Terjungkal Karena Reformasi 1998, Para 'Penghianat' yang Ditolak Soeharto Sampai mati
"Lebih dari itu, ia merasa dikhianati. Ia ditinggalkan oleh teman-teman dan mereka yang ia percaya selama ini. Itu melukai perasaannya,"
Terjungkal Karena Reformasi 1998, Para 'Penghianat' yang Ditolak Soeharto Sampai mati
TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Presiden Soeharto mungkin tak bakal melupakan rentetan peristiwa reformasi 1998 yang akhirnya ikut menjungkalkannya dari kursi kekuasaan.
Pada Mei 1998, dia juga merasa ditinggalkan sebagian lingkaran kepercayaannya selama ini.
Baca: Sosok yang Dulu Pernah Menampar Soeharto, Nasibnya Menjadi Tragis Kala Pak Harto Jadi Presiden
Baca: Video Veronica Tan, Mantan Istri Ahok Main Cello Diiringi Biola Putrinya Untuk Indonesia Bersatu
Baca: Presiden Soekarno Diisukan Tinggalkan Harta Warisan di Swiss & Manado, Bagaimana Kebenarannya?
"Lebih dari itu, ia merasa dikhianati. Ia ditinggalkan oleh teman-teman dan mereka yang ia percaya selama ini.
Itu melukai perasaannya," ucap Jusuf Wanandi, dalam buku Menyibak Tabir Orde Baru, Memoar Politik Indonesia 1965-1998.
Pada 15 Mei 1998, dia baru saja kembali dari Kairo, Mesir, untuk acara Konferensi 15 Negara Islam.

Beban pikiran Soeharto bertambah dengan penolakan 14 Menteri Kabinet Pembangunan VII untuk masuk Kabinet Reformasi. Di antaranya, Akbar Tandjung dan Ginandjar Kartasasmita yang sebelumnya dianggap sebagai orang loyal.
Hal itu membuatnya berpikir bahwa dirinya sudah tak diperlukan dan dicampakkan.
"Para menteri itu munafik. Di antaranya Ketua DPR Harmoko," tulis Jusuf, yang merupakan pentolan tanki pemikir Centre for Strategic and International Studies (CSIS) itu.'
Baca: Lowongan Kerja 2019 - PT Amerta Indah Otsuka Rekrut Karyawan Baru, Pendaftaran hingga 30 April 2019
Baca: Tata Cara, Niat, Waktu, Jumlah Rakaat, hingga Penempatan Qunut di Salat Witir
Kenapa Harmoko?
Beberapa bulan sebelumnya, mantan Menteri Penerangan itu mengatakan kepada Soeharto bahwa, berdasarkan hasil Safari Ramadan ke sejumlah daerah, rakyat menganggap tidak ada tokoh lain yang dapat memimpin negara kecuali Soeharto.
Padahal, Soeharto sebelumnya sudah memiliki niat untuk lengser. Tapi gara-gara Harmoko, niatnya urung diwujudkan. Setelah kerusuhan Mei, dia mengatakan sebaliknya.

Kamis, 16 Mei 1998, Harmoko serta pimpinan DPR/MPR lainnya sempat bertemu Soeharto di Cendana. Mereka membicarakan kondisi Indonesia dan desakan rakyat agar Soeharto mundur.
Harmoko bahkan sempat menanyakan langsung kepada Soeharto.
"Ya, itu terserah DPR. Kalau pimpinan DPR/MPR menghendaki, ya saya mundur, namun memang tidak ringan mengatasi masalah ini," jawab Soeharto, dalam buku Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi yang ditulis BJ Habibie.
Baca: Ramalan Zodiak Cinta, Karir & Kesehatan, Selasa 16 April 2019 - Pisces Sampaikan yang Kamu Rasakan
