Bukannya Takut Malah Lakukan Hal Nekat Ini, Saat Soekarno Ditodong Meriam Dibentak Tentara

TRIBUNJAMBI.COM - Sepak terjang Soekarno dalam memerintah Republik Indonesia bukan saja membuat decak

Editor: ridwan
Presiden Soekarno 

TRIBUNJAMBI.COM - Sepak terjang Soekarno dalam memerintah Republik Indonesia bukan saja membuat decak kagum masyarakat, bangsa-bangsa lain pun mengakui kharisma bapak proklamator tersebut.

Ditawan bahkan diasingkan, sudah menjadi makanan Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

Berapa kali sudah ia nyaris dibunuh, baik oleh penjajah maupun penghianat negeri.

Bahkan, Soekarno pernah dibentak oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) ia dianggap salah dalam mengambil keputusan.

Kejadian itu tepatnya 17 Oktober 1952, dikutip Sripoku.com dari kisah Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams.

Baca: Gaya Busana Aurel Hermansyah yang Kerap Tampil Seksi dan Cantik, Ini Album Gaun Cut Out-nya

Tahun itu, berdasarkan catatan sejarah disebut masa kabinet Sukiman-Suwirjo, tapi sayang Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952.

Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.

Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat.

Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif.

Baca: Wakili Bupati, Lantik 211 Pejabat Eselon III dan IV, Sekda Muarojambi Sampaikan Ini

Usai dari Kabinet Sukiman, terbentuklah Kabinet Wilopo meskipun tetap memiliki banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas politik Indonesia.

Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.

Ketika 17 Oktober, dua buah tank, empat kendaraan berlapis baja dan ribuan orang menyerbu memasuki pintu gerbang Istana Merdeka.

Barisan Massa membawa spanduk bertuliskan; Bubarkan Parlemen!. Satu batalyon artileri dengan empat buah meriam menderu-deru memasuki halaman istana.

Baca: Rumah di Pulau Sisilia Berpemandangan Indah Ini Dijual Hanya Rp 16 Ribu, Tertarik? Ini Syaratnya

"Meriam-meriam 25 poin bikinan Inggris digerakkan dan dihadapkan kepadaku," Bung Karno membuka dalam catatan Cindy Adams

Menurut Bung Karno, tindakan ini tidak bijaksana, karena para panglima yang memimpin gerakan itu berada dalam Istana bersamanya.

"Ini tidak ditujukan kepada Bung Karno pribadi," ujar Kolonel Abdul Haris Nasution, si pemimpin aksi Setengah Kup tersebut. Melainkan untuk menentang sistem pemerintahan. Bung Karno harus segera membubarkan parlemen," ucap salah satu pemimpin massa

Baca: Dua Kali Mobilnya Terbalik, Offroader Wanita Asal Jambi Ini Justru Bilang Offroad Asyik

Mendengar itu, mata Presiden Soekarno memerah. Sang proklamator marah.

"Engkau benar dalam tuntutanmu, tetapi salah di dalam caranya. Soekarno tidak akan menyerah menghadapi paksaan. Tidak pernah kepada seluruh tentara Belanda dan tidak kepada satu batalyon Tentara Nasional Indonesia!" katanya tegas

Nasution menyahut. "Bila ada kekacauan di negara kita, setiap orang berpaling kepada tentara. Tokoh-tokoh politik membikin peperangan, tetapi si prajurit yang harus mati."

Maka bagi Nasution, wajar jika dirinya dan serombongan orang yang dipimpinnya turut bicara tentang apa yang sedang berlangsung di negeri ini.

Baca: Pasukan Khusus AS Tidak Berkutik Berhadapan dengan Kopassus, Ini Sederet Faktanya

Bung Karno balik menggertak. "Mengemukakan apa yang terasa di hatimu kepada Bung Karno, ya. Tetapi mengancam Bapak Republik Indonesia, tidak! Jangan sekali-kali!"

Adegan berbalas pantun di atas dikisahkan langsung oleh Bung Karno dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, yang ditulis Cindy Adams.

Sejurus kemudian, Bung Karno meninggalkan Nasution. Dia melenggang menyambangi massa di luar Istana.

"Alih-alih gemetar ketakutan di bawah kekuasaan meriam-meriam lapangan, aku menatap langsung ke mulut-mulut senjata itu, dan tanpa rasa takut kulampiaskan kemarahanku pada mereka yang mencoba membunuh demokrasi dengan pasukan bersenjata," tandas Pemimpin Besar Revolusi Indonesia.

Baca: Cara Soekarno Merayakan Resminya Ia Sebagai Presiden Pertama Indonesia, Cuma dengan 50 Tusuk Sate

Seorang prajurit tampak terengah-engah. Kepada kawan-kawannya dia berkata,

"Tindakan kita ini salah. Bapak presiden tidak menyetujuinya.Yang lain tampak setuju.

Ada yang bersorak, "Bila bapak presiden tidak menyetujui cara ini, kita pun tidak setuju!"

Barisan itu pun membubarkan diri seraya bersorak-sorai. "Hidup Bung Karno!", "Hidup Bung Karno!".

Akibat perangainya, jabatan Nasution sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan dicopot, tapi tak lama dikembalikan lagi oleh Bung Karno.

Pemimpin bangsa tak memupuk dendam.

Baca: Mujarabnya Khasiat Daun Jambu Biji Bagi Kesehatan Bila Dikonsumsi Rutin, Obat Jantung Bahkan Kanker

Terkait ini Bung Karno menyatakan, "Soekarno bukanlah anak kecil dan Nasution pun bukan anak kecil. Kita akan tetap bersatu, karena jika musuh-musuh berhasil memecah-belah kita, maka republik kita pasti hancur." tutupnya. (*)

SUMBER; Kejadian di atas 17 Oktober 1952, dikutip Sripoku.com dari kisah Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved