Berita Jambi

Teater Abdul Muluk Reborn Hidupkan Payo Sigadung Jambi, Eks Lokalisasi Jadi Kampung Budaya

Sorak sorai dan tawa penonton memenuhi kawasan eks lokalisasi Payo Sigadung atau Pucuk, Kota Jambi, saat pementasan teater Abdul Muluk Reborn

Penulis: Rifani Halim | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Rifani Halim
Penampilan Teater Abdul Muluk Reborn di Eks Lokalisasi Payo Sigadung, Jambi. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Sorak sorai dan tawa penonton memenuhi kawasan eks lokalisasi Payo Sigadung atau Pucuk, Kota Jambi, saat pementasan teater Abdul Muluk Reborn berlangsung meriah.

Ratusan pasang mata — dari anak-anak hingga orang tua, warga kampung, seniman, dan mahasiswa berbagai universitas — larut dalam suasana hiburan rakyat yang kini jarang ditemukan di wilayah yang dulunya dikenal dengan stigma negatif.

Para aktor dan aktris tampil memukau dengan kostum unik, sebagian mengenakan Telok Blangah, sementara dialog mereka dibawakan dalam bahasa Melayu Jambi.

Pementasan yang mengangkat legenda Sungai Kunyit itu membawa pesan simbolis: ajakan untuk “menyapu kampung” — membersihkan wilayah dari stigma masa lalu agar masyarakat dapat hidup bahagia dan terhindar dari malapetaka.

Teater ini dikemas dalam bentuk komedi rakyat, sehingga isu-isu sensitif dapat disampaikan secara ringan tanpa menyinggung siapa pun, namun tetap memberi pesan kuat bagi penonton.

“Pementasan di eks lokalisasi ini sengaja kami lakukan agar publik tahu, sadar, dan akhirnya menerima warga di sini tanpa diskriminasi. Kawasan ini aman, masyarakatnya sudah ingin berubah dan berkembang,” ujar salah satu anggota komunitas Abdul Muluk Reborn.

Pertunjukan tersebut menjadi penutup rangkaian workshop Seloko dan pantun yang digelar di Payo Sigadung selama beberapa waktu terakhir.

Komunitas Abdul Muluk Reborn berkomitmen untuk melanjutkan pendampingan bagi anak-anak dan perempuan di kawasan itu agar terus berkarya melalui seni.

Mereka akan dilatih mengasah keterampilan seni sekaligus mengelola kreativitas sebagai peluang ekonomi kreatif.

“Melalui revitalisasi Seloko dan pantun, kami ingin masyarakat Payo Sigadung dipandang bermartabat dan setara, tanpa diskriminasi,” kata Suwandi, perwakilan komunitas.

Tradisi Seloko sendiri merupakan bagian penting dari identitas Melayu Jambi. Dengan menguasainya, seseorang akan dihormati dan diterima secara luas di masyarakat.

Ke depan, karya seni anak-anak dan perempuan Payo Sigadung yang telah dilatih akan dipentaskan kembali di Taman Budaya Jambi.

Selain itu, komunitas juga mendorong terbentuknya Rumah Baca untuk meningkatkan literasi generasi muda dengan koleksi buku yang lebih beragam.

Pada malam penutupan, Ketua Abdul Muluk Reborn mendeklarasikan Payo Sigadung sebagai Kampung Budaya.

Ia berharap pemerintah dapat merangkul warga dengan program peningkatan ekonomi dan peluang kerja agar aktivitas negatif di masa lalu benar-benar ditinggalkan.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved