Kisah Nyata! Saat Banyak Orang Bertato di Indonesia Takut Mati dan Beramai-ramai Menghapusnya
Kisah Nyata! Saat Banyak Orang Bertato di Indonesia Takut Mati dan Beramai-ramai Menghapusnya
Perampokan disertai pembunuhan, bahkan korbannya di antaranya ibu hamil, belum lama ini terjadi.
Maraknya angka kejahatan tentu saja juga berbanding dengan tingginya angka korupsi, yang juga sama-sama pencurian uang.
Masalahnya, banyak koruptor yang tidak ditembak misterius seperti diberlakukan pada bandit lainnya padahal uang yang dirampok koruptor bisa jadi jauh lebih tinggi angkanya.

Misalnya kasus e-KTP senilai Rp 2,5 triliun, Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, atau BLBI senilai Rp 650 triliun.
Tentu saja, para koruptor penampilannya tidak seperti gali tatoan, mereka hidup di rumah yang nyaman dan mewah dari hasil korupsinya.
Meski demikian, kejahatan jalanan seperti dilakukan gerombolan debt collector yang menculik siswi SMP dan dilecehkan, misalnya, juga tidak bisa dibiarkan.
Kalangan masyarakat, yang tercermin suaranya dari komentar atas berita ini bahkan minta agar gerombolan debt collector itu ditembak mati semua.
Sebutan penembak misterius atau sering disingkat petrus adalah suatu operasi rahasia dari pemerintahan di masa Presiden Soeharto pada tahun 1980-an untuk menanggulangi tingkat kejahatan yang begitu tinggi pada saat itu.
Baca Juga:
Inilah Foto-foto K0nd0m, BH, Cd, Uang dan Ponsel Barang Bukti Live Show Pesta S3x di Kamar Hotel
Kemenkumham Telah Umumkan Hasil Tes Seleksi CPNS, Pantau dan Cek Namamu Via Link di Sini!
Ustaz Abdul Somad Dicekal di Timor Leste, Ini Video Penjelasan Alasannya
Operasi ini secara umum adalah operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah.
Pelakunya adalah orang terlatih yang misterius, tak jelas, dan tak bisa diidentifikasi, maka muncul istilah petrus (penembak misterius).
Mereka beroperasi seperti siluman, ada yang pro, ada yang kontra.
Sebenarnya, petrus berawal dari operasi penanggulangan kejahatan di Jakarta.
Pada tahun 1982, Soeharto memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keberhasilan membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat.
Pada Maret, tahun yang sama, di hadapan Rapim ABRI, Soeharto meminta polisi dan ABRI mengambil langkah pemberantasan yang efektif menekan angka kriminalitas.
Hal yang sama diulangi Soeharto dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1982.