Kisah Kopassus Bersama Prabowo Subianto Buru OPM Penculik Tim Peneliti Lorentz di Operasi Mapenduma

Kisah Kopassus Bersama Prabowo Subianto Buru OPM Penculik Tim Peneliti Lorentz di Operasi Mapenduma

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Kaskus
Prabowo Subianto dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) 

Kisah Kopassus Bersama Prabowo Subianto Buru OPM Penculik Tim Peneliti Lorentz di Operasi Mapenduma

TRIBUNJAMBI.COM - Tragedi pembunuhan belasan pekerja PT Istaka Karya di proyek Jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga, Papua, pada 2 Desember 2018 lalu telah melambungkan nama Egianus Kogoya.

Sosok yang mengaku sebagai Panglima Kodap II Ndugama, Papua itu bertanggung jawab atas pembantaian tersebut.

Atas perbuatannya itu, Nama Egianus Kogoya menjadi sangat viral.

Jika tidak percaya, klik nama itu di mesin pencari Google dan Anda akan menemukan sekitar 1.330.000 link yang berkaitan dengannya.

Baca Juga:

KKB Papua Merengek Minta Bantuan ke PBB, TNI Ungkap Fakta dari Fitnah Kelompok Egianus Kogeya

Sama Kejamnya! Ayah Panglima KKB, Egianus Kogeya Pernah Diburu Prabowo Subianto Bersama Kopassus

Tongkat Komando Jatuh ke Tangan Anaknya, ini Rekam Jejak Kekejaman Ayah Panglima KKB, Egianus Kogeya

Sebagian besar link itu berkaitan dengan keterlibatan Egianus Kogoya dalam pembantaian para pekerja PT Istaka Karya yang dipicu oleh pengambilan foto itu.

Pembantaian tersebut diduga dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang ada di bawah komando Egianus Kogoya.

Mungkin tak banyak yang tahu bahwa Egianus Kogoya adalah putra Daniel Kogoya, tokoh pro-kemerdekaan Papua.

Sekitar dua tahun yang tahu Daniel meninggal dan tongkat komando berpindah ke tangan Egianus, anaknya.

Pimpinan KODAP III Ndugama, Egianus Kogeya
Pimpinan KODAP III Ndugama, Egianus Kogeya (Facebook TPNPB)

Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian, seperti dilaporkan Majalah TEMPO edisi 10-16 Desember 2018, mengatakan, Daniel Kogoya ikut menculik 26 peneliti Tim Eskpedisi Lorentz pada 1996 lalu.

Penculikan itu sendiri dipimpin oleh tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kelly Kwalik, yang tewas pada 2009 lalu.

Terkait penyanderaan Tim Lorentz ’96 dan bagaimana mereka diselamatkan, Intisari pernah mengulasnya secara khusus.

Tim Lorentz ’95 dibentuk di Jakarta berdasarkan kerjasama antara Biological Science Club (BSsC) dari Indonesia dan Emmanuel College, Cambridge University.

Lembaga BSsC merupakan organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) independen yang didirikan pada 7 September 1969 oleh sekelompok mahasiswa ilmu Biologi Universitas Nasional (UNAS), Jakarta.

Baca Juga:

Buaya Terkam Bocah SD di Belakang Rumahnya, Sang Ayah Coba Lakukan Perlawanan, Tapi Sia-sia

Melihat Mewahnya Pernikahan Kedua Furry Setya Mas Pur Tukang Ojek Pengkolan Dengan Dwinda Ratna

Sambut Natal dan Tahun Baru, Tiket Pesawat Diberi Casback Rp 200 Ribu, 9 Maskapai Tambah Penerbangan

Tujuan ekspedisi ini adalah untuk melakukan penelitian terhadap beragam flora dan fauna di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jawawijaya, Irian Jaya—sebelumnya bernama Irian Barat dan sekarang jadi Papua.

Tim ini terdiri atas 11 peneliti. Selain meneliti flora-fauna, mereka juga akan mengaji keterkaitan objek penelitian dengan kehidupan dan pola pikir tradisional suku Nudga di sana.

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan bisa menjadi masukan bagi usaha-usaha pelestarian dan pengembangan Taman Nasional Lorentz.

Tim Lorentz
Tim Lorentz (Grithot.com)

Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal bagi peran serta masyarakat yang terletak di bagian timur laut taman nasional yang pada 1999 ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO itu.

Penelitian dilakukan antara bulan November 1995 dan Januari 1996.

Anggota tim dari Indonesia terdiri dari Navy Panekanan (28), Matheis Y.Lasamalu (30), Jualita Tanasale (30), Adinda Arimbis Saraswati (25).

Sementara anggota tim dari Inggris terdiri dari Daniel Start (22), William “Bill” Oates (23), Annette van der Kolk (22), dan Anna Mclvor (21).

Mereka juga dibantu oleh antropolog Markus Warip (36) dari Universitas Cendrawasih dan Abraham Wanggai (36) dari Balai Konservasi Sumber Daya ALam (BKSDA) Kantor Wilayah Kehutanan Irian Jaya.

Baca Juga:

Di Jambi, Panglima TNI Ucapkan Terima Kasih ke Jokowi Atas Kenaikan Tunjangan Babinsa Cair

Sampai di Jambi Saat Hujan, Kapolda Jambi, Plt Gubernur Sambut Presiden Jokowi yang Payungi Iriana

Perekrutan Honorer Jadi P3K Setara PNS Dimulai 2019, Begini Aturannya Dari Menpan RB

Bersama mereka ada juga Jacobus Wandika, putra daerah suku Nduga, yang merupakan antropolog lulusan Universitas Cendrawasih dan murid Markus Warip.

Tidak ada gangguan berarti yang dialami tim selama menjalankan misinya.

Meski begitu, sebelum keberangkatan, tim tahu jika di sana terdapat kelompok Gerakan Pengacau Keamanan – Organisasi Papua Merdeka (GPK – OPM) yang mengaku kecewaa dengan Pemerintah Pusat Republik Indonesia.

Tanggal 8 Januari menjelang hari-hari kepulangan ke Jakarta, mereka berkumpul di rumah kayu milik Pendeta Adriaan van der Bijl asal Belanda yang sudah menetap di sana sejak tahun 1963.

Hari itu sang pemilik rumah sedang pergi, berkeliling ke daerah Mbua dan ALama untuk menyusun kegiatan misionaris bersama istrinya.

Tiba-tiba, datanglah sekelompok suku setempat berjumlah puluhan orang berpakaian perang, lengkap dengan tombak.

Tak hanya itu, salah satu dari mereka, diduga sebagai komandan, membawa senapan laras panjang M-16 yang diacung-acungkan dan sesekali ditembakkan ke udara.

Baca Juga:

Cerita Menyeramkan Dosen yang Mengajar Mahasiswa Gaib, Tiga Hari Menghilang dan Baru Sadarkan Diri

Belanja Barang Pemerintah Dorong Pertumbuhan Perdagangan di Provinsi Jambi yang Sempat Melambat

Saat di Masjid Al-Aqsa, Via Vallen Kirimkan Pesan Buat Rhoma Irama, Begini Tanggapan Raja Dangdut

Mereka lalu mendobrak mendobrak pintu yang dikunci Tim Lorentz, memaksa masuk, menyerang, menyandera tim, dan akhirnya membawa seluruh tim peneliti ke hutan pedalaman.

Sejak itu, Tim Lorentz hilang jejaknya.

Berita penyanderaan Tim Lorentz mulai menghiasi media massa dan menjadi berita besar hingga ke Jakarta bahkan dunia.

Di Jakarta Pemerintah segera meminta ABRI (TNI) melakukan penyelamatan.

Komandan Jenderal Kopassus saat itu (Mayjen TNI Prabowo Subianto) diputuskan memimpin misi penyelamatan.

Prabowo Subianto saat Menjabat Sebagai Danjen Kopassus
Prabowo Subianto saat Menjabat Sebagai Danjen Kopassus (rmoulsumsel.com)

Beberapa satuan TNI lainnya juga dilibatkan dalam misi penyelamatan ini.

Sekitar lima bulan berlalu, penyanderaan Tim Lorentz oleh GPK-OPM yang akhirnya diketahui dipimpin oleh panglima bernama Kelly Kwalik, belum juga membuahkan hasil.

Penyandera terus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat sambil mengirimkan beberapa pesan tuntutan mereka kepada Pemerintah RI.

Dalam buku Sandera, 130 Hari Terperangkap di Mapenduma (1997) disebutkan, pasukan yang dibawa Kelly Kwalik mula-mula berjumlah 50 orang.

Namun kemudian ditambah lagi hingga menjadi 100 orang.

Tanggal 7 Mei 1996, satu kompi pasukan batalyon Linud 330/Kostrad di bawah pimpinan Kapten Inf Agus Rochim ikut dikirim ke Timika untuk menambah kekuatan.

Mereka persiapan dan koordinasi sebelum akhirnya mulai bergerak ke Daerah Persiapan (DP) di Kenyam.

Kompi dibagi dalam beberapa tim. Secara berangsur masing-masing tim dikirim ke daerah operasi.

Martha Klein, salah satu anggota ekspedisi Lorentz yang disandera Organisasi Papua Merdeka, 1996 silam.
Martha Klein, salah satu anggota ekspedisi Lorentz yang disandera Organisasi Papua Merdeka, 1996 silam. (soedoetpandang.wordpress.com)

Baca Juga:

Ketiga Kalinya, Presiden Jokowi Kunjungi Jambi, Temui SAD, Pedagang hingga Ribuan Petani

OPM Ternyata Sudah Eksis dari Zaman Belanda, Kerap Serang Freeport Untuk Cari Perhatian

425 Pemilik Kios dan Toko Pedagang Pasar Kramat Tinggi Muara Bulian Menunggak Bayar Sewa

Tim Pendawa I beranggotakan 25 orang mendapat giliran masuk tanggal 13 Mei 1996.

Tim ini juga dipimpin oleh Kapten Agus Rochim. Mereka berjalan menyusuri sungai Kilmik.

Namun akibat medan yang tidak tidak bisa lagi ditembus, akhirnya tim bermalam dan membuat bivak di pinggir sungai.

Keesokan harinya tim bergerak kembali ke posisi awal lalu berbelok ke arah kanan di cabang sungai Kilmik dengan harapan menemukan jejak para sandera di tempat baru.

Tim Pendawa bersenjata standar senapan serbu FNC, Steyr, Minimi tiga unit (tiap satu regu), serta GLM. Persenjataan yang sebenarnya lebih dari cukup untuk melawan GPK-OPM.

Tanggal 14 mereka bermalam lagi dan membiat bivak baru. Malamnya briefing dilakukan oleh Komandan Kompi.

Diputuskan mulai tanggal 15 tim dibagi dua. Separuh di bawah pimpinan Agus Rochim, separuh lagi di bawah pimpinan Sertu Pariki tinggal di Basis Operasi Depan (BOD).

Pukul 13.00 siang tim mendapat informasi dari jajaran Kopassus bahwa di situ terdapat banyak jejak.

Kompi Yonif Linud 330 Kostrad sebenarnya melakukan penyusuran di ring terluar, termasuk yang dilakukan oleh Tim Pendawa I.

Ilustrasi Raider Kostrad
Ilustrasi Raider Kostrad (Jejaktapak.com)

Mereka menyusuri sungai mengingat lebatnya hutan yang masih perawan teramat sulit untuk ditembus.

Pukul 14.00 tim bergerak kembali ke pos di BOD. Pada saat itulah, mulai terdengar samar-samar suara orang dalam jarak tidak terlalu jauh.

Tim Pendawa segera merespon dengan melakuan penyisiran di sekitar lokasi yang dicurigai.

Satu setengah jam kemudian tepatnya pukul 15.30 ternyata ada seseorang berteriak, “Army!”

Rupanya, itulah teriakan Adinda Saraswati, salah satu anggota tim peneliti.

Sembilan orang peneliti turun dari tebing di pinggir sungai Kilmik.

Sersan Duha segera menyambut, dia orang pertama yang menyelamatkan Adinda, untuk kemudian diestafetkan ke prajurit lain untuk dievakuasi ke BOD.

Peristiwa itu terjadi tanggal 15 Mei 1996, tepat pukul 15.30 (atau 3.30 sore hari).

Sesuai tertulis dalam buku di atas, pada hari itu sekitar pukul 14.00 para sandera terus berjalan.

Setelah berjalan berputar-putar di antara kerapatan dan kelebatan pohon, tim peneliti mendapat perintah dari kelompok GPK-OPM untuk turun menuju sungai.

Namun tak berapa lama terdengar deru helikopter. Tim peneliti menduga ABRI sudah mulai mendekat.

Tapi bagi GPK-OPM, kehadiran ABRI yang mereka sebut Sanbo itu, membuat kepanikan dan tak jarang mereka menjadi beringas.

Baca Juga:

Live Streaming RCTI Liverpool Vs Manchester United (MU), Prediksi Line Up Prakiraan Pemain

VIDEO: Berani Tantang TNI! Panglima KKB di Papua, Egianus Kogeya Ternyata Gugup Saat Depan Kamera

Pernah Ada Niat Kejam Panglima KKB Goliat Tabuni, Bakal Bantai Warga Asli Papua yang Pro TNI-Polri

Itu pula yang terjadi saat itu. Salah satu personel GPK-OPM bermata satu mendadak kalap dan mengayunkan kapak ke punggung Navy Panekanan.

Navy roboh diiringi teriakan histeris Adinda Saraswati. Para peneliti segera berlari menuruni lereng.

Tak lama setelah itu kelompok GPK-OPM yang lain dengan senjata kapak, parang, dan panah menyerang Matheis dengan senjata-senjata tajam itu.

Matheis hanya mampu berteriak, “toloong.. toloongg,”. Navy dan Matheis akhirnya gugur di tangan keganasan para GPK OPM.(*)

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI JUGA FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved