Operasi Trikora, Kopassus Lakukan Penerjunan Udara Paling Nekat di Dunia, Bikin Ciut Nyali Belanda
Kisah misi penerjunan udara dalam Operasi Trikora dalam rangka membebaskan Irian Barat dari Belanda
TRIBUNJAMBI.COM - Kisah misi penerjunan udara dalam Operasi Trikora dalam rangka membebaskan Irian Barat dari Belanda menjadi satu diantara misi spektakuler.
Misi ini disebut juga misi paling berbahaya dan paling nekat di dunia.
Tribunjambi.com melansir dari Intisari pada tahun 1960-1963 dalam upaya merebut wilayah Irian Barat (Papua) yang masih dikuasai oleh Belanda, Indonesia memutuskan untuk menempuh perjuangan secara militer dan diplomatik.
Perjuangan secara militer ditempuh melalui pengerahan kekuatan TNI/ABRI dan Polri secara besar-besaran. Sedangkan upaya diplomatik ditempuh melalui meja perundingan PBB.
Untuk melaksanakan operasi militer dalam skala besar yang harus diberangkatkan dari pulau Jawa, pemerintah RI mengerahkan semua kekuatan pasukan yang dimiliki sehingga sampai mengerahkan pasukan cadangan.
Baca: 3 Menit Tumpas Pembajakan Pesawat, Ini Kelebihan Kopassus Dibanding Pasukan Israel dan Navy Seal
Awal operasi militer dimulai dengan infiltrasi (penysupan) lewat laut dan udara oleh pasukan-pasukan khusus yang sudah terlatih.
Ketika TNI bermaksud melakukan operasi penyusupan pasukan lewat udara menggunakan 3 pesawat C-130 untuk menerjunkan pasukan, awalnya ternyata muncul kendala.
Pasalnya saat itu (1962) tidak ada perwira berpangkat mayor yamg berani memimpin operasi penerjunan.
Pasukan penerjun (airborne) yang diterjunkan berkekuatan satu kompi dan harus dipimpin oleh perwira berpangkat mayor.
Alasan ketidakberanian itu memang masuk akal karena selain Irian Barat masih merupakan hutan lebat yang masih perawan, data intelijen untuk operasi militer berisiko tinggi itu juga sangat minim.
Data intelijen yang ada hanya sebuah peta tua Irian Barat buatan Belanda tahun 1937, dengan keterangan semuanya menggunakan bahasa Belanda sehingga operasi penerjunan udara di Irian Barat menjadi seperti misi bunuh diri (one way ticket).
Oleh karena itu sangat wajar jika tidak ada perwira TNI berpangkat mayor yang berani memimpin pasukan.
Baca: Hal Ini yang Membuat 1 Prajurit Khusus Denjaka Sama dengan 120 Anggota TNI Biasa
Karena secara moral dan komando, ia harus bertanggung-jawab terhadap misi tempur yang sangat berisiko tinggi itu.
Apalagi komandan Operasi Trikora, Mayjen Soeharto sudah menekankan operasi penyusupan ke Irian Barat akan mengakibatkan 60% pasukan gugur dan yang bisa kembali hanya 40% dalam kondisi luka atau sakit.
Para komandan di era PD II seperti Jenderal Douglas MacArthur yang pernah bertempur melawan pasukan Jepang di Irian Barat bahkan menegaskan operasi penerjunan udara di Irian Barat yang masih berhutan lebat tidak masuk akal.
Pasalnya pasukan penerjuan yang mendarat di hutan lebat bisa tewas semua karena terbentur serta nyangkut di pohon tinggi dan sangat sulit untuk melakukan koordinasi.
Baca: Rumah Anggota Kopaska TNI AL Disatroni Komplotan Maling, Begini Akhir Nasib Para Pencuri itu
Tapi dalam kondisi tidak ada perwira berpangkat mayor yang tidak berani memimpin operasi penerjuan di Irian Jaya, seorang perwira yang dikenal sangat berani dan sekaligus nekat, Kapten Benny Moerdani menyatakan kesanggupannya untuk memimpin pasukan.
Namun karena Benny masih berpangkat kapten, para komandan Operasi Trikora tidak bisa menugaskan Benny untuk memimpin pasukan penerjun dari RPKAD yang sekarang berganti nama menjadi Kopassu yang berkekuatan satu kompi.
Akhirnya disebabkan hanya Kapten Benny Moerdani yang berani memimpin pasukan penerjun, para petinggi Operasi Trikora lalu menaikkan pangkat Benny menjadi Mayor.
Mayor Benny Moerdani yang kelak bisa menjadi Panglima TNI pun siap melaksanakan misi militer penuh resiko dengan sandi Operasi Naga.
Baca: Dadang, Pria yang Fotonya Ada di Bungkus Rokok Protes. Cuma Ingin Perhatian, Walaupun Sedikit.
Pada 23 Juni 1962 sebanyak 213 pasukan penerjun RPKAD dipimpin Mayor Benny dan diangkut dengan pesawat C-130 Hercules melaksanakan operasi airborne paling berani di dunia dan memang mengalami semua kejadian yang telah diprediksi.
Semua pasukan yang rencananya mendarat di pinggir pantai ternyata mendarat di tengah hutan lebat dan hampir semuanya nyangkut di pohon.
Sejumlah orang pasukan RPKAD langsung gugur karena terbentur pohon dan mendarat di rawa serta langsung tenggelam.
Semua pasukan juga sulit melakukan konsolidasi dan harus bertempur melawan pasukan Belanda dalam kondisi kurang makan dan logistik tempur.
Tapi Operasi Naga dan juga operasi tempur lainnya yang melibatkan semua unsur kekuatan terbilang sukses karena Irian Barat akhirnya kembali ke pangkuan RI pada 15 Agustus 1962.
Sebanyak 36 pasukan gugur dan 20 orang lainnya hilang sehingga korban pasukan Operasi Naga tidak mencapai 60% dan hanya sekitar 25%, angka prosentasi lebih baik dari yang semula diperkirakan.
Pasukan Belanda sendiri bahkan pasukan payung di berbagai belahan dunia memuji operasi penerjunan udara pasukan TNI di Irian Barat merupakan misi paling berani dan nekat di dunia.
Pasalnya semua pasukan berani terjun di kawasan ‘antah berantah’ karena alamnya masih sangat liar.
(Sumber : Benny Moerdani Yang Belum Terungkap, Tempo, PT Gramedia 2015. Operasi Udara Dalam Operasi Trikora, TNI AU, Pusjarah TNI)