Bantah Zulkifli Hasan, Sri Mulyani: Pidato Ketua MPR Soal Utang Menyesatkan

Pidato Ketua MPR Zulkifli Hasan pada sidang tahunan MPR tanggal 16 Agustus kemarin dinilai bermuatan politis dan juga menyesatkan.

Editor: Fifi Suryani
Menteri Keuangan Sri Mulyani 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Pidato Ketua MPR Zulkifli Hasan pada sidang tahunan MPR tanggal 16 Agustus kemarin dinilai bermuatan politis dan juga menyesatkan. Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani merespon pidato Zulkifli Hasan yang menyinggung perihal pembayaran pokok utang Pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun. Berikut

penjelasan lengkap Sri Mulyani melalui akun Facebook resminya pada Senin (20/8):

Tanggapan atas Pernyataan Ketua MPR “Pembayaran Pokok Utang Pemerintah Tidak Wajar”.

Baca: Indonesia Masuk 3 Besar, Ini Perolehan Medali Asian Games 2018 Hingga Pukul 15.30 WIB

Ketua MPR dalam pidato sidang tahunan MPR 16 Agustus 2018 menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang Pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp400 triliun yang 7 kali lebih besar dari Dana Desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan adalah tidak wajar.

Pernyataan tersebut selain bermuatan politis juga menyesatkan. Berikut penjelasannya:

1. Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp396 triliun, dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017. Dari jumlah tersebut 44% adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 (Sebelum Presiden Jokowi). Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu.

Sementara itu, 31,5% pembayaran pokok utang adalah untuk instrumen SPN/SPN-S yang bertenor di bawah satu tahun yang merupakan instrumen untuk mengelola arus kas (cash management). Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu, mengapa baru sekarang diributkan?

2. Karena Ketua MPR menggunakan perbandingan, mari kita bandingkan jumlah pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan dan anggaran Dana Desa.

Baca: Pemerintah Siapkan 4 Strategi, Tahun Depan Utang Jatuh Tempo Rp 409 Triliun

Baca: Rini Soemarno Klaim Proyek Kereta Cepat Tak Bebani Transaksi Berjalan

Jumlah pembayaran pokok utang Indonesia tahun 2009 adalah Rp117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp25,6 triliun. Jadi perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat. Pada tahun 2018, pembayaran pokok utang adalah Rp396 triliun sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali. Artinya rasio yang baru ini sudah menurun dalam 9 tahun sebesar 19,4%.

Bahkan di tahun 2019 anggaran kesehatan meningkat menjadi Rp122 triliun atau sebesar 4,77 kali anggaran tahun 2009, dan rasionya mengalami penurunan jauh lebih besar lagi, yakni 26,7%. Di sini anggaran kesehatan tidak hanya yang dialokasikan ke Kementerian Kesehatan, tapi juga untuk program peningkatan kesehatan masyarakat lainnya, termasuk DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana.

Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan, padahal rasionya lebih tinggi dari sekarang? Jadi ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?

Baca: Kronologi  Siswa SMP Pemanjat Tiang Bendera di Belu, Sedang Dirawat di Tenda Karena Pingsan

Baca: Target Penurunan Kemiskinan, Alokasi Anggaran Sosial 2019 Naik Signifikan

Baca: Gairahkan Industri Multifinance, Anda Bakal Bisa Beli Mobil atau Motor DP 0 Persen

Kenaikan anggaran kesehatan hingga lebih 4 kali lipat dari 2009 ke 2018 menunjukkan pemerintah Presiden Jokowi sangat memperhatikan dan memprioritaskan pada perbaikan kualitas sumber daya manusia.

3. Ketua MPR juga membandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa. Karena dana desa baru dimulai tahun 2015, jadi sebaiknya kita bandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa tahun 2015 yang besarnya 10,9 kali lipat. Pada tahun 2018 rasio menurun 39,3% menjadi 6,6 kali, bahkan di tahun 2019 menurun lagi hampir setengahnya menjadi 5,7 kali. Artinya kenaikan dana desa jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pembayaran pokok utang. Lagi-lagi tidak ada bukti dan ukuran mengenai kewajaran yang disebut Ketua MPR.

Jadi arahnya adalah menurun tajam, bukankah ini arah perbaikan? Mengapa membuat pernyataan ke rakyat di mimbar terhormat tanpa memberikan konteks yang benar? Bukankah tanggung jawab pemimpin negeri ini adalah memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat dengan memberikan data dan konteks yang benar.

4. Pemerintah terus melakukan pengelolaan utang dengan sangat hati-hati (pruden) dan terukur (akuntabel). Defisit APBN selalu dijaga di bawah 3% per PDB sesuai batas UU Keuangan Negara. Defisit APBN terus dijaga dari 2,59% per PDB tahun 2015, menjadi 2,49% tahun 2016, dan 2,51% tahun 2017. Dan tahun 2018 diperkirakan 2,12%, serta tahun 2019 sesuai Pidato Presiden di depan DPR akan menurun menjadi 1,84%.

Baca: VIDEO: Hasil Pemeriksaan Kesehatan, Kedua Pasang Bakal Calon Lolos

Baca: Mahar Politik Sandiaga Uno Rp 500 Miliar, KPK: Bukan Gratifikasi, Tetapi. . .

Baca: Tayangan Program Hitam Putih Ditegur KPI Pusat, Ini Tanggapan Deddy Corbuzier

Baca: VIDEO: Ini Dia Kesaksian Satu-satunya Penumpang Selamat Pesawat Jatuh di Papua

Halaman
12
Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved