Warga Empat Desa Danau Kerinci Lakukan Tradisi Ngihit Pamun
Kerinci dikenal memiliki alam yang indah. Masyarakat Kerinci juga sangat menjunjung tinggi adat istiadat budayanya.
Penulis: Herupitra | Editor: Teguh Suprayitno
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Herupitra
TRIBUNJAMBI.COM, KERINCI - Kerinci dikenal memiliki alam yang indah. Masyarakat Kerinci juga sangat menjunjung tinggi adat istiadat budayanya. Salah satunya adalah tradisi gotong-royong yang disebut dengan Ngihit Pamun.
Ngihit Pamun merupakan bahasa Kerinci, yang artinya menarik dan Pamun artinya balok besar.
Minggu (30/9) warga empat desa Danau Kerinci, yakni Desa Senggaran Agung, Koto Baru Senggarang Agung, Talang Kemulun dan Pendung Talang Genting, sejak pagi telah berkumpul. Semua warga mulai dari anak-anak, pemuda, bapak-bapak dan ibu-ibu turun, siap berangkat menuju hutan di wilayah Desa Talang Kemulun dan Desa Baru Senggaran Agung.
Dengan hati yang terlihat gembira, secara beramai-ramai warga empat desa itu menuju hutan untuk mendapatkan kayu balok ukuran besar dari hutan untuk dibawa pulang ke desa. Warga mulai bergerak sekitar pukul 8.00 Wib pagi.
Sesampai di hutan, pohon kayu ukuran besar yang telah dipilih terlebih dahulu ditumbangkan. Kali ini ada sembilan batang pohon besar yang ditumbangkan warga yang kemudian dibawa ke perkampungan.
Setelah semua pohon yang ditebang dibersihkan, selanjutnya secara gotong-royong batang pohon ditarik secara beramai-ramai. Tradisi ini telah dilakukan sejak nenek moyang mereka terdahulu yang diberi nama ngihit pamun.
Untuk menarik balok besar itu, warga gotong-royong dan hanya menggunakan peralatan manual. Dengan kompak, akhirnya balok kayu besar tersebut bisa ditarik dari dalam hutan untuk dibawa ke desa. Untuk melakukan ngihit pamun ini, setidaknya butuh waktu sehari, dimulai sejak pukul 8.00 pagi hingga pukul 06.00 sore.
Rudi tokoh pemuda Desa Pendung Talang Genting (Pentagen) yang ikut acara tersebut mengatakan, tradisi ngihit pamun merupakan tradisi turun temurun yang sampai saat ini masih mereka lakukan. Biasanyai, balok yang diambil tersebut diperuntukkan pembangunan fasilitas masyarakat.
“Seperti untuk keperluan pembangunan masjid, mushalla dan gedung milik masyarakat secara bersama,” ujarnya.
Namun untuk kali ini jelasnya, kegunaan kayu balok tersebut diperuntukkan untuk para korban yang rumahnya terbakar pada 30 Juli lali. Yakni saat terjadi penyerangan kerusahan antara warga Pentagen dengan warga Seleman.
“Acara ngihit pamun kali ini cukup meriah, dihadiri oleh ribuan massa dari empat desa. Anak kecil, tua muda dan perempuan ikut diacara ngihit pamun ini,” pungkasnya.