Liputan Eksklusif

VIDEO: Ribuan Jiwa Krisis Air Bersih di Nipah Panjang, Beli Air Galon Pakai Perahu

"...mulai pening nyari air di mano. Biaklah kami listrik dibatasi dari pado air bersih susah nyarinyo," tambahnya.

Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Senyum semringah mendadak terlihat di wajah warga Desa Nipah Panjang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Saat itu, Minggu (1/7), hujan lebat mengguyur desa.

Sejak bertahun tahun, sebagian masyarakat di Nipah Panjang, khususnya di pinggiran laut, bergantung air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hingga kini, masyarakat setempat belum bisa menikmati air bersih karena tak ada sumber air. Hal hasil masyarakat pun memanfaatkan air hujan dan juga air laut untuk keperluan sehari-hari.

"Kalau air hujan untuk minum, kalau air laut atau air Sungai Batanghari cuma bisa untuk mencuci, karena warnanya coklat," kata Pardianti, warga RT 02, Kelurahan Nipah Panjang Satu, Kabupaten Tanjabtim kepada tribunjambi.com.

Pardianti mengaku, saat musim kemarau, mau tak mau harus membeli air galon Rp 10 ribu. "Kalau lagi dak ado yang jual, nitip samo orang belinyo pakai perahu," ungkapnya.

"Kalau musim kemarau susah nyari air, mulai pening nyari air di mano. Biaklah kami listrik dibatasi dari pado air bersih susah nyarinyo," tambahnya.

Sama halnya dikatakan Marta. Sejak pemekaran Tanjung Jabung, keluarganya tak pernah lagi mendapatkan air bersih, dini kini bergantung dengan air hujan.

"Dulu ado, cuman sudah dak ngalir lagi. Pakek air hujan atau air sungai lah ni, baju putih pada coklat semua," katanya.

Untuk mengambil air hujan, Marta mengaku diambil melalui atap rumahnya. Kemudian dialiri melalui pipa dan ditampung dengan bak mandi.

Baca: Di Km 90 Ada Pemandangan Gunung, Sepeda Antarkan Bayu Jadi Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Baca: Krisis Air Bersih di Nipah Panjang I, Kepala UPTD SPAM Tanjabtim Beberkan Kendala yang Dihadapi

Baca: Percakapan Jokowi dengan Usman Ermulan Menarik Perhatian, Kopi Liberika Tampil di ASAFF

"Tapi tunggu sekitar 15 menit, kalau langsung ditampung air hujanyo pasti kotor, karena atap berdebu dan banyak pasir," jelasnya.

Melihat situasi ini terus memprihatinkan, Marta berharap Pemerintah memberikan solusi karena akan berdampak dengan kebutuhan sehari harinya.

"Yo selamo ni dak ado perhatian, minimal adolah bantuan air bersih khususnya musim kemarau, ini dak ado nian," katanya.

"Kalau hujan senang nian kami rasonyo, air biso dapat minimal untuk duo tigo hari ke depan," tambah Marta.

Kepala Lurah Nipah Panjang Satu, Wazri, saat dikonfirmasi pada Senin (2/7) mengatakan saat ini masyarakatnya masih bergantung dengan air hujan dan air Sungai Batanghari. Pasalnya, belum ada ketersediaan air bersih oleh pemerintah setempat.

"Air PAM belum ngalir ke situ, kapasitas air katonyo belum mencukupi makonyo masih banyak dapat air bersih," katanya.

Wazri mengaku setidaknya ada 1.100 kepala keluarga (KK) yang kini masih bergantung air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.

"Kalau air sungai untuk mandi sama cuci baju saja, karena airnya tidak bagus untuk dikonsumsi," ungkapnya.

"Kalau di Nipah Panjang Dua sebagian sudah teraliri, tapi dipinggiran laut banyak yang belum," katanya.

Beruntung, Warzi mengatakan bahwa saat ini kondisi air sungai batanghari tak bercampur dengan air laut. "Biasanya bercampur air laut kalau sudah musim kemarau. Kalau sudah bercampur dak biso digunakan," tuturnya.

Warzi mengaku bahwa pihaknya sudah berulang kali mengajukan keluhan ini kepada Pemda dan Pemprov Jambi, namun nyatanya belum membuahkan hasil.

Baca: Ada 17 Perempuan, Pendaftaran Calon Anggota Panwaslu Capai 153 Peserta

"Ya meskipun masyarakat diuntungkan dengan adanya penjualan air galon, tapi kalau beli terus kasihan mereka. Kalau tidak mereka mandi air asin," ujarnya.

Menurutnya, perlu satu hingga dua tower dengan kapasitas besar dari PAM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Nipah Panjang Satu dan Dua dengan total sekitar 3.000 KK.

"Kalau bisa buat sumur bor satu. Tapi dengan kedalaman sampai 300 meter baru bisa dapat air bersih. Kalau masih dibawah tu tetap saja airnya kotor," tuturnya.

Minim anggaran

Kepala UPTD SPAM Kabupaten Tanjabtim, Ahmad Fauzan, menjelaskan bahwa terbatasnya ketersediaan air dan minimnya anggaran menjadi penyebab mengapa masih ada beberapa desa di Tanjabtim belum teraliri air bersih.

"Kita terus melakukan pembenahan, pelan pelan kita optimalkan. Sekarang yang terpasang saja kita masih berusaha melakukan pengoptimalan, itu yang kami prioritaskan dulu," jelasnya.

Menurutnya, jika dipasang jaringan pipa didaerah sana, dikhawatirkan aliran airnya tidak akan optimal.

"Bisa kita pasang pipanya, tapi takutnya airnya tidak mengalir, itu kendala kita selama ini," jelasnya.

Ahmda Fauzi mengklaim, beberapa daerah yang sudah dialiri air bersih diantaranya Sabak Barat, Sabak Timur, Rantau Rasau, Sadu, Nipah Panjanh Dua, Geragai, Mendahara ilir dan Ulu.

"Tapi itu tidak semua satu desa terakiri penuh, ada sebagian rumah disatu desa belum kita aliri, karena beberaoa faktor," jelasnya.

Baca: Saksi Sani-Izi Tolak Tandatangani Berita Acara Rapat Pleno Rekapitulasi Suara

Air sungai tak layak digunakan

Kepala Bidang Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup Tanjabtim, Erwita, mengatakan Sungai Batanghari di wilayah Nipah Panjang dan sekitarnya dipastikan tidak layak digunakan.

Tingginya pencemaran lingkungan akibat sampah masyarakat menjadi penyebab utama. "Air disana tidak layak digunakan, baik untuk mandi ataupun minum, warnanya saja coklat," katanya.

"Sungai Batanghari di sana itu paling ujung, jadi sampah atauapun bahan kimia dari daerah lain seperti Kota Jambi, Tebo dan Merangin pasti akhirnya mengalir sampai di sini," katanya.

Sementara itu, Kabid UKM Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjabtim, Jamanuddin, menegaskan bahwa air hujan layak dikonsumsi oleh manusia asalkan tak ada yang menghalang air tersebut jatuh dari atas awan.

"Kalau terkontaminasi seperti kena atap rumah itu sudah tidak steril lagi. Pasti tercampur debu dan kotoran, itu berbahaya," katanya.

Menurutnya, mengonsumsi air hujan dengan tidak steril bisa menyebabkan beberaoa gangguan penyakit seprti diare, rematik dan tipes.

"Keluhan masyarakat kalau berobat itulah paling banyak, karena mengonsumsi air hujan," tuturnya.

Jamanuddin mengaku pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya dipesisir pantai bagaimana tata cara memanfaatkan air hujan yang baik.

"Khusus air sungai jelas tidak baik digunakan, paling untuk mencuci baju, itupun bisa berdampak buruk dan bisa terkena penyakit kulit dan gatal gatal," katanya.

Baca: Irwandi Yusuf Ternyata Dokter Hewan, Begini Karier saat Muda yang Tak Banyak Diketahui Orang

"Yang jelas jika mau mengonsumsi air hujan, masyarakat harus memasak hingga 100 derajat. Kalau tidak masih ada bakteri," tambahnya.

Untuk kasus penyakit paling tinggi di Tamjabtim, Jamanuddin mengaku yakni Stroke, darah tinggi, kencing manis, penyakit kulit dan ISPA.

"Intinya masyarakat jangan sembarangan membuang sampah, dan jalanilah hidup bersih, itu akan meminimalisir penyakit yang datang" katanya. (tim)

Baca: Zumi Zola Nginap di Rutan KPK Tambah Lama 30 Hari Lagi, Ternyata Ini Alasannya

Baca: Jubir KPK Ungkap Alasan Perpanjangan Masa Penahanan Zumi Zola

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved