Berita Jambi

Dari Genset ke Penerangan Desa: Listrik yang Mengubah Takdir Masyarakat Transmigrasi

Dari Genset ke Penerangan Desa: Listrik yang Mengubah Takdir Masyarakat Transmigrasi

|
Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
Tribunjambi/Heri Prihartono
LISTRIK. Potret seorang anak yang memegang lampu. Energi listrik yang berkesinambungan mampu menghidupi seluruh lapisan masyarakat. 


TRIBUNJAMBI.COM - Hamparan kebun kelapa sawit menjadi pemandangan utama di sepanjang jalan menuju Desa Kehidupan Baru, Kabupaten Batang Hari.

Desa Kehidupan Baru adalah sebuah desa transmigrasi di Provinsi Jambi yang berdiri sejak 1993.

Desa Kehidupan Baru ini terhampar di dataran rendah, dibelah oleh jalan-jalan lurus khas permukiman transmigrasi yang kini sebagian besar dicor semen.

Namun, di balik geliatnya saat ini, ada dua "suara" yang terpatri kuat dalam ingatan Heri, salah seorang warga perintis.

Suara pertama adalah riuh mesin genset diesel. Suara kedua adalah kesunyian yang mencekam, seolah menelan seluruh desa, tepat pukul tujuh malam.

Itu adalah potret desa transmigrasi ini sebelum 2006, saat "Kehidupan Baru" masih sebatas nama yang ironis.

"Kami datang ke sini untuk memulai hidup baru. Tapi tanpa listrik, hidup itu terasa merangkak, stagnan," ujar Heri, saat kami berbincang di teras rumahnya yang kini benderang.

Era Gelap di Bawah Terang Terbatas

Sebelum 2006, terang adalah kemewahan yang terukur.

"Tidak semua orang punya genset," kenang Heri. Bagi warga yang tak mampu, solusinya adalah 'nyalur' atau menyambung kabel secara swadaya ke tetangga yang memiliki mesin.

Ini bukan solusi ideal. "Kami dibatasi. Hanya dapat jatah  paling dari jam 6 sore sampai jam 11 malam," jelasnya.

Energi terbatas itu pun hanya cukup untuk hal paling mendasar, satu dua lampu pijar dan menyalakan televisi hitam putih.

"Bayarannya mahal untuk ukuran saat itu," tegas Heri.

"Saat itu bisa sampai ratusan ribu per bulan. Uang yang sangat besar bagi kami di desa.


Sekretaris Desa Kehidupan Baru, Dedek Sucandra, menambahkan bahwa kondisi itu sempat coba diatasi dengan solusi komunal.

"Melihat kondisi itu, sempat ada inisiatif 'genset desa'.

Pemerintah desa mencoba menyediakan satu genset besar untuk membantu warga secara menyeluruh, harapannya bisa lebih adil dan murah," jelas Dedek.

Namun, harapan itu padam dengan cepat. "Itu tak bertahan lama," lanjutnya.

Masuknya listrik negara menjadi cahaya bagi warga desa dengan energi tanpa batas lagi.


"Makanya," sela Heri, "ketika tiang-tiang PLN akhirnya ditancapkan pada 2006, itu rasanya seperti kemerdekaan kedua."

Malam pertama listrik negara menyala, suasananya seperti Lebaran. Anak-anak berlarian di jalan, takjub melihat desa mereka terang benderang.

 Listrik PLN bukan sekadar mengganti genset.

Ia mengubah paradigma: dari energi yang mahal, terbatas, dan eksklusif, menjadi stabil, terjangkau, dan merata untuk semua.

Bagi Dedek Sucandra, momen itu adalah "detonator" ekonomi desa.


Dari Dapur Rumahan ke Jalan Utama

Transformasi dimulai dari dapur-dapur warga. Heri menceritakan, tetangganya yang pertama kali beli freezer.

"Dia mulai jualan es batu dan es lilin. Dulu tidak terbayangkan. Dalam setahun, dapurnya sudah di-renovasi dari hasil jualan es."

Kini, delapan belas tahun kemudian, berjalan di jalan utama Desa Kehidupan Baru menawarkan pemandangan yang sama sekali berbeda. "Sekarang lihat sendiri, UMKM mudah ditemui di sepanjang jalan," ujar Heri.

Warung kelontong yang dulu hanya menjual mi instan dan kebutuhan pokok, kini berderet dengan kulkas pendingin.

"Warga tak perlu khawatir panasnya cuaca. Mau cari air dingin, es batu, gampang," katanya tersenyum.

Listrik membawa tren kota ke desa. "Minuman berbagai macam yang viral di kota juga tersedia. Anak-anak muda di sini kreatif, mereka buka usaha Thai tea, kopi susu kekinian, lengkap dengan mesin cup sealer-nya. Dulu, blender saja barang mewah."

Bengkel, usaha air isi ulang, jasa cuci motor steam, hingga toko kelontong kini menjadi pemandangan jamak. "Ini adalah wujud nyata energi berkeadilan. Listrik menghidupkan mereka," tegas Dedek.


Dedek menegaskan, listrik yang stabil menjadi fondasi bagi lompatan peradaban berikutnya yakni konektivitas digital.

"Dulu, anak-anak kami berhenti belajar jam 7 malam. Sekarang, mereka bisa belajar kapan saja. Tapi bukan itu saja. Dampak turunan dari energi listrik ini terus bergulir," jelas Dedek.

Karena listrik sudah andal 24 jam, infrastruktur digital yang rakus energi akhirnya berani masuk.

"Sejak setahun terakhir, layanan WiFi rumahan mulai tersedia.

Warga bisa berlangganan internet. Puncaknya, sebulan terakhir ini, sebuah tower telekomunikasi baru dibangun di desa kami. Sinyal 4G jadi kuat," paparnya bangga.

Listrik, tegas Dedek, adalah prasyaratnya. "Tanpa listrik stabil, WiFi dan tower itu tidak mungkin beroperasi.

Warga tak perlu ke puncak bukit untuk mendapatkan sinyal, kini semuanya tersedia di genggaman.

Sekarang anak-anak kami benar-benar setara, mereka bisa belajar online, dan UMKM kami mulai bisa jualan di media sosial."

Kisah Desa Kehidupan Baru adalah bukti nyata bagaimana sebatang kabel listrik bukan sekadar mengalirkan setrum.

 Ia mengalirkan keadilan, menumbuhkan keberanian, dan membuka gerbang masa depan.

"Listrik bagi kami bukan sekadar infrastruktur," tutup Heri.

"Itu adalah keadilan. Itu adalah bahan bakar yang akhirnya membuat kami benar-benar bisa memulai 'kehidupan baru', persis seperti nama desa ini."


Energi di Ruang Kelas

Pagi ini, Fitri, guru SD di Desa Kehidupan Baru, tidak lagi membawa kapur dan penghapus.

Di tangannya ada tablet untuk menunjang pembelajaran digital.

"Lihat! Hari ini kita akan belajar tentang digitalisasi!" seru Fitri kepada 30 pasang mata yang antusias. Seketika, dinding kelas yang tadinya kosong berubah menjadi penuh warna dengan informasi tak terbatas.

"Inilah realitas kami sekarang," ujar Fitri sambil tersenyum, setelah jam pelajaran pertamanya selesai. "Jika dulu saya harus menggambar terumbu karang yang detailnya sulit di papan tulis, sekarang cukup menggunakan perangkat digital.

 Listrik yang stabil adalah keajaiban bagi metode mengajar kami."

Fitri menjelaskan, Sekarang, ceritanya berbeda. Listrik 24 jam telah mengubah cara anak-anak belajar dan berinteraksi.

"Dampak paling terasa adalah keterbukaan ilmu," tegasnya. Sekolah kini memiliki perangkat komputer yang siap pakai, dan dengan masuknya sinyal 4G yang kuat, didukung oleh listrik yang andal, anak-anak desa tidak lagi tertinggal.

"Minggu lalu, anak-anak mengerjakan tugas membuat presentasi sederhana. Mereka mencari materi di internet, mengolah gambar, dan menayangkannya di kelas menggunakan proyektor.

Mereka sudah familiar dengan istilah 'unduh' dan 'unggah'," papar Fitri bangga.

Menurutnya, listrik PLN telah menjadi pendorong utama kesetaraan pendidikan.

Anak-anak di Desa Kehidupan Baru kini memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi dan teknologi seperti anak-anak di kota.

"Kami tidak hanya mengajarkan membaca dan berhitung. Kami mengajarkan literasi digital. Kami menumbuhkan mimpi yang lebih besar. Mereka tahu, sekarang batas belajar bukan lagi gelap malam atau kurangnya buku, tapi sebatas kemauan mereka mencari informasi di internet," tutup Fitri. 

Baca juga: Jadwal Pemadaman Listrik di Batang Hari Jambi 21/10/2025 - Desa Pulau, Sei Ruan, Mersam


 
 

 
 
 
 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved