Bung Karno Pernah Tempeleng 8 Pengawalnya, Setelah Itu Dia Menyesal dan Minta Maaf
TRIBUNJAMBI.COM -- Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Mangil Martowidjojo adalah pengawal Presiden Soekarno.
Akhirnya tanggal 11 Oktober 1971, Sesmil Presiden Soeharto, Mayjen Tjokropranolo memanggil Mangil kembali bertugas.
Di surat yang sama, Mangil diberhentikan dengan hormat sebagai anggota polisi. Artinya Mangil tak pernah terbukti bersalah, meski dia dipensiunkan dengan hormat.
Presiden Soekarno sendiri akhirnya meninggal dalam status tahanan rumah. Tak ada keluarga atau pengawal yang mendampinginya.
Baca: Awal Pekan Rupiah Menguat, di Posisi Rp 14.000-an
Bung Karno Tempeleng Pengawalnya
Presiden Soekarno dikenal sebagai sosok yang humanis dan suka humor. Namun, sebagai manusia biasa yang mempunyai emosi, Bung Karno bisa juga marah kepada pengawalnya.
Kisah itu diceritakan di buku "Total Bung Karno" karya Roso Daras.
Suatu hari di Istana Merdeka , Jakarta, Bung Karno marah sekali. Delapan orang pengawal dikumpulkan lalu ditempeleng satu per satu.
"Saya mohon Bapak sabar dulu ...," kata Mangil, salah satu korban kemarahan.
Belum sampai habis bicara, Bung Karno membentak Mangil, "Diam!" Anggota pengawal yang baru saja menerima hadiah bogem mentah itu saling melihat satu sama lain dan semua ketawa kecil.
Baca: Indonesia Jadi Negara Paling di Takuti di Asia Tenggara, Duduki Peringkat 15 Militer Terkuat Dunia
Setelah kembali ke istana, Bung Karno memanggil Mangil, dan berkata, "Mangil, kau mau tidak memaafkan Bapak? Bapak meminta maaf kepada anah buahmu. Ternyata Bapak berbuat salah kepada anak buahmu."
"Tidak apa-apa, Pak," jawab Mangil.
Kemudian Bung Karno merangkul Mangil. Belakangan diketahui, Bung Karno telah menerima laporan yang salah dari orang lain mengenai salah satu anak buah Mangil.
Kejadian lain, seperti biasanya Bung Karno pergi sore hari bersama Ibu Fatmawati dengan mobil. Mobil Bung Karno di garasi tidak dapat di-starter oleh Pak Arif, sopirnya. Begitu tutup mesinnya dibuka, ternyata accu-nya tidak ada.
Aki mobil dipakai oleh ajudannya tanpa memberi tahu terlebih dahulu kepada Pak Arif dan tanpa seizin Bung Karno. Ia pun marah.
Anggota pengawal pribadi tak berani berkutik.