Birokrasi Tambang Amburadul, KPK Endus Sarolangun dan Bungo

KPK juga telah mengendus ketidakberesan pengelolaan izin pertambangan, termasuk tunggakan utang royalti.

Penulis: bandot | Editor: Nani Rachmaini
zoom-inlihat foto Birokrasi Tambang Amburadul, KPK Endus Sarolangun dan Bungo
net
Ilustrasi

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA -Tata kelola perizinan pertambangan di Provinsi Jambi masih amburadul. Bahkan, berdasar temuan KPK, tersirat birokrasi pertambangan di instansi terkait masih bandel. KPK juga telah mengendus ketidakberesan pengelolaan izin pertambangan, termasuk tunggakan utang royalti.

Berdasar catatan KPK terhadap hasil koordinasi supervisi dan pencegahan korupsi di Jambi, masih ditemukan 11 permasalahan, empat di antaranya belum ditindaklanjuti. Baru dua ditindaklanjuti, dan tiga masih dalam proses perbaikan. KPK langsung memberikan tenggat pemberesan semua masalah per 31 Desember 2014.

Dalam catatan KPK, ketidakberesan penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tersebar di Pemprov Jambi, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Bungo. Kepala BPKP Jambi, Edy Mulya mengatakan hasil koordinasi dan supervisi yang belum ditindaklanjuti di antaranya pemegang IUP eksplorasi tidak mereklamasi areal ekstraksi sesuai perundangan.

Lalu penciutan dan pengajuan IUP tidak sesuai aturan, tumpang tindih IUP lama dengan IUP baru dengan komoditas berbeda, dan terdapat indikasi penerbitan IUP tidak sesuai kewenangan.
Sedangkan masalah dalam proses pemberesan di antaranya kurang setor PNBP sebesar Rp 1,5 miliar dan kekurangan PNBP tahun 2013 sebesar US$ 194 ribu dan telah ditagih.

"Selain itu, inspektur pertambangan telah dilibatkan dalam melakukan pengawasan secara terpadu," kata Edy. Tak hanya Pemprov Jambi, temuan ketidakberesan juga terdapat di Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Sarolangun. Di Sarolangun menurut Edy, 7 IUP tumpang tindih dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) antara PT Intirta Primasaakti dan PT Sarwa Sembada Karya Bumi.

Sehingga berpotensi terjadi saling Klaim wilayah antara pemegang IUP dan kedua perusahaan itu. Besaran iuran tetap sulit untuk ditetapkan masing-masing pemegang IUP. Pun, masih ada 16 IUP berada di kawasan hutan yang belum memperoleh izin pinjam pakai atas kawasan hutan. "Akibatnya tidak adanya pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan hutan yang ditimbulkan usaha pertambangan dan berpotensi terjadinya kerugian negara," kata Edy.

Kemudian terdapat 16 pemegang IUP operasi produksi belum memasang patok batas wilayah izin usaha pertambangan. Ada PNBP belum dibayar oleh beberapa pemegang IUP atas landrent sebesar Rp 4 miliar dan USD 1,02 juta dan royalti atas penjualan batubara sebesar 951 ribu metrik ton. Akibatnya menurut Edy, tertunda realisasi penerimaan negara.

KPK juga menilai Pemda Sarolangun tak mencatat dan mengawasi realisasi produksi dan penjualan hasil tambang. Sehingga data royalti dan produksi batubara belum disajikan dengan valid. Artinya, jumlah produksi yang dilaporkan dan dibayar royaltinya tak dapat diyakini kebenarannya. KPK juga menyorot soal angkutan batubara di Sarolangun yang tak melalui jalur khusus.

KPK juga mencatat ada pemegang IUP tambang tak melaksanakan reklamasi pascapenambangan. Rinciannya, tak melaksanakan reklamasi sebanyak 3 IUP, tak menempatkan dana jaminan reklamasi 52 IUP, tak menempatkan jaminan pasca tambang 57 IUP dan tidak menyampaikan rencana reklamasi sebanyak 44 IUP.

Di Kabupaten Bungo terdapat tunggakan royalti PT NTC senilai Rp 4,5 M. Terdapat PNBP belum dibayar senilai Rp 4,8 M. Masih terdapat 4 IUP di kawasan hutan produksi belum dicabut. Yakni PT Gemari Bumi Pusako, PT Satria Gilang Mandiri, PT Vipronity power energy dan PT sinar Super Indah. KPK juga mencatat PT Nusantara Termal Coal tak memiliki legalitas penambang.

Kepala Inspektorat Provinsi Jambi Hefni Zen mengatakan, untuk temuan di Pemprov iuran tetap IUP eksplorasi dan PNBP sebesar Rp 1,5 miliar dan potensi kekurangan PNBP tahun 2013 sebesar USD194 ribu telah dilakukan penagihan. "(Dan) diserahkan ke Kantor Pelayanan Keuangan Negara," kelit Hefni.
Untuk pemegang IUP yang tidak melakukan kewajiban reklamasi dan penciutan pengajuan IUP tidak sesuai aturan juga telah ditindaklanjuti. "Telah dilakukan evaluasi dan monitoring terhadap dokumen PT Jambi Gold yang belum melakukan penggalian atau pembuatan saluran sehingga belum ada areal yang harus direklamasi, dan IUP nya sudah dicabut," kata Hefni.

Pemprov sebutnya, juga telah melakukan penciutan dan pencabutan IUP yang tidak sesuai dengan kewenangan. Inspektur Kabupaten Sarolangun Emilia Sari mengatakan tindak lanjut terhadap temuan KPK di bidang pertambangan juga telah dilakukan di antaranya, telah dilakukan penciutan 6 IUP yang tumpang tindih dan telah dilakukan pencabutan 1 IUP.

Untuk 16 izin usaha pertambangan berada di kawasan hutan yang belum peroleh izin pinjam pakai telah dibuat surat edaran kepada pemilik IUP untuk bekerja di dalam kawasan hutan sebelum ada izin. "16 IUP terdapat 2 perusahaan telah memiliki izin, selain itu 1 perusahaan telah dilakukan penciutan IUP dan 2 perusahaan dicabut IUP nya," katanya.

Apa kata bupati Sarolangun dan Bungo? Simak selengkapnya di koran Tribun Jambi edisi hari ini, Sabtu (22/11).

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved