Mantan Kadis PU dan Camat Sarolangun Jadi Saksi Sidang Kasus Perumahan PNS, Ini Keteranganya

Selanjutnya, Arif selaku Camat Sarolangun saat itu mengaku, hanya tahu tanah tersebut digunakan untuk perkantoran.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Deni Satria Budi
tribunjambi/mahreza
Sidang dugaan korupsi kasus perumahan PNS Sarolangung, menghadirkan mantan Kadis PU dan mantan Camat Sarolangun 

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Mareza Sutan AJ

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Mantan Kadis PU Sarolangun, Hendri Sastra dan mantan Camat Sarolangun, Arif dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan korupsi perumahan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Sarolangun tahun 2005, Senin (8/10/18).

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jambi tersebut, Hendri Sastra selaku Kadis PU saat itu membenarkan adanya rencana pembangunan perumahan dan perkantoran sejak 2003.

"Saya tahu, ada pembangunan itu. Tapi saya tidak banyak tahu tentang teknisnya," kata dia.

Baca: Sidang Dugaan Korupsi Perumahan PNS Sarolangun, Jaksa Hadirkan Lima Saksi

Menurut Hendri, karena Kabupaten Sarolangun masih relatif baru, sistem pembangunan saat itu belum benar-benar terstruktur.

"Waktu itu, kabupaten kita baru. Terus, ada wacana buat rumah dari Pak Bupati (Madel, red). Saat itulah, mulai dibangun," dia melanjutkan.

Dia mengaku tergabung dalam Panitia 9 yang turut rapat dalam rencana pembangunan itu. Tapi, Hendri mengaku tidak tahu banyak.

Baca: 10 Pemain Bola Terbaik yang Masuk Nominasi Ballon dOr 2018

"Pak Bupati hanya cerita visi-misinya, habis itu saya tidak pernah ikut lagi. Saya cuma tanda tangan," dia menyampaikan.

Kadis PU yang mengaku bertugas dari tahun 2000 hingga 2006 ini mengatakan, saat itu M Madel banyak bercerita tentang rencana pembangunan, termasuk pembangunan kompleks perkantoran dan perumahan PNS.

"Kebetulan kita kabupeten baru. Jadi, banyak pegawai negeri dari luar daerah," ujarnya.

Selanjutnya, Arif selaku Camat Sarolangun saat itu mengaku, hanya tahu tanah tersebut digunakan untuk perkantoran. Camat Sarolangun tahun 1999 hingga 2003 ini mengatakan, M Madel diangkat beberapa waktu setelah pemekaran Kabupaten Sarolangun.

Baca: Dinas Sosial Harapkan Anggaran Pembinaan Untuk Orang Gila dan Eks-PSK

"Saya diangkat tahun 1999 jadi Camat. Habis itu pemekaran. Tidak lama sudah itu, Pak Madel diangkat (sebagai bupati, red). Waktu itu Pak Madel disuruh pengadaan tanah, untuk perkantoran," jelasnya.

Saat itu, kecamatan yang menjadi tanggung jawabnya dipilih menjadi lokasi pembangunan kompleks perkantoran itu.

"Perintah yang saya dapat, saya ditugaskan untuk pengadaan tanah untuk perkantoran. Saya tidak tahu kalau ada rencana bangun perumahan setelahnya, saya tidak tahu," tuturnya.

Baca: Tiba di Jambi, Anggota Ikatan Motor Honda Jawa Barat, Tempuh 1000 KM

Dia ditugaskan untuk menyediakan tanah seluas 100 ha. Namun, hingga saat dia memerintah, hanya sekitar 70-80 ha tanah yang mampu dibebaskan oleh pemerintah.

"Sistemnya ganti rugi, Rp 2 juta per hektare. Perkiraan saya sekitar 70-80 hektare sudah dibayarkan. Itu yang saya tahu," katanya. Mengenai yang terjadi setelah masa jabatannya, dia tidak tahu.

"Tahun 2003, saya sudah tidak jadi camat. Tidak tahu lagi saya sudah itu," tutupnya.

Baca: FOTO: Hasil Lebih Menarik di Foto, Coba Ikuti Gaya Dalam Pengambilan Foto Diri ini

Untuk diketahui, kasus ini melibatkan Madel selaku mantan Bupati Sarolangun, Joko Susilo selaku mantan Ketua Koperasi Pemkasa dan Ferry Nursanti selaku rekanan.

Perbuatan ketiga terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Secara subsidair, perbuatan ketiga terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca: Ternyata ini Beda Paspor 24 Halaman dengan Paspor 48 Halaman, Kamu Mesti Tahu

Kasus ini turut menyeret sejumlah nama, di antaranya Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Sarolangun, Hasan Basri Harun (HBH), dan Ade Lesmana Syuhada.

Diberitakan sebelumnya, kasus perumahan PNS Sarolangun merupakan pembangunan rumah 600 unit sesuai perencanaan. Namun, yang terealisasi hanya 60 rumah. Temuan BPK (Badan Pemetiksa Keuangan) menemukan adanya dugaan korupsi pada pelepasan hak atas aset berupa tanah milik Pemerintah Kabupaten Sarolangun yang luasnya 241.870 meter persegi dengan nilai Rp12,09 miliar.

Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Edi Pramono ini akan kembali digelar Kamis (11/10/18) mendatang, masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. (*)

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved