Pasukan Elit Polri yang Satu ini Suka 'Bermain' dengan Bom Akibat Ulah Para Terorisme

Pasukan Elit Polri yang Satu ini Suka 'Bermain' dengan Bom Akibat Ulah Para Terorisme

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Detasemen Gegana Polda Metro Jaya 

Pasukan Elit Polri yang Satu ini Suka 'Bermain' dengan Bom Akibat Ulah Para Terorisme

TRIBUNJAMBI.COM – Baru saja kemarin, Tanggal 14 November diperingati sebagai Hari Brigade Mobil (Brimob).

Pasukan khusus di kesatuan Kepolisian Republik Indonesia ini salah satu tugasnya adalah menjinakkan bom-bom akibat ulah para teroris.

Bagaimana aksi mereka? Simak tulisan Ign. Prayoga, Ulah Bom & Sang Penjinak, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 2001.

Belakang ini jantung kita sunggu diuji ketahanannya oleh pelbagai peristiwa ledakan. Dalam bulan Maret, April, Mei, dan Juni 2001 telah terjadi masing-masing dua kali ledakan di Jakarta (Pusat Laboratorium Forensik Polri).

Frekuensinya menanjak memasuki bulan Juli. Tidak tanggung-tanggung, di bulan ini terjadi tujuh ledakan besar-kecil, jledhar-jledhuer bak pesta petasan. Kalau dirinci asal-usulnya, dua dari ledakan granat, satu petasan, dan empat bom!

Baca: Pilot ini Tertidur Saat Terbangkan Pesawat dan Lari dari Tujuan Sejauh 50 Km

Baca: FOTO-FOTO Karmila Purba, Cewek Cantik Pengendara Ekstrem di Tong Setan

Baca: Ternyata Ini Sebabnya Ada 10 Juta Rumah Kosong di Jepang Tak Diminati, Padahal Bisa Gratis Lho

Bicara dalam kisaran nasional, jumlah korbannya membuat kita tak henti mengelus dada. Sebanyak 31 jiwa melayang dan 185 orang luka-luka sejak ledakan di Jln. Juanda, depan Hotel Merdeka, Bekasi, Jabar, pada 18 Maret 2000 hingga ledakan di pelbagai kota pada 24 Desember 2000 (Dispen Polri dan Pusat Informasi Kompas).

Lalu tahun 2001, jatuh lagi 105 korban luka-luka dan lima orang meninggal dunia dalam rentetan ledakan sejak di rel KA Serpong, Tangerang, Banten, pada 17 Maret 2001 hingga di Kedungsroko, Surabaya, pada 7 Agustus 2001 (Dispen Polri, Pusat Informasi Kompas, Dokumentasi Warta Kota).

Ledakan di Gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) 13 September 2000 mengambil korban meninggal terbanyak, 10 orang, dan 34 luka-luka. Korban massal jatuh lagi saat terjadi ledakan di Gereja Katolik St. Anna, Durensawit, Jakarta, yang mengakibatkan 72 orang luka-luka.

Baca: 7 Pemain Ini Jadi Incaran Tim-tim Asal Thailand, Ada Riko Simanjuntak dan Zulfiandi

Sepertinya orang sudah mulai lelah bertanya mengapa semua itu terjadi. Yang bisa dipastikan hanyalah saling pengertian di antara kita bahwa (barangkali) semua ini berhulu pada gonjang- ganjing politik.

Faktor ekonomi juga disebut-sebut sebagai pemicu. Tapi seberapa jauh kebenarannya, tentu masih membutuhkan pembuktian.

Yang tak perlu dibuktikan lagi, perasaan was-was yang mesti ditanggung, perasaan iba memandang warga tak berdosa harus menanggung derita fisik dan mental, yang bukannya tak mungkin tidak terpulihkan.

Pelbagai peristiwa ledakan itu mau tak mau memaksa kita untuk mengambil jarak dan memikirkan langkah-langkah pengamanan. Apa yang sebaiknya dilakukan saat menerima ancaman bom lewat telepon? Atau saat melihat sesuatu yang mencurigakan?

Baca: BREAKING NEWS Tim Kejaksaan Geledah Kantor Bupati Sarolangun, Kasus Dugaan Korupsi Damkar

Mengambil tindakan sendiri, jelas sangat berisiko karena begitu beragamnya karakteristik bom. Ada yang ledakannya dipicu oleh getaran, ada yang oleh panas, oleh cahaya, dan sebagainya.

Baca Juga : Korps Brimob, Polisi Spesial yang Selalu Terdepan di Setiap Konflik dan Siap Menjadi Tameng Aksi Terorisme

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved