlan. Wiranto
Sebelumnya membantah pernyataan Kivlan yang menyebutnya sebagai dalang kerusuhan 1998.
Wiranto pun menantang Kivlan Zen untuk sumpah pocong.
Wiranto turut mengajak Prabowo Subianto yang saat itu menjabat Panglima Kostrad.
Baca: Copa del Rey Real Madrid vs Barcelona, Ini Statistik Pertandingan dan Prediksi Skor El Clasico
Baca: Real Madrid vs Barcelona di Semifinal Copa del Rey 2019, Evening Stadndard Prediksi Messi dkk Menang
"Saya berani, katakanlah berani untuk sumpah pocong saja. Tahun 1998 itu yang menjadi bagian dari kerusuhan itu, saya, Prabowo, Kivlan Zen, sumpah pocong kita," kata Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
"Siapa yang sebenarnya dalang kerusuhan itu. Supaya terdengar di masyarakat, biar jelas masalahnya. Jangan asal menuduh saja," kata mantan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI ini.
Catatan Tentang Orde Baru
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus salah satu politisi senior, Laksamana Sukardi membukukan catatan pribadinya tentang era Orde Baru hingga pasca- Reformasi 1998 melalui buku berjudul Di Balik Reformasi 1998 (2018) yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas.
Laks mengemukakan catatan refleksi pengalamannya sejak 1990 hingga 2004, saat ia terlibat dalam bayang-bayang rezim Orde Baru hingga pasca-Reformasi.
Dalam bukunya, ia mengungkapkan pengalamannya atas upaya pemerintah sejak transisi Reformasi 1998 yang berjuang keras mengembalikan integritas dan kewibawaan bangsa yang sempat terpuruk sejak Orde Baru.
"Supaya kita tidak mengulangi lagi kesalahan yang telah membuat negara kita porak-poranda. Dan kita mengalami krisis sangat luar biasa waktu," kata Laks dalam sambutannya di Menara Imperium, Jakarta, Senin (6/8/2018).
"Saya masih ingat pada waktu itu ekonomi kita susut sebesar 13 persen. Mudah-mudahan itu pengalaman sekali saja," ujarnya.
Laks menuturkan, banyak hal yang ia ceritakan di dalam bukunya ini.
Baca: Wiranto Tantang Prabowo Subianto dan Kivlan Zen, Sumpah Pocong!
Baca: Disinggung Soal Perisitiwa Penculikan Aktivis Tahun 1998, Prabowo Subianto Jawab Begini
Baca: Selamat Tiga Kali dari Eksekusi Mati, karena Algojo Selalu Melakukan Hal Ini: Berikut kisahnya
Dua di antaranya terkait pengalamannya melihat fenomena ekonomi, sosial, politik pada tahun 1990-1998 serta sulitnya mengatasi berbagai permasalahan akibat krisis multidimensional 1998.
"Apa yang saya uraikan yaitu pada masa-masa sebelum terjadinya reformasi yaitu dari tahun 1990-1998. Itu adalah masa-masa menarik bagi saya untuk saya tuliskan. Setelah Reformasi juga saya cuplik pengalaman-pengalaman yang sulit," kata dia.
Laks menekankan, buku ini menjadi sebuah pesan sejarah khususnya kepada generasi muda untuk menjaga Indonesia tak terjerumus dalam berbagai kesalahan sama yang terjadi pada era Orde Baru.
"Apalagi dalam iklim demokrasi sekarang ini demokrasi itu kita tidak peroleh dengan cuma-cuma. Kita lihat juga memasuki tahun pemilu nanti itu kan juga sebuah hasil dari Reformasi, juga kebebasan berpendapat dan upaya memberikan kekuatan kepada DPR juga Reformasi," kata Laksamana Sukardi.
"Saya kira banyak sekali (yang ditulis), upaya-upaya penyehatan ekonomi yang saya tulis di buku itu. Dan terutama di perbankan jangan sampai perbankan hancur lagi. Jadi jangan sampai kesalahan-kesalahan ini terulang lagi," ucap dia.
Di sisi lain, peneliti Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) Sirojudin Abbas menilai buku yang ditulis oleh Laks bukan berbentuk biografi politik atas kiprah Laks, melainkan sebagai refleksi etnografi atas era Orde Baru hingga Reformasi 1998.
"Ini berbeda dengan autobiografi testimonial. Karena menggunakan sumber-sumber yang sudah dicatat. Pak Laks dari tahun 1990-an sampai 2004 mampu mencatat itu dengan baik," kata Abbas.
Menurut dia, upaya Laks mengangkat kembali catatan pribadinya di tahun ini justru menawarkan perspektif yang berbeda, objektif, dan lebih segar terkait bagaimana era Orde Baru dan peristiwa Reformasi 1998 berkaitan dengan masa sekarang.
"Penulis bisa lebih obyektif dalam memahami sejarah. Karena emosi sesaat ketika peristiwa itu dialami sudah selesai. Sehingga bisa membingkai peristiwa sejarah secara kontekstual," ujar dia.
Laksamana Sukardi lahir pada 1 Oktober 1956. Setelah Reformasi, lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini dipercaya menjadi Menteri BUMN pada tahun 1999-2004.
Baca: Siswa SD Diajak Nyanyi Lagu Pilih Prabowo - Sandiaga Uno, Oknum Guru Terancam Mendekam di Penjara
Baca: Denny Darko Ramalkan Kehidupan Luna Maya Setelah Ditinggal Menikah Reino Barrack
Baca: Mantannya Menikahi Syahrini, Luna Maya Banjir Dukungan dari Netizen
Ia juga pernah berkiprah sebagai Bendahara Umum PDI-P dan anggota DPR pada tahun 1992-1997.
Sebelumnya ia juga pernah berkarir sebagai Vice President Citibank pada 1981-1987 dan Managing Director Lippobank pada 1988-1993
Artikel ini telah tayang di kompas.com.