Sosok Pemimpin KKB Egianus Kogeya yang Pengecut, Dikenal Militan dan Pernah Sekap Petugas Puskesmas
Rekam jejak pimpinan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Egianus Kogeya rupanya sangat bengis dan pengecut.
Sosok Pemimpin KKB Egianus Kogeya yang Pengecut, Dikenal Militan dan Pernah Sekap Petugas Puskesmas
TRIBUNJAMBI.COM - Rekam jejak pimpinan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Egianus Kogeya rupanya sangat bengis dan pengecut.
Terbaru ia mengaku bertanggung jawab atas penembakkan 19 pekerja PT Istaka Karya, di Nduga, Papua.
Tentu saja penembakkan itu merupakan pelanggaran HAM berat lantaran korban hanya rakyat sipil.
Dikutip dari Tribun Timur dan BBC, Sabtu (8/12) diketahui para pekerja sedang merampungkan proyek pembangunan jembatan Kali Aruak-Kali Yigi.
Berbagai tindakan kriminal Egianus Kogeya menarik perhatian Sidney Jones, seorang pengamat teroris.
Baca: Sedang Tayang! Link Live Streaming Chelsea Vs Manchester City Liga Inggris, Live RCTI 00.30 WIB
Baca: Benny Moerdani, Anggota Kopassus Perkasa Tembus Zona Neraka, Pasukan Elite Inggris Takluk
Baca: Sedang Tanding! Live Streaming Chelsea Vs Manchester City Liga Inggris, Live RCTI Mulai 00.30 WIB
Sidney menyebut Egianus Kogeya merupakan sindikat dari Kelly Kwalik, komandan sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Kelly Kwalik sendiri sudah tewas disambar timah panas oleh tim buru sergap Polri pada 2009 silam.
Egianus dan anak buahnya diklaim oleh Sidney lebih militan.
Umur anggota KKB Egianus juga masih muda-muda.
Pada Juli 2018, Egianus dkk sengaja membuat keributan untuk mengagalkan pelaksanaan pemilu.
"Biasanya OPM ini terdiri dari faksi-faksi. Di Nduga, satu faksi yang berkuasa dan sempalan dari Kelly Kwalik yang dulu bergerak di Timika, tapi orang-orang ini muda dan lebih militan," ujar Sidney Jones kepada BBC News Indonesia.
Baca: Baru Dilantik, Ganjar Pranowo Langsung Wakafkan Pengda Kagama Jambi pada Pemerintah
Baca: Rektor Unja Sarankan 3 Hal Cegah Korupsi di Indonesia
Baca: Rektor Unja Sarankan 3 Hal Cegah Korupsi di Indonesia
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Muhammad Aidi yang menyebut jumlah anggota kelompok Egianus sebanyak 50 orang.
Mereka mempunyai senjata lengkap layaknya militer.
Menurut Aidi, pembangunan jalan Trans Papua mengusik mereka lantaran selama ini Pegunungan Tengah dikenal sebagai sarang utama OPM.
Oleh sebab itu mereka bunuhi siapa saja yang bangun jalan itu.
"Dengan adanya jalan Trans Papua, mulailah daerah ini terbuka dari isolasi. Terbukanya jalan, mereka (kelompok OPM) merasa terusik. Sebab otomatis TNI dan Polisi bergerak mendekati arah mereka," ujar Muhammad Aidi.

Catatan dari Polri juga menunjukkan bahwasanya penembakkan di distrik Yigi sudah ada sejak dua tahun belakangan yang dilakukan oleh kelomok Egianus.
Desember 2017, Egianus serang pekerja Trans Papua di kecamatan Mugi.
Akibatnya pekerja proyek bernama Yovickho Sondakh meninggal dan seorang aparat terluka.
Juni 2018 pesawat Twin Otter Trigana Air yang disewa Brimob Polri diberondong peluru saat hendak amankan Pilkada.
Dua orang terluka akibat kejadian itu.
Baca: Alasan Beli Token Listrik, Motor Yuli Lenyap Dibawa Boleng
Baca: Jelang Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Daftar Harga Sembako di Pasar Angso Duo Jambi
Baca: Hidup Berkecukupan, Dokter Nadia Selalu Ajarkan Anak untuk Bersyukur
Tindakan kriminal dan pengecut Egianus berlanjut pada Oktober 2018.
Egianus dkk menyekap belasan guru yang mengajar di SD YPGRI 1 dan SMPN 1 serta pegawai medis puskesmas di Mapenduma, Nduga.
Padahal aparat keamanan sudah menghimbau agar Egianus beserta komplotan menyerahkan diri beserta senjatanya.
Imbalannya, Egianus akan dijamin keamanannya dan diampuni dari proses hukum.
Kenapa KKB Tidak diberantas Koppasus Saja?
Pembunuhan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Nduga Papua, mendapat banyak sorotan masyarakat.
Selain karena peristiwa yang terbilang kejam tersbut, juga terkait penanganannya.
Tribunjambi.com mengutip dari laman Tribunnews, Jokowi perintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengecek kebenaran kasus tersebut.
"Saya perintahkan tadi pagi ke Panglima dan Kapolri untuk dilihat dulu, karena ini masih simpang siur. Karena diduga itu. Karena sinyal di sana enggak ada. Apa betul kejadian seperti itu," kata Jokowi kepada wartawan di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12/2018) dikutip dari Kompas.com.
Jokowi mengatakan bahwa Kabupaten Nduga, lokasi kejadian tersebut termasuk dalam zona merah atau berbahaya.
Ia juga menyadari bahwa pembangunan yang dilakukan di Papua memang mengalami kesulitan.

Tak hanya kondisi geografisnya, tetapi juga adanya gangguan dari KKB.
"Kita menyadari pembangunan di tanah Papua itu memang medannya sangat sulit. Dan juga masih dapat gangguan seperti itu," ujarnya.
Meski demikian, Jokowi menegaskan pembangunan di Papua terus berlanjut.
Pembangunan Papua tidak akan terhenti karena kasus ini.
"Pembangunan ditambah di Papua, tetap berlanjut," katanya.
Sementara Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu mengatakan tidak ada negosiasi untuk kasus ini.
"Bagi saya tidak ada negosiasi. Menyerah atau diselesaikan. Itu saja," ujar Ryamizard di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/12/2018)
Ia menganggap pelaku pembunuhan tersebut merupakan kelompok pemberontak atau separatis.
"Mereka itu bukan kelompok kriminal tapi pemberontak. Kenapa saya bilang pemberontak? Ya kan mau memisahkan diri, (memisahkan) Papua dari Indonesia. Itu kan memberontak bukan kriminal lagi," tegasnya.
Anggap kasus ini bukan tindakan kriminal, melainkan tindakan pemberontakan atau separatis, Ryamizard katakan pihak yang harus menangani kasus ini ialah TNI, bukan polisi.
Ryamizard mengatakan pihak TNI harus turun tangan dalam menangani persoalan kelompok bersenjata di Papua.
Ia menegaskan, menjaga kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa adalah tugas pokok TNI.
"Kalau memberontak bukan kriminal lagi, penanganannya harus TNI. Kalau kriminal iya polisi," pungkasnya.
Terkait kondisi ini, TNI memberikan jawaban melalui unggahan di akun Instagram @tni_indonesia_update, Sabtu (8/12).
Dalam unggahan yang disertai foto RM70 Vampire, akun ini menulis:
"Kenapa OPM tidak langsung diserbu saja?"
.
.
Kalau 'Brak bruk' saja 5 menit selesai kok, mereka akan kocar kacir dalam hutan.
Kopassus ada, Paskhas asa, Denjaka, Kostrad, Raider bahkan Kopassusgab ada.
Alutista TNI bisa menghancurkan berhektar hektar wilayah musuh.
Don't worry TNI siap
Tapi..
.
.
.
Jika disebut kriminal, maka Polri yang menangani. Sedangkan jika gerakan bersenjata atau separatis, penanganan ada di tangan TNI.
Meski dengan 'Tragedi besar' seperti ini, kita konstruksi lagi.
Kita jujur harus lihat batas kemampuan. Ini di hutan dan sebagainya. Itu bukan sekedar dilakukan aksi kelompok kriminal, tapi aksi gerakan separatis yang mengancam kedaulatan Negara
Perlu ada pembahasan terkait istilah yang digunakan. Hal ini akan berpengaruh pada penanganan yang dilakukan oleh pemerintah.
Jangan menunggu hingga korban berjatuhan terus menerus, harusnya status mereka disebut gerakan bersenjata yang mengancam Negara agar TNI bertindak sesuai perintah
Bagi TNI mau skala besar atau kecil kalau sudah berbau tindakan ingin memisahkan diri itu sudah disebut gerakan pemberontakan

Penembakan RM70 Vampire di PLP 5 Marinir Baluran, Situbondo.
Dua Jenderal Pimpin Penangkapan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Nduga
Aparat keamanan gabungan TNI dan Polri memberikan perhatian serius terhadap kasus penembakan pekerja pembangunan jalan trans Papua.
Untuk menangkap para pelaku, Kapolda Papua Irjen Martuani Sormin Siregar bersama Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Yosua Pandit Sembiring akan memimpin langsung operasi penegakan hukum terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB) di wilayah Nduga Papua.
Seperti diketahui, KKB di bawah komando Egianus Kogoya melakukan penyerangan terhadap para pekerja PT Istaka Karya yang tengah melaksanakan pembangunan jembatan Jalan Trans Papua di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, Minggu (2/12/2018).
Akibat peristiwa itu, 15 karyawan PT Istaka Karya dan 1 pegawai PUPR meninggal dunia serta 5 orang lainnya masih belum diketahui kondisinya.
Baca: Menanti Operasi Militer Besar-besaran yang Diinginkan Wapres Jusuf Kalla Untuk Basmi KKB di Papua
Baca: Memang Brutal! Rekam Jejak Egianus Kogeya, Pimpinan KKB yang Pernah Sekap Guru & Petugas Puskesmas
Sementara di Distrik Mbua, kelompok KKB melakukan penyerangan terhadap pos TNI di sana.
Satu anggota TNI meninggal dunia dan 1 anggota luka-luka.
“Beberapa hari ini kami fokus evakuasi terhadap korban yang selamat dan yang meninggal dunia, hingga tadi kami kembalikan jenazahnya ke kampung halaman mereka masing-masing. Rencananya besok Kapolda dan Pangdam dari Timika akan bertolak kembali ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya bersama tim,” ungkap Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa Kamal, Jumat (7/12/2018) malam.
Kamal menjelaskan, beberapa hari ini semua pihak fokus terhadap proses evakuasi terhadap para korban yang ditemukan di lokasi kejadian.
“Mulai besok kami akan fokus mencari sisa korban lainnya. Namun, kami juga akan melalukan pengejaran terhadap para kelompok KKB, untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan mereka,” katanya.
Kapolda dan Pangdam, lanjut Kamal, mulai besok akan kembali ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya untuk memimpin secara langsung pengejaran terhadap para pelaku.
Bahkan, kedua pimpinan aparat penegak hukum itu akan bertolak ke lokasi kejadian.
Baca: Tak Main-main Basmi KKB, TNI & Polri Sampai Terjunkan Dua Jenderal Untuk Pimpin Operasi Perburuan
Baca: Saat Puncak Kabo Dikuasai TNI, Baku Tembak Selama 2 Jam Lebih Harus Dilakukan Dahulu dengan KKB
“Rencananya Kapolda dan Pangdam akan bertolak ke Nduga, untuk memimpin secara langsung pengejaran terhadap para pelaku pelaku. Di sini TNI hanya memback up aparat kepolisian, yang melalukan penegakan hukum,” ujarnya.
Sampai sejauh ini, ungkap Kamal, personel Polri dan TNI masih menguasai wilayah Nduga khususnya Puncak Kabo dan Distrik Mbua, lokasi para karyawan PT Istaka Karya dibunuh.
“Personel kami sampai sejauh ini terus berupaya mengejar mereka. Hanya karena kondisi medan lebih dikuasai oleh para kelompok ini, membuat kami mendapat kendala untuk menangkap mereka,” pungkasnya. (Kompas)