Apa Maknanya "Allah Bersemayam di Atas Arsy"? Ini Kajian Ustaz Abdul Somad

Apa maknanya "Allah bersemayam di atas arsy"? Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama

Penulis: Nani Rachmaini | Editor: Nani Rachmaini

وَنُزُولِ الرَّ بِ تَبَارَكَ وَتعََالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالُوا قَدْ تَثْبُتُ ال روَايَاتُ فِي ه ذَا وَيُيْمَنُ بِهَا وَلَا يُتَوَهَّمُ وَلَا يُقَالُ كَيْفَ هَكَذَا رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ وَسُعْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ وَعَبْدِ اللََّّ بْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُمْ قَالُوا فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ أَمِرُّوهَا بِلَا كَيْفٍ وَهَكَذَا قَوْلُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَة

Tentang turunnya Allah Swt setiap malam ke langit dunia, mereka (para ulama) berkata bahwa riwayat-riwayat tentang ini shahih dan kuat. Riwayat-riwayat itu diimani, tidak diimajinasikan, tidak pula dikatakan kaifa (bagaimana model atau bentuknya?). Demikian diriwayatkan dari Imam Malik, Sufyan bin ‘Uyainah dan Abdullah bin al-Mubarak. Mereka katakan tentang hadits-hadits seperti ini, “Berlakukanlah hadits-hadits itu tanpa kaif (seperti apa?)”. Demikianlah pendapat ulama dari kalangan Ahlussunnah waljama’ah

وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِ ي صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رِوَايَاتٌ كَثِيرَةٌ مِثْلُ هَذَا مَا يُذْكَرُ فِيهِ أَمْرُ الرُّؤْيَةِ أَنَّ النَّاسَ يَرَوْنَ رَبَّهُمْ وَذِكْرُ الْقَدَمِ وَمَا أَشْبَهَ هَذِهِ الْأشَْيَاءَ وَالْمَذْهَبُ فِي هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ الْأئَِمَّةِ مِثْلِ سُعْيَانَ الثَّوْرِ ي وَمَالِكِ بْنِ أَنَسٍ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَابْنِ عُيَيْنَة وَوَكِياٍ وَغَيْرِهِمْ أنََّهُمْ رَوَوْا هَذِهِ الْأشَْيَاءَ ثمَُّ قَالُوا ترُْوَى هَذِهِ الْأحََادِيثُ وَنُيْمِنُ بِهَا وَلَا يُق الُ كَيْفَ وَهَذَا الَّذِي اخْتاَرَهُ أَهْلُ الْحَدِيثِ أَنْ ترُْوَى هَذِهِ الْأَشْيَاءُ كَمَا جَاءَتْ وَيُيْمَنُ بِهَا وَلَا تُعَسَّرُ وَلَا تتُوََهَّمُ وَلَا يُقَالُ كَيْفَ وَهَذ ا أَمْرُ أَهْلِ الْعِلْمِ الَّذِي اخْتاَرُوهُ وَذَهَبُوا إِلَيْه

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw banyak riwayat seperti ini (mutasyabihat), di dalamnya disebutkan tentang ru’yah (melihat), bahwa manusia melihat Rabb mereka, tentang kaki dan seperti itu. Mazhab ulama tentang masalah ini dari para imam seperti Imam Sufyan ats-Tsauri, Imam Malik bin Anas, Imam Ibnu al-Mubarak, Imam Ibnu ‘Uyainah, Imam Waki’ dan para imam lainnya, bahwa mereka meriwayatkan hadits-hadits seperti ini, kemudian mereka berkata, “Hadits-hadits seperti ini diriwayatkan, kita mengimaninya, tidak dikatakan ‘bagaimana?”. Inilah pendapat yang dipilih para ahli hadits, bahwa hadits-hadits seperti ini diriwayatkan seperti apa adanya, diimani, tidak dijelaskan, tidak pula dibayang-bayangkan, tidak dikatakan ‘bagaimana?’. Inilah pendapat para ulama yang mereka pilih dan mereka pegang.
Pendapat Imam Ibnu ash-Sholah (w.643H).

وقال الإمام ابن الصلاح وعلى هذه الطريقة مضى صدر الأمة وساداتها وإياها اختار أئمة العقهاء وقاداتها وإليها دعا أئمة الحديث وأعلامه ولا أحد من المتكلمين من أصحابنا يصدف عنها ويأباها انتهى

Imam Ibnu ash-Sholah berkata, “Berdasarkan metode ini (tafwidh: menyerahkan maknanya kepada Allah Swt), para ulama dan pembesar ummat Islam. Pendapat ini pula yang dipilih oleh para imam ahli Fiqh. Kepada pendapat ini pula seruan para imam ahli hadits dan para tokohnya. Tidak seorang pun dari ahli Ilmu Kalam yang memalingkan diri darinya dan menolaknya. Selesai.
Pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (w.852H).

ومنهم من اجراه على ما ورد ميمنا به على طريق الإجمال منزها الله تعالى عن الكيعيه والتشبيه وهم جمهور السلف

Sebagian ulama membiarkan teks-teks tersebut sebagaimana apa adanya, mengimaninya dengan cara global, mensucikan Allah Swt dari kaif (cara) dan mensucikan Allah Swt dari tasybih (penyamaan dengan makhluk), mereka adalah mayoritas kalangan Salaf.
Metode Kedua: Ta’wil.

Penjelasan makna Ta’wil disebutkan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani,

ومنهم من أوله على وجه يليق مستعمل في كلام العرب

Ada diantara mereka yang menta’wilkannya ke pendapat layak yang digunakan dalam bahasa Arab.
Contoh-Contoh Ta’wil:
Ta’wil Abdullah bin Abbas.
Ayat Mutasyabihat:

فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا

“Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini”. (Qs. Al-A’raf [7]: 51).
Ayat ini tidak dapat difahami secara tekstual, karena tidak mungkin Allah Swt memiliki sifat lupa. Sementara dalam ayat lain disebutkan,

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

“Dan tidaklah Tuhanmu lupa”. (Qs. Maryam [19]: 64).
Maka untuk menjelaskan ini, Abdullah bin Abbas melakukan ta’wil terhadap ayat mutasyabihat ini:
Ta’wil Pertama:

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved