Pasukan ini Hidupnya Untuk Berperang, Aksinya Bakal Buat Musuh Melongok dan Berujung Tewas

Dalam sejarah militer, orang Gurkha adalah legenda. Dalam kisah peperangan, Gurkha adalah sosok prajurit yang menakutkan dan dianggap

Editor: Andreas Eko Prasetyo
national geographic
pasukan Gurkha 

"Mengapa kamu tidak lari seperti kawan-kawanmu?" tanya orang-orang liar dari kaki Pegunungan Himalaya itu. Young dengan tenang menjawab, "Saya sengaja datang dari jauh bukan untuk lari kembali setelah bertemu dengan musuh!" Terkejut mendengar jawaban itu, Young kemudian ditangkap dan malah diperlakukan dengan terhormat. Selama ditahan, Young berkenalan dan mencoba mempelajari adat kebiasaan orang-orang Gurkha itu. Lama-kelamaan hubungan mereka berkembang mesra. Akhirnya, pada suatu saat orang-orang liar itu justru berkata, "Kami bersedia bekerja dan mengabdi terhadap orang-orang seperti Anda."

Orang-orang Gurkha kemudian membebaskan Letnan Frederick Young. Ketika pada tanggal 25 April 1815 gubernur jenderal Inggris di India meresmikan berdirinya Batalion Pertama Gurkha, Young dipercaya untuk menjadi komandannya dan sekaligus merekrut orang-orang Gurkha itu. "Saya dulu ke sana seorang diri. Kini saya kembali dengan 3.000 prajurit," ujar Young bangga.

Baca: Telkom Tawarkan Beragam Keuntungan untuk Pelanggan IndiHome Paket Gamer

Dari tenaga sukarela pertama ini, Batalion Sirmoor di Dehra Dun terbentuk. Di sinilah awal orang Gurkha membentuk dirinya menjadi tentara perang yang piawai. Sejak saat itu, orang Gurkha selalu dihadirkan ke kancah-kancah perang yang sulit dan keras. Entah sebagai prajurit Inggris, entah sebagai prajurit India. "Mereka menjadi prajurit perang sejati, siap bertempur di bawah bendera negara yang memanfaatkannya," ujar seorang opsir senior Inggris.

"Berapa umurmu? Apakah kamu bersedia mati membela raja dan negaramu?"

Cuma dua pertanyaan ini yang selalu diajukan kepada seorang Gurkha yang berniat masuk menjadi prajurit. Lewat dua pertanyaan sederhana itu, mulailah pemuda-pemuda Gurkha usia sekitar 15 tahun meninggalkan kampung halamannya di India (saat itu Nepal belum merdeka) dan pergi ke luar negaranya untuk mengabdi kepada negara lain yang menghargai kemampuan perangnya hingga usia sekitar 40-an tahun.

Orang Gurkha selalu dijadikan prajurit yang menjadi ujung tombak peperangan. Orang Gurkha kurang menyukai kelas dan buku pelajaran, karenanya mereka akan lebih tepat dididik langsung di medan laga. Jadikan mereka prajurit pelacak, penyergap, atau pasukan komando kecil. Tempatkan mereka di medan laga yang paling berbau mesiu. Tunjuk dan tugasi mereka mendatangi lokasi musuh, kalau perlu mereka sanggup menatap mata musuh-musuhnya sambil mengayukan kukri ke lambungnya. Pertempuran jarak dekat satu lawan satu adalah spesialisasi prajurit Gurkha. Tapi mereka juga terkenal mahir menggunakan senapan panjang yang bisa dikendalikan bidikannya. Perlengkapan prajurit Gurkha memang amat sederhana. Cukup sebuah senapan panjang, sebuah bayonet, dan sebilah pisau kukri. Tidak perlu senjata canggih dan berat lainnya.

Baca: Kisah & Kepercayaan Prajurit TNI yang Bikin Merinding, Bisa Mati Tertembak Bila Ambil Senjata Musuh

Membiayai prajurit Gurkha juga amat mudah bin gampang. Mereka tak pemilih dan memakan segala makanan, kecuali daging sapi. Suhu udara sepanas gurun atau sebeku kutub bukan alangan bagi prajurit Gurkha untuk beraksi. Orang-orang dari kaki Pegunungan Himalaya ini memang sudah terbiasa hidup di segala cuaca. Barangkali karena itulah pemerintah Singapura hingga saat ini masih tetap mempertahankan resimen Gurkha dalam jaringan keamanan negaranya. Bahkan pernah santer diberitakan, Papua Nugini pun berniat memanfaatkan kebolehan para prajurit Gurkha untuk menjaga keamanan negaranya.

Ketika PD I meletus, hampir semua pasukan India dan Gurkha diboyong Inggris untuk menghadapi bala tentara Jerman di medan tempur Eropa. Bersamaan dengan itu, pengadaan tentara sukarelawan bertambah banyak. Jumlah prajurit Gurkha pun terus membengkak sampai menjadi 38 batalion.

Di kancah pertempuran Eropa inilah pasukan Gurkha dan tentara India mendapat pengalaman baru di medan tempur. Paling tidak mereka menjumpai tempat, kondisi, dan iklim yang relatif belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Yakni kombinasi musim dingin dengan curah hujan agak tinggi yang menyebabkan medan tempur berlumpur. Ini terutama didapati di medan tempur Barat.

Di kancah inilah terlihat perbedaan penampilan dan daya tempur pasukan India dan Gurkha. Sementara pasukan India nyaris putus asa menghadapi ganasnya medan, gerombolan Gurkha dengan mudah dapat mengatasi kesulitan alam ini.

Baca: Begini Saran Kaum Millenial Jadikan Sungai Batanghari Wisata Jambi

Sebuah ilustrasi bisa dikemukakan sehubungan dengan keberanian dan keandalan serdadu Gurkha. Batalion 2 dari Resimen II Gurkha yang bertugas di Desa Neuve Chapelle, Prancis, bulan November 1914, membuktikan citra kegagahberanian mereka. Baru tiba tiga hari di tempat itu, mereka dihujani bom oleh pasukan artileri Jerman yang mendapat dukungan infanteri. Dengan cepat Gurkha mulai menyusun strategi pertahanan, namun belum sampai terbentuk keburu dihujani meriam Jerman.

Korban yang jatuh di pihak Gurkha banyak. Tak terbayangkan, bagaimana nasib mereka karena setiap saat pasukan Jerman bisa datang dan membumihanguskan sisa-sisa anggota batalion Gurkha yang sudah porak poranda. Tapi untung, keadaan itu diselamatkan oleh beberapa perwira dan batalion pasukan Inggris yang berhasil mengumpulkan prajurit Gurkha di mana bisa ditemukan dan kemudian membentuk pertahanan. Meskipun di pihaknya 38 tentara tewas, termasuk tujuh tentara Inggris, usaha ini mampu mengurangi keganasan serangan Jerman. Ternyata cara ini membantu menaikkan moral para serdadu Gurkha untuk melakukan cara baru penyerangan. Terbukti, akhirnya mereka dapat merebut posisi yang semula diduduki Jerman terserbut.

Keberhasilan Gurkha bertahan sampai kemudian menang di Neuve Chapelle menjadi inspirasi rekan-rekannya sebatalion yang berada pada posisi La Qinque Rue. Hampir semua anggota regu tersebut musnah oleh ledakan bom ranjau Jerman. Tapi regu pendampingnya tetap gagah berani mempertahankan posnya. Mengetahui kalau yang mempertahankan pos tersebut hanya satuan pendamping, Jerman semakin mengeksploitasi serangannya. Korban Gurkha dan pihak Inggris mencapai 152 orang, dalam pertempuran yang berlangsung selama 48 jam sebelum Gurkha menyerahkan posisi itu kepada batalion lain.

Akhirnya, pada bulan November 1915 batalion 2 tersebut ditarik dari Prancis. Setelah dihitung, 177 tentara Gurkha tewas sementara 825 terluka. Meski jumlah itu merupakan kehilangan besar, toh di Nepal pendaftaran dan pendidikan tentara baru bisa dilakukan dengan cepat. Tenaga baru ini siap setiap saat dikirim ke medan perang menggantikan teman-temannya.

Di medan PD I itu pengalaman memang bisa disebut komoditi yang bisa didapat dengan mudah, meski bagi Gurkha harus dibayar dengan sangat mahal.

Baca: Teriak Takbir! Anggota Kopassus Pemberani ini Relakan Nyawanya dengan Tarik Pin Granat ke Arah Musuh

Halaman
1234
Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved