Berita Viral

Koalisi Cek Fakta Imbau Publik Tak Sebarkan Propaganda dan Ketakutan

Koalisi Cek Fakta mengingatkan masyarakat dan media agar waspada dalam menerima dan menyebarkan informasi terkait aksi protes akhir Agustus 2025.

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
Tribunjambi/Gemini
CEK FAKTA.Koalisi cek fakta mengingatkan masyarakat dan media untuk berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi, terutama terkait aksi protes yang berlangsung di Indonesia pada akhir Agustus 2025. 

 

TRIBUNJAMBI.COM– Koalisi cek fakta mengingatkan masyarakat dan media untuk berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi, terutama terkait aksi protes yang berlangsung di Indonesia pada akhir Agustus 2025.

Menurut cek fakta menegaskan, narasi yang mengaitkan aksi tersebut dengan dalang asing seperti George Soros maupun lembaga National Endowment for Democracy (NED) berpotensi memperkeruh situasi.

Dalam keterangan resminya, Koalisi Cek Fakta menyebut banyak konten yang beredar di media sosial hingga media arus utama mengutip laporan propagandis Rusia, Angelo Giuliano.

Laporan itu dimuat oleh media Rusia, Sputnik, dengan judul “Soros, NED Could Be Behind Indonesian Protests” pada 31 Agustus 2025.

Giuliano dalam laporannya menyinggung adanya indikasi pengaruh eksternal terhadap kondisi Indonesia, bahkan mengaitkan penggunaan bendera One Piece menjelang HUT Kemerdekaan RI sebagai “simbol pengaruh dari luar”.

Ia juga menduga keterlibatan Soros melalui Open Society Foundations serta NED yang disebut-sebut mendanai sejumlah media di Indonesia.

Koalisi Cek Fakta menegaskan, tuduhan semacam itu kerap digunakan oleh pemerintah Rusia untuk mendelegitimasi gerakan oposisi maupun aksi massa di dalam negeri.

 Mereka mengidentifikasi istilah “colour revolution” untuk menggambarkan gerakan yang dituding didanai asing.

 Sejak 2012, Rusia bahkan memberlakukan aturan “foreign agent” guna menstigma LSM, media, dan aktivis yang kritis terhadap Presiden Vladimir Putin.

“Polanya sama. Kehadiran narasi serupa di Indonesia, apalagi dipromosikan Sputnik, menunjukkan pengulangan disinformasi global.

ola ini sebelumnya juga terpantau semasa pandemi COVID-19,” bunyi pernyataan Koalisi.

Hingga 3 September 2025, Koalisi mencatat setidaknya 20 jenis misinformasi dan disinformasi terkait aksi protes sejak 25 Agustus lalu.

Narasi palsu itu antara lain soal adanya penembak jitu, pembakaran bangunan, pembatasan penarikan uang di bank, penyerangan kantor polisi, hingga penjarahan.

Selain itu, Koalisi juga menemukan narasi propaganda yang mencoba mendelegitimasi aksi protes dengan cara menudingnya sebagai rekayasa pihak asing.

Assistant Professor Whitney Phillips dari University of Oregon, seperti dikutip Koalisi, memberikan panduan agar publik tidak mudah terjebak dalam penyebaran disinformasi.

Antara lain dengan mempertimbangkan dampak dari informasi sebelum membagikannya, menyeleksi konteks, hingga mendepankan etika agar tidak menambah ketegangan atau melanggar privasi pihak tertentu.

Merespons maraknya informasi menyesatkan, Koalisi Cek Fakta mengimbau publik:

Selalu skeptis terhadap informasi yang tidak jelas sumbernya, berbasis klaim tanpa bukti, dan mengedepankan ketakutan.


Jurnalis mengedepankan verifikasi, menghindari mengamplifikasi propaganda maupun disinformasi, serta berpegang pada Kode Etik Jurnalistik.


“Jika Anda menerima pesan berantai dan meragukan kebenarannya, silakan cek melalui portal cekfakta.com. Jika hasil periksa sudah tersedia, bisa dipastikan informasi tersebut bohong,” tulis Koalisi.

Baca juga: AJUDAN Ungkap Kebenaran Kabar Jokowi Kritis dan Dilarikan ke Rumah Sakit, Cek Fakta!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved