Catatan Akhir Tahun 2018
Tiga Pilkada di Jambi dan Adagium Uji Ilmu, Uji Integritas, dan Uji Lobi
“uji ilmu jadilah akademisi, uji integritas jadilah timsel dan uji lobi jadilah peserta seleksi” .
Tak terasa kita sudah berada di ujung tahun 2018. Berbagai peristiwa penting menghiasi perjalan politik bangsa Indonesia khususnya di Provinsi Jambi. Jagat politik Jambi sepanjang tahun 2018 masih belum mencapai kualitas demokrasi yang sebenarnya.
Yaitu demokrasi substansial di mana rakyat menjadi subjek dalam proses demokrasi, rakyat benar-benar terlibat aktif dalam pembangunan daerah melalui saluran suprastruktur dan infrastuktur politik yang ada.
Selama 2018 baik di tingkat nasional maupun Provinsi Jambi yang terasa adalah demokrasi berjalan dalam konteks procedural.
Para elit politik sibuk bermain intrik, tidak ada pendidikan politik. Yang ada hanya bagaimana duduk di kursi kekuasaan, berkuasa sebanyak mungkin dan selama mungkin. Caranya kadang menabrak norma yang ada, tak ada lagi rasa malu bahkan dosapun dianggap angin lalu.
Baca: 3 Pimpinan DPRD Provinsi Jambi Jadi Tersangka, KPK Tetapkan 13 Tersangka Baru Suap APBD Jambi 2018
Baca: BREAKING NEWS: KPK Tetapkan 13 Tersangka Baru Suap APBD Jambi 2018, Tiga Pimpinan DPRD Tersangka
Saya coba memotret beberapa kejadian politik nasional maupun lokal yang terjadi sepanjang tahun 2018. Potret pertama saya buka dengan sejarah kelam “pelacuran politik” atau korupsi APBD Provinsi Jambi 2018. Awal tahun politik 2018 dibuka dengan lembaran ditetapkannya Gubernur Jambi sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan kasus gratifikasi sejumlah proyek yang kemudian berujung pada kasus “ketok palu”.
Episode demi episode persidangan pun mengungkap fakta bagaimana praktik kongkalikong antara oknum pemerintah provinsi dengan oknum anggota DPRD Provinsi Jambi.
Potret kedua yaitu seleksi penyelenggara pemilu di tengah-tengah kesibukan mereka menjalankan tahapan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Seleksi dilakukan Timsel untuk menyeleksi anggota KPU dan Bawaslu Provinsi dan kabupaten/kota.
Singkat ceritanya dari seleksi ini adalah muncul adagium “uji ilmu jadilah akademisi, uji integritas jadilah timsel dan uji lobi jadilah peserta seleksi” .
Potret ketiga, Pilkada Serentak 2018. Tiga daerah disingkat Kemeja (Kerinci, Merangin, Jambi) mengadakan hajatan yang menguras kocek APBD hingga puluhan miliar rupiah. Yang menarik adalah semua kepala daerah petahana pecah kongsi dengan wakilnya, masing-masing mencalonkan diri sebagai kepala daerah, hal ini menguatkan adagium dalam politik “tak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan”.
Yang unik lagi dari pilkada Kemeja adalah semua paslon petahana mendapatkan nomor urut dua (2) dan tuah nomor tersebut terbukti ampuh menjadi meraka duduk kembali memimpin dua periode.
Potret keempat, politik identitas menguat pasca aksi 212 dan “sinetron” pilkada DKI Jakarta. Menghadapi Pemilu 2019 isu agama sangat kuat diembuskan untuk memetakan basis dukungan, umat Islam menunjukkan gairah politiknya, agama dibawa-bawa diseret-seret dalam kepentingan politik untuk merebut kekuasaan, para ulama terbelah dua, ada yang pro pemerintah dan ada yang tegas oposisi, ceramah-ceramah agama tidak lagi berkutat soal fikih pribadi, tapi mengajak peduli terhadap calon pemimpin.
Di Jambi isu agama memang tidak mencuat tajam, karena mayoritas penduduk Islam, namun isu politik kesukuan masih mewarnai pilkada di tiga daerah tersebut.
Potret kelima, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 20 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota di Pemilu 2019 yang melarang mantan napi koruptor “nyaleg”. Ini juga menjadi drama antar penyelenggara pemilu dan juga peserta pemilu. Meskipun ada aturan tersebut ternyata masih banyak partai politik yang mengajukan mantan napi korupsi menjadi caleg.
Jambi pun tak ketinggalan masuk dalam daftar hitam KPU karena masih ada mantan koruptor yang nyaleg. Polemik aturan ini juga menghiasi lacar kaca televisi selama beberapa bulan, KPU dan Bawaslu berbeda pendapat terkait Pasal 4 ayat 3 PKPU 2018 ini, akhirnya putusan MA yang mengabulkan uji materi terhadap PKPU ini mengakhiri drama episode (1) pemilu 2019 dan para mantan koruptorpun tersenyum kegirangan.

Potret keenam, saling sikut pendaftaran antar caleg di internal partai politikpun juga sangat sengit. Akhirnya banyak anggota dewan petahana yang maju lewat perahu lain. Persoalan muncul tatkala syahwat politik kekuasaan tak bisa dikendalikan.
Peraturan mengatur bahwa bila maju menjadi caleg dari parpol lain maka tentu harus mundur dari parpol lama dan tentunya berkonsekuensi berhenti menjadi anggota dewan dan di-PAW. Namun aturan hukum coba dicari celah, meng-hire pendekar hukum untuk bersilat lidah, mengajukan gugatan atas putusan pemberhentian sebagai anggota dewan ke PTUN dan dimenangkan. Sebuah “sandiwara politik” yang terjadi di pengujung tahun 2018.
Potret ketujuh, peristiwa politik terakhir adalah putusan pengadilan Tipikor terhadap Gubernur Jambi non aktif Zumi Zola.
Ia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan dan juga dicabut hak politiknya selama lima tahun. Sebelum vonis majelis hakim, duka juga menyelimuti keluarga Zumi Zola, ayahandanya Zulkifli Nurdin tokoh politik Jambi, Gubernur Jambi 2 periode meninggal dunia.
Runtuh sudah trah politik keluarga ZN sebutan almarhum, dan sampai saat ini belum muncul sosok pengganti yang akan menuruskan karier politik keluarga.

Dengan inkrahnya putusan pengadilan, maka energi KPK akan segera diarahkan untuk mengusut 53 anggota DPRD penerima suap Zumi Zola. Melihat fakta persidangan bisa jadi kasus korupsi massal dan penahanan 41 anggota DPRD Kota Malang bakal terjadi di Jambi.
Ekses kedua dari putusan inkrah adalah Wakil Gubernur Jambi yang sekarang menjabat sebagai Plt Gubernur akan segera dilantik menjadi gubernur definitif. Yang menarik adalah siapakah yang akan mengisi kekosongan wagub? Jelang Pemilu 2019 ini, saya yakin tarik menarik dukungan akan sangat alot.
Tapi bagi rakyat siapapun wagubnya, asalnya dari partai mana tidaklah penting, yang pasti harus bisa kerja, “klik” dengan gubernur, saling melengkapi, bersinergi, kreatif dan inovatif mengejar ketertinggalan pembangunan Provinsi Jambi.
Lembaran akhir tahun 2018 akan segera kita tutup, mengevaluasi segala pekerjaan merupakan keharusan yang harus dilakukan, susun semua rencana ke depan dengan lebih baik.
Khusus Pemilu Serentak 2019, semoga hajatan besar yang menghabiskan uang APBN puluhan triliun bisa berjalan damai, luber dan jurdil. Ingat, pemimpin dan wakil rakyat yang baik tidak turun dari langit, kita masyarakat yang menentukan.
Pemilu 2019 adalah momentum untuk memperbaiki nasib bangsa dan daerah kita, apakah semakin maju atau terpuruk lima tahun ke depan. Rakyat harus cerdas, pilih wakil rakyat yang benar-benar mampu bekerja dan menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat.

Menutup Kaleidoskop Politik 2018 ini, grand design pendidikan politik yang berkelanjutan merupakan langkah yang harus segera dilakukan, masyarakat harus diubah pola pikirnya, bahwa kita masyarakatlah yang butuh pemimpin, memilih dalam pemilu bukan hanya sekedar hak, namun sebuah kebutuhan.
Kebutuhan kita untuk mendapatkan pemimpin dan wakil rakyat yang amanah yang mampu mengelola APBD untuk kesejahteraan rakyat. Insya Allah dengan pendidikan politik yang massif demokrasi subtantif akan segera terwujud.
(Mochammad Farisi, SH., LL.M/Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (KOPIPEDE) Provinsi Jambi/ Akademisi Unja)