Mahfud MD Debat Panas Dengan Ferdinand Terkait Freeport, Inalum Jelaskan Kontrak Karya
Uang sebesar 3.85 miliar dollar AS atau Rp 55 triliun yang dikeluarkan pemerintah demi memiliki saham.
Kepala Komunikasi Korporat dan Hubungan Antar Lembaga Inalum, Rendi A Witular, buka suara terkait kabar yang beredar tersebut.
“Kami menyayangkan adanya beberapa pengamat yang tidak membaca data dan Kontrak Karya (KK) PTFI sebelumnya tetapi berani membuat analisa yang menyesatkan publik seolah-olah kami membeli tanah air sendiri,” ujar Rendi A Witular sesuai dengan informasi yang Kompas.com terima, Minggu (23/12/2018).
Memahami kontrak karya pemerintah dengan PTFI
PTFI melakukan eksplorasi dan penambangan berdasarkan KK dengan pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada 1967 (Era Soeharto) lalu diperbarui pada 1991 dengan masa operasi hingga 2021.
Terkait dengan masa operasi tersebut, Perusahaan Amerika Serikat Freeport McMoRan (FCX), pengendali PTFI, dan pemerintah memiliki interpretasi yang berbeda atas isi pasal perpanjangan.
Dalam pengertian FCX, benar KK akan berakhir pada 2021, namun mereka memiliki hak untuk mengajukan perpanjangan 20 tahun lagi yang artinya PTFI akan bertahan hingga 2041.
Baca: Mengapa Natal Dirayakan Tanggal 25 Desember? Begini Kisah Awal Mula Perayaan Kelahiran Yesus
Baca: Terungkap 4 Penyebab Tsunami di Selat Sunda Menurut Vulkanolog ITB yang menelan Korban 222 Orang
Baca: 12 Tsunami Terbesar yang Terjadi dalam Sejarah Manusia, Kecepatan Air ada yang Sampai 321 Km/jam
Ruang gerak pemerintah untuk menahan atau menunda perpanjangan PTFI hingga 2041 juga dipersempit.
Namun jika bersikeras, pemerintah bisa menyelesaikan persoalan lewat pengadilan internasional (arbitrase).
Hitung-hitungan jika seandainya mengambil jalur arbitrase Mengambil jalur arbitrase rupanya tak luput dari masalah meski pemerintah menang dalam pengadilan.
Mengingat operasional PTFI akan dikurangi atau bahkan dihentikan, dampaknya justru akan sangat luas.
Seperti contoh, mengingat tambang Grasberg adalah yang terumit di dunia, ini akan berakibat pada runtuhnya terowongan bawah tanah sehingga biaya untuk memperbaikinya bisa lebih mahal dari harga divestasi.
Dampak kedua adalah ekonomi Mimika akan terganggu karena sekitar 90 persen masyarakat sangat bergantung dari kegiatan PTFI.
Itu pun jika pemerintah Indonesia menang, lalu bagaimana seandainya kalah dalam pengadilan arbitrase?
Dampaknya bisa jauh lebih pelik lagi. Pemerintah diwajibkan membayar ganti rugi jauh lebih besar dari harga divestasi mengingat sidangnya dapat berlangsung bertahun-tahun.
Suramnya lagi, di KK tersebut pun tidak ada pasal yang mengatakan jika kontrak berakhir pemerintah bisa mendapatkan PTFI dan tambang Grasberg secara gratis.
Terkait KK, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan wajar saja jika PTFI mengancam akan membawa ke arbitrase jika dipaksa mendivestasikan saham 51 persen kepada Indonesia, mengingat sistem KK yang sifatnya sah di mata hukum.
“Meski bisa dihadapi tetapi tetap tidak ada jaminan menang bagi Indonesia jika ke arbitrase,” tutur Mahfud. (*)
Baca: Siapakah 9 Naga Konglomerat Indonesia? Berpihak ke Prabowo atau Jokowi, Ini Jawaban Tim Sukses
Baca: Kumpulan Ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru Dalam Bahasa Inggris dan Indonesia