Advertorial
Menyetop Kecemasan Matematika, Orang Tua Jadi Sahabat Anak Belajar
Tiga langkah dari program OTSAB berikut bisa dimulai dan diadopsi orang tua terlepas dari latar belakang berbeda. Strategi ini tidaklah rumit
Penulis: Tommy Kurniawan | Editor: Tommy Kurniawan
Studi lain menemukan bahwa bagi individu dengan kecemasan matematika tinggi, sekadar mengantisipasi tugas matematika sudah cukup untuk mengaktifkan jaringan di otak yang terkait dengan respons terhadap rasa sakit fisik.
Singkatnya, math anxiety bisa berkembang menjadi fobia dan dapat menular. Artinya, saat orang tua merasakan kecemasan pada pelajaran tertentu, ia menularkan ketakutan itu pada sang anak.
Penularan antar generasi ini berlangsung tanpa niat jahat orang tua, persis seperti yang dilakukan si ibu ketika membantu anak mengerjakan PR soal matematika.
Studi oleh Sian Beilock dan timnya menyimpulkan, ketika orang tua yang cemas matematika sering membantu anak mengerjakan tugas, anak-anak ini justru belajar lebih sedikit.
Alhasil, seperti diungkap jurnal Psychological Science, ketika orang tua mengalami kecemasan matematika dan teralu sering membantu anak dalam mengerjakan PR mereka, maka prestasi anak mereka justru menurun. Niat baik yang kita lakukan tanpa disadari justru bisa menjadi bumerang.
Namun angka-angka rendah di PISA yang turut disumbang kecemasan orang tua itu bukanlah sebuah takdir. Ia adalah sebuah undangan untuk turun tangan memperbaiki numerasi dan kemampuan pembelajaran lain anak-anak kita.
Kita sesungguhnya tak perlu cemas pada math anxiety atau kecemasan-kecemasan lain yang mengancam pembelajaran anak.
Sejumlah solusi telah ditawarkan, bahkan melalui metode sederhana tetapi terbukti efektif. Salah satunya adalah inisiatif program Orang Tua Sahabat Anak Belajar (OTSAB) yang digagas oleh Tanoto Foundation.
Belajar dari penerapannya pada masa krisis pandemi Covid-19, OTSAB dijalankan sebagai laporan evaluasi independen terhadap pembelajaran anak. Seperti namanya, peran orang tua adalah sahabat sekaligus fasilitator yang memberikan kepercayaan diri pada anak untuk belajar.
Dengan begitu, intervensi orang tua yang berhasil bukanlah ceramah, melainkan dukungan praktis. Bukan juga bantuan langsung, melainkan mengondisikan anak untuk belajar dengan baik dan meraih hasil terbaik.
Orang tua menjadi sahabat belajar anak
Tiga langkah dari program OTSAB berikut bisa dimulai dan diadopsi orang tua terlepas dari latar belakang berbeda. Strategi ini tidaklah rumit dan bisa diterapkan kapan saja.
Hal yang dibutuhkan hanya kemauan orang tua untuk belajar dan menerapkan model yang telah terbukti.
Pertama, mengubah narasi dari “bakat” ke “usaha”. Langkah ini untuk memberi semangat pada anak bahwa yang diperlukan untuk memahami pembelajaran bukanlah bakat, sesuatu yang sudah ada dari bawaan lahir, melainkan berkat usaha atau kerja keras anak dalam belajar.
Orang tua juga dapat memberi ucapan seperti, "Papa suka sekali caramu tidak menyerah dan terus mencoba berbagai strategi!" dengan begitu, orang tua memberi apresiasi atas kerja keras atau proses belajar anak, tidak semata-mata melihat hasil atau nilai.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.