Bergelimang Uang, Tentara Bayaran Harus Siap Mempertaruhkan Nyawanya, Segini Gajinya per Hari
TRIBUNJAMBI.COM - Kendati harus bertaruh nyawa, profesi Private Military Contractor (PMC) tetap diburu
Untuk mencegah terjadinya kebrutalan oleh PMC sejumlah lembaga yang bertugas merekrut dan mengirim PMC memang sudah sepakat mendirikan organisasi ya
Lembaga itu antara lain International Peace Operations Assosciation (IPOA) dan British Association of Private and Security Companies (BAPSC).
Kedua lembaga pengontrol PMC itu telah memanggil Blackwater untuk melaksanakan penyelidikan atas peristiwa pembantaian di Al Nisour Square.
Namun, rekasi Blackwater ternyata tak mau kompromi. Mereka menolak permintaan penyelidikan oleh IPOA dan BAPSC serta langsung memutuskan keluar dari organisasi.
Publik AS yang sempat berdemo dan Presiden AS , Barrack Obama, yang sempat menyatakan akan mengurangi jumlah PMC di medan perang ternyata tidak berpengaruh banyak.
Lagi-lagi muncul pernyataan negativ akibat sikap Blackwater yang seolah kebal hukum dan merasa memiliki ijin membunuh itu. .
Dalam bukunya, Blackwater : The Rise of the World’s Most Powerfull Mercenary Army, Jeremy Scahill menyatakan PMC merupakan pembunuh professional di dunia yang beroperasi tanpa takut kepada konsekuensi hukum tapi sekaligus masih merupakan kekuatan yang paling diminati khususnya di medan tempur yang diciptakan oleh AS.
Tapi petinggi Blackwater bukannya tidak menggubris terhadap reaksi IPOA dan BAPSC serta komentar negative yang terus bermunculan.
Untuk meredam imej dan prasangka buruk itu nama Blackwater pun diubah menjadi Xe. Namun, nama baru itu ternyata tak mampu mengubah perilaku karena para PMC Xe tetap saja melakukan tindakan di luar hukum.
Terlepas dari image sepak terjang PMC yang cenderung negatif pada kenyataannya keberadaan mereka justru makin dibutuhkan dan lembaga penyedia PMC pun terus bertambah hingga lebih dari 60 institusi.
Pemicu meledaknya bisnis PMC adalah peristiwa 9 Sepetember 2002 disusul Perang Irak (2003) dan ditambah oleh ‘’fatwa’’ Presiden George Bush yang memberikan ijin membunuh, License to Kill, bagi pasukan AS serta PMC yang bertugas dalam misi perang melawan terorisme.
Tapi jauh sebelum itu pada tahun 1985 militer AS memang telah membutuhkan kehadiran pihak sipil, Logistics Civil Augmentation Program (LOGCAP) untuk mendukung operasional militer.
Namun karena situasi yang berubah sipil bersenjata itu ternyata turut bertempur kendati dengan alasan membela diri. Ironisnya pihak yang paling membutuhkan tenaga PMC pada saat itu adalah lembaga dan sekaligus institusi yang menjadi otak strategi militer AS,
Pentagon. Pada era itu, Halliburton menjadi satu-satunya pemasok sekitar 3000 personel PMC bagi Pentagon dengan nilai kontrak mencapai angka 16 milliar dollar AS.
Pentagon rupanya tak hanya sekedar menyewa tenaga PMC tapi juga mengaturnya sehingga muncul semacam doktrin bahwa PMC memang harus ada di medan perang.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/25042018_tentara_20180425_192426.jpg)