Perdagangan Manusia di Jambi

Kasus Perdagangan Manusia di Jambi, Psikolog: Trauma Korban Lebih Berat, Pelaku Orang Terdekat

Psikolog Jambi, Hanna Widya Gultom M.Psi, menanggapi kasus perdagangan manusia dan kekerasan seksual yang menimpa seorang remaja berinisial M

|
Istimewa
Psikolog Jambi, Hanna Widya Gultom M.Psi 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Psikolog Jambi, Hanna Widya Gultom M.Psi, menanggapi kasus perdagangan manusia dan kekerasan seksual yang menimpa seorang remaja berinisial M (17) di Jambi. Korban diduga dieksploitasi oleh adik kandung ibu korban sendiri.

Hanna mengatakan, berdasarkan berbagai riset, kasus serupa memang kerap dilakukan oleh orang yang memiliki kedekatan dengan korban.

“Sebagai seorang ahli, saya melihat kasus seperti ini sering dilakukan oleh orang terdekat. Ini ironi,” ujarnya saat dihubungi Tribunjambi.com melalui telepon seluler, Rabu (19/11/2025).

Dosen Program Studi Psikologi Universitas Jambi itu menuturkan, korban saat ini mengalami trauma berat.

“Korban mengalami betrayal trauma, karena pelaku yang menjualnya adalah orang yang tinggal bersama dan menjadi pengasuhnya,” jelasnya.

Trauma Lebih Berat karena Pelaku Orang Terdekat
Menurut Hanna, trauma yang dialami korban menjadi lebih kompleks dibandingkan bila pelaku adalah orang asing.

“Rasa percaya terhadap adik ibu kandungnya tentu runtuh. Korban bingung siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang tidak,” katanya.

Ia mengatakan, korban berada pada fase pembentukan identitas, sehingga dampak psikologisnya lebih serius.

“Ini bisa memicu gejala traumatis atau PTSD, karena di usia itu mereka sedang mulai mengenal relasi intim,” tuturnya.

Dampak lain yang mungkin muncul adalah rasa tidak berharga dan keputusasaan.

“Korban baru memasuki dunia kerja, masa peralihan. Karena kejadian ini, ia merasa dunia tidak aman,” ujarnya.

Hanna menambahkan bahwa keterlambatan korban mengungkapkan peristiwa tersebut kepada ibunya—lima bulan setelah kejadian—bukan hal yang aneh.

“Dalam literatur psikologi, korban sering terlambat melapor. Mereka bungkam karena stigma ‘korban yang salah’ atau ‘korban membawa aib’, apalagi jika pelakunya keluarga,” terangnya.

Penanganan Psikologis untuk Korban
Hanna mengatakan, korban kini berada dalam kondisi depresi dan kehilangan rasa aman.

“Yang terpenting adalah menstabilkan emosinya dan membuat korban merasa aman, agar bisa bercerita lebih dalam soal yang dialaminya,” jelasnya.

Korban juga harus diberi ruang untuk mengungkapkan perasaannya.

“Karena pelakunya keluarga terdekat, tentu ia merasa tidak aman. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung justru menjadi ancaman,” katanya.

Ia menyebut korban memiliki potensi melakukan tindakan melukai diri sendiri sehingga perlu skrining risiko secara menyeluruh.

“Korban membutuhkan terapi emosional pasca-trauma. Pendampingan keluarga, terutama peran ibu, sangat penting,” ujarnya.

Hanna mengatakan perubahan perilaku korban merupakan respons trauma, sehingga keluarga harus memahami kondisi tersebut.

“Harapannya keluarga berempati, bukan menyalahkan atau menyudutkan. Mereka harus bersikap profesional,” tegasnya.

Hukuman untuk Pelaku
Hanna menjelaskan bahwa hukum di Indonesia sudah mengatur sanksi berat untuk pelaku kekerasan seksual dan perdagangan manusia.

“Jika pelaku memiliki hubungan kuasa, seperti adik kandung ibu korban, hukumannya lebih berat,” ujarnya.

Selain itu, hukuman terhadap pelaku sangat berpengaruh pada proses pemulihan korban.

“Jika pelaku dihukum ringan atau tidak dihukum, korban bisa merasa dirinyalah yang bersalah,” jelasnya.

Untuk kasus perdagangan manusia, Hanna menyebut pelaku dapat dihukum penjara seumur hidup.

“Hukumannya bisa penjara dan denda seberat-beratnya, bahkan seumur hidup,” katanya.

Sementara pelaku pelecehan seksual, lanjutnya, berpotensi dijatuhi hukuman kebiri kimia.

“Pelaku bisa dihukum kebiri kimia untuk menghilangkan hasrat seksualnya, apalagi jika ia bertransaksi dengan tujuan memuaskan nafsu,” terangnya.

Hanna menegaskan bahwa kekerasan seksual bukanlah aib korban.

“Korban takut bercerita karena takut tidak dipercaya dan malah disalahkan. Pesan saya, pandanglah perdagangan manusia dan kekerasan seksual sebagai tindakan kriminal, bukan aib korban,” pungkasnya.

Baca juga: Fasha Minta Pertamina Cari Solusi Zona Merah Kenali: Jangan Buat Masyarakat Sengsara

Baca juga: RS Kardiologi Tercanggih Resmi Beroperasi di Solo, Presiden Prabowo: Ini Inisiatif Jokowi

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved