Mau Tahu Cara Mengitung Bulan Untuk Menetapkan Idul Fitri, Simak Penjelasan Berikut

Inilah rahasia bagaimana menghitung bulan untuk menetapkan awal bulan puasa dan hari Lebaran. Terdapat 305 tempat di Indonesia

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Shutterstock
Suhu udara di sepanjang bulan Ramadhan di sebagian besar wilayah Arab Saudi bisa mencapai 65 derajat celsius. 

Sebagian hanya memanfaatkan ilmu-ilmu tersebut untuk membantu mempermudah  pelaksanaan rukyat hilal, dengan cara mencari data ketinggian dan arah hilal serta mengancang-ancang berapa lama hilal berada di atas horizon setelah matahari terbenam.

Kelompok ini dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan tetap berpegang pada hasil rukyat.  Artinya, walaupun hilal menurut perhitungan sudah mungkin dapat dilihat, tapi dalam kenyataannya tidak seorang pun dapat melihatnya, maka awal atau akhir Ramadhan ditetapkan lusanya, bukan keesokan harinya.

Baca: Tarif Internet Bakal Naik, Indosat Ooredo Sudah Naik Pekan Lalu. Ini Tanggapan Operator Lain

Sebagian lainnya memandang bahwa perhitungan yang akurat dapat dijadikan penentu awal dan akhir Ramadhan. Kelompok ini tidak lagi melakukan rukyat untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan.

Kelompok ini paling melakukan "rukyat" untuk melakukan penelitian dalam rangka mengecek dan menyempurnakan data dan sistem perhitungan mereka.

Baca: Baper Massal, Lihat Bintang Laga The Rock Lakukan Ini Sementara Pacarnya Sedang Menyusui

Data dan sistem perhitungan bulan yang berkembang dan dipergunakan oleh umat Islam Indonesia sampai sekarang masih berbeda-beda.

Ada yang masih mempergunakan data dan sistem yang dikembangkan pada abad ke XV M, dengan data tetap dan koreksi yang sederhana, sementara sudah ada pula yang mempergunakan data kontemporer yang diambil dari lembaga-lembaga astronomi intemasional dengan perhitungan matematika mutakhir.

Sudah barang tentu, hasil dari data dan sistem yang berbeda-beda ini akan memperoleh hasil yang berbeda pula, yang pada suatu waktu dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda, seperti tahun 1992 dan 1993, bahkan untuk Lebaran tahun 1994 ini.

Perbedaan hasil rukyat dan perhitungan

Dengan adanya bermacam-macam sistem penentuan awal dan akhir Ramadhan seperti di atas, baik sistem dalam rukyat hilal maupun dalam perhitungan, kemungkinan adanya perbedaan akan sangat besar.

Kemungkinan perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan antara hasil rukyat dan hasil perhitungan, namun juga karena perbedaan intern dalam sistem rukyat atau intern sistem perhitungan itu sendiri.

Baca: 10 Kali Terbang, Gadis Cantik Ini Meninggal Setelah Take Off Terbang Layang di Gunung Banyak

Kita ambil contoh perbedaan Lebaran tahun 1993. Di kalangan ahli perhitungan itu sendiri ada dua macam. Pertama perhitungan yang mempergunakan data dan metode kontemporer, seperti perhitungan yang dikemukakan oleh ITB, Planetarium Jakarta, Badan Meteorologi & Geofisika, dan beberapa ormas Islam.

Perhitungan ini menyatakan bahwa pada hari Selasa, 23 Maret 1993 bertepatan dengan tanggal 29 Ramadhan 1413 H, bulan masih di bawah ufuk, tidak mungkin terlihat.

Sementara perhitungan yang bersumber pada tabel astronomis Sultan Ulugh Beyk Assamarqandi (wafat 1438 M - yang masih banyak pemakainya di Indonesia) menyatakan bahwa pada hari itu bulan sudah di atas ufuk.

Dalam kenyataannya, pada hari Selasa tersebut, ada beberapa orang yang melaporkan telah melihat bulan. Laporan tersebut diterima oleh satu pihak namun ditolak oleh pihak lainnya.

Alasan yang menerima hasil rukyat adalah bahwa laporan tersebut sesuai dengan hasil perhitungan menurut tabel Ulugh Beyk, sementara yang menolak beralasan bahwa laporan itu tidak sesuai dengan hasil perhitungan kontemporer dan ilmu pengetahuan modern.

Baca: Pencalonan Amien Rais jadi Capres, Disebut Suryo Prabowo, Sama Saja Menghendaki Jokowi Menang

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved