Retakan Gunung Anak Krakatau

Ditemukan Retakan Baru Gunung Anak Krakatau, Asap Mengepul dari Bawah Laut

Dwikorita mengatakan terdapat dua retakan baru dalam satu garis lurus di salah satu sisi badan Gunung Anak Krakatau.

Editor: Duanto AS
capture Tribun Jambi
Gunung Anak Krakatau. 

Dwikorita mengatakan terdapat dua retakan baru dalam satu garis lurus di salah satu sisi badan Gunung Anak Krakatau.

TRIBUNJAMBI.COM, PANDEGLANG - Badan Meteorologi klimatologi dan Geofisika ( BMKG) menemukan retakan baru di badan Gunung Anak Krakatau.

Kepala BMKG, Prof Dwikorita Karnawati, menyampaikan retakan muncul setelah gunung mengalami penyusutan dari sebelumnya 338 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi hanya 110 mdpl.

Hal itu disampaikan Dwikorita di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa (1/1/2019).

"Pantauan terbaru kami lewat udara, gunung sudah landai, asap mengepul dari bawah air laut. Tapi di badan gunung yang tersisa di permukaan, ada celah yang mengepul terus mengeluarkan asap, celah itu pastinya dalam, bukan celah biasa," kata Dwikorita.

Dia mengatakan terdapat dua retakan baru dalam satu garis lurus di salah satu sisi badan Gunung Anak Krakatau.

Dirinya menduga retakan terjadi lantaran adanya getaran tinggi yang muncul saat gunung erupsi.

Baca Juga: 

 Hotman Paris Blak-blakan 10 Tahun Tidur Tak Seranjang dengan Istri, Mengapa Akhirnya Sadar?

 Anggota Polisi Densus 88 Anti Teror Tewas Luka Tembak di Kepala di Pemakaman, Terungkap 5 Fakta

 Jejak Karier Letjen TNI Doni Monardo, Prajurit Kopassus yang Pernah Ikut Habisi Perompak Somalia

 Tragedi Selfie, Suami dan Anak Kembar Jatuh ke Sungai, Istri dan Dua Anaknya Nyebur, Tewas 3 Orang

 Klasemen Liga Inggris Pekan 21, Catat Big Match Manchester City Vs Liverpool

 Teguran Maut di Meja Biliar untuk Soeharto, Akhirnya Jenderal Benny Moerdani Dicopot

Adanya retakan tersebut, dikatakan Dwikorita, membuat pihaknya khawatir, lantaran kondisi bawah laut Gunung Anak Krakatau saat terdapat jurang di sisi barat hingga selatan.

"Yang kami khawatirkan di bawah laut curam, di atas landai. Jika retakan tersambung, lalu ada getaran, ini bisa terdorong, dan bisa roboh (longsor)," ujar dia.

Bagian badan gunung yang diduga akan longsor karena retakan tersebut, bervolume 67 juta kubik dengan panjang sekitar 1 kilometer.

Potensi tsunami susulan Volume tersebut lebih kecil dari longsoran yang menyebabkan tsunami pada 22 Desember 2018 lalu sekitar 90 juta kibik volume longsoran.

"Jika ada potensi tsunami, tentu harapannya tidak seperti yang kemarin, namun kami meminta masyarakat untuk waspada saat berada di zona 500 meter di sekitar pantai," kata dia.

Untuk memantau adanya tsunami yang disebabkan oleh Gunung Anak Krakatau, BMKG sudah memasang alat berupa sensor pemantau gelombang dan iklim.

Kepala BMKG Prof Dwikorita Karnawati (kerudung putih) di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa (1/1/2019).
Kepala BMKG Prof Dwikorita Karnawati (kerudung putih) di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa (1/1/2019). ((KOMPAS.com/ACEP NAZMUDIN))

Sensor tersebut dipasang di pulau Sebesi yang jaraknya cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau.

Dwikorita menyebut, nantinya alat tersebut akan bekerja memantau pergerakan gelombang dan cuaca yang disebabkan oleh aktivitas Gunung Anak Krakatau.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved