Penculikan Anak

Pola Sindikat dan Perjalanan Makassar-Merangin Gadis Kecil Korban Penculikan

Kasus penculikan anak berusia empat tahun bernama Bilqis Ramadhani asal Makassar, Sulawesi Selatan, terungkap di Kabupaten Merangin, Jambi.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
Tribun-Timur.com/Makmur
SINDIKAT PENCULIKAN - Empat sindikat penculikan gadis kecil asal Makassar yang ditemukan di Merangin dipemerkan aparat kepolisian, Senin (10/11). Inset: gadis kecil korban penculikan di Makassar. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Kasus penculikan anak berusia empat tahun bernama Bilqis Ramadhani asal Makassar, Sulawesi Selatan, terungkap di Kabupaten Merangin, Jambi. Kini, empat tersangka sudah ditangkap.

Para tersangka adalah Sri Yuliana alias SY (30), pekerja rumah tangga, asal Kota Makassar; Nadia Hutri alias NH (29), pengurus rumah tangga, asal Sukoharjo, Jawa Tengah; Mery Ana alias Meriana alias MA (42), pekerja rumah tangga, asal Bangko, Kabupaten Merangin; dan Adit Prayitno Saputra alias AS (36), honorer asal Bangko, Kabupaten Merangin.

Keempat tersangka dihadirikan saat konferensi pers di Mapolrestabes Makassar, Senin (10/11/2025).

Mereka mengenakan kaus oranye bertuliskan tahanan dengan tangan terborgol.

Kapolda Sulsel, Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro didampingi Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana dan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin mengatakan, para pelaku dijerat pasal berlapis.

"Adapun pasal-pasal yang disangkakan adalah Pasal 83 Juncto Pasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," kata Djuhandhani.

"Dan atau Pasal 2 Ayat 1 (dan) 2 Juncto Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang," lanjut Mantan Dirtipidum Mabes Polri ini.

Mereka terancam hukuman 15 tahun penjara.

Djuhandhani menjelaskan motif pelaku menjual Bilqis murni dilatarbelakangi masalah ekonomi.

"Terkait motif pelaku adalah menjual anak karena alasan ekonomi dan membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup," ungkapnya.

Dari proses penyelidikan dan penyidikan itu, lanjut dia, barang bukti yang diamankan adalah berupa empat ponsel para tersangka.

"(Ada juga) satu buah ATM BRI dan uang tunai Rp1,8 juta (Rp 1.800.000)," sebutnya.

Kronologi Penangkapan 

Kapolda Sulsel, Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, mengatensi betul kasus itu.

"Saya sampaikan kepada unit operasional, jangan coba-coba pulang ke Makassar kalau pelaku dan korban belum didapatkan," kata Irjen Pol Djuhandhani.

Djuhandhani menjelaskan, kasus ini bermula saat korban Bilqis bermain di Taman Pakui Sayang, Jalan AP Pettarani, Makassar, Minggu (2/11).

Saat itu, Balqis ikut ayahnya yang sedang bermain tennis lapangan.

Sang ayah, Dwi Nurmas (34) yang asyik bermain tennis, tak sadar Bilqis sudah dibawa pergi oleh pelaku Sri Yuliana.

"Dari hasil penyelidikan, Polrestabes Makassar mengamankan SY sebagai pelaku utama," ujarnya 

Sri Yuliana, lanjut Djuhandhani, membawa korban ke indekos di Jalan Abu Bakar Lambogo.

Kemudian menawarkan korban melalui media sosial Facebook dengan akun "Hiromani Rahim Bismillah".

"Kemudian, ada yang berminat dengan korban. Pembelinya atas nama NH," kata Kapolda.

Nadia Hutri yang berminat ke Balqis, pun terbang dari Jakarta ke Makassar melakukan transaksi dengan Sri dan menjemput Bilqis.

"Dengan transaksi sebesar Rp3 juta rupiah di kos pelaku (SY)," bebernya.

Setelah itu, Nadia membawa Bilqis ke Jambi, transit di Jakarta, dan menjual kepada Adit dan Meriana.

"Pengakuan NH sebagai keluarga di Jambi. (Dijual) sebesar Rp15 juta dengan dalih membantu keluarga yang 9 tahun belum punya anak," ungkapnya.

Setelah NH menyerahkan Bilqis ke kedua orang asal Bangko itu, ia pun melarikan diri Sukoharjo, Jawa Tengah.

"Dan NH mengaku telah tiga kali menjadi perantara adopsi ilegal," ucap mantan Dirtipidum Mabes Polri itu.

Namun, Adit dan Meriana mengaku membeli korban dari Nadia sebesar Rp30 juta.

Kemudian, Adit dan Meriana mengaku menjual korban kepada kelompok salah satu suku di Jambi seharga Rp80 juta.

"Keduanya mengaku telah memperjualkan 9 bayi dan 1 anak melalui TikTok dan WA (WhatsApp)," bebernya.

Kabar hilangnya Bilqis menggemparkan jagat maya setelah enam hari menghilang.

Ia kembali ditemukan oleh Tim Polrestabes Makassar beranggotakan empat orang yang dipimpin Kanit Reskrim Polsek Panakkukang Iptu Nasrullah dan Kasubnit II Jatanras, Ipda Supriyadi Gaffar.

Bilqis ditemukan di kawasan Suku Anak Dalam (SAD) Jambi pada Sabtu (8/11) malam.

Anak empat tahun itu, lalu dibawa pulang ke Makassar, Minggu (9/11) kemarin.

Orang Rimba Rentan Dimanfaatkan

KKI Warsi, lembaga yang konsentrasi terhadap isu konservasi, angkat bicara terkait pemberitaan terkait dengan Balqis anak empat tahun yang diduga diculik dan dibawa dari Makassar ke Jambi hingga ditemukan di kawasan permukiman SAD.

Bilqis ditemukan dalam kondisi sehat di kawasan SAD, tepatnya di SPE Gading Jaya, Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menilai bahwa persoalan ini harus dilihat secara utuh. Menurut Robert Aritonang, antropolog KKI Warsi, isu ini tidak dapat dilihat hanya dari permukaan karena Orang Rimba sejatinya adalah korban dari situasi sosial, ekonomi, dan struktural yang menjerat mereka selama puluhan tahun.

"Mereka kehilangan hutan yang menjadi sumber kehidupan.

"Ketika ruang hidupnya berubah menjadi perkebunan dan konsesi, mereka kehilangan akses terhadap pangan, air, dan sumber penghidupan.

"Dalam kondisi semacam itu, Orang Rimba sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak luar yang memiliki kepentingan tertentu," ujar Robert pada Senin (10/11).

Ia mengatakan bahwa kelompok yang disebut terlibat dalam kasus ini adalah Orang Rimba Sawitan, yang hidup di wilayah sekitar perusahaan besar.

Hilangnya ruang hidup telah menimbulkan apa yang disebut Robert sebagai “crash landing social”, kondisi di mana Orang Rimba tiba-tiba harus berhadapan dengan perubahan dunia luar yang tidak mereka pahami.

"Dalam situasi yang tidak mereka mengerti, Orang Rimba bisa dengan mudah percaya pada cerita atau bujukan dari orang luar.

"Mereka tidak sepenuhnya memahami konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan,"tambahnya.

Berdasarkan keterangan yang diterima Warsi dari Begendang dengan anak tersebut, Robert mengatakan bahwa keterangan Begendang, istrinya didatangi seorang luar yang membawa anak perempuan bernama Bilqis ke kelompok mereka di sekitar Mentawak, Merangin.

"Si orang luar ini, meminta untuk merawat anak ini karena anak berasal dari keluarga kurang mampu dan tidak sanggup membiayai kehidupan anak tersebut.

"Penyerahan anak ini disertai selembar surat bermeterai Rp10 ribu yang menyatakan bahwa anak ini diserahkan oleh ibu kandungnya, dan tidak akan ada tuntut-menuntut dikemudian hari," jelasnya.

"Namun, sekitar dua hari anak tersebut bersama kelompok ini, ada informasi tentang penculikan. Begendang pun menyerahkan anak tersebut ke pihak berwenang," tambahnya.

KKI Warsi menegaskan bahwa dalam kasus ini, Orang Rimba korban dari sistem yang lebih besar korban dari kemiskinan struktural, kehilangan wilayah hidup, dan ketidakadilan sosial.

"Ada pihak lain yang memanfaatkan kerentanan mereka. Melalui narasi palsu, janji ekonomi, atau bujukan emosional, Orang Rimba dijadikan alat dalam jejaring kejahatan yang mereka sendiri tidak pahami," kata Robert.

KKI Warsi menyerukan agar penegakan hukum dan pemberitaan media dilakukan dengan perspektif perlindungan terhadap kelompok rentan.

Publik dan aparat diminta berhati-hati agar tidak menjadikan Orang Rimba kambing hitam atas persoalan sosial yang lebih luas.

"Yang perlu diusut bukan hanya siapa yang terlibat, tetapi siapa yang memanfaatkan Orang Rimba dan menciptakan kondisi yang membuat mereka terjebak dalam situasi ini," tegas Robert Aritonang.

Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk melihat secara utuh problematika Orang Rimba, dan mulai langkah-langkah untuk pemulihan persoalan sosial mereka, dengan memperluas akses terhadap pendidikan, layanan dasar, dan pengakuan hak atas wilayah hidup.

Bilqis Alami Trauma

Akibat peristiwa yang ia alami, Bilqis mengalami trauma. Ia syok, karena terpisah dari kelurganya lebih dari satu pekan.

"Anak tersebut cukup baik, cuma memang sudah banyak komunikasi dengan banyak orang SAD jadi anaknya ada kebingungan," ujar Direktur Reserse Kriminal Tindak Pidana Umum (Dirreskrimum) Polda Jambi, Kombes Pol Jimmy Christian Samma pada Senin (10/11).

Selain itu, saat ditemukan Bilqis juga tidak banyak berbicara.

Jimmy menjelaskan gadis kecil itu diduga trauma karena, sejak diculik di Makassar, sudah beberapa kali dipindahtangankan oleh orang-orang yang berbeda.

"Kemudian juga dia banyak ketemu orang beda. Dari Makassar beda, yang ambil beda, kemudian di Jambi, kemudian dioper oleh kedua pelaku yang namanya Meriana dan pacarnya.

"Kemudian dipindahkan lagi ke orang namanya Lina kemudian dibawa ke (perkampungan) Suku Anak Dalam," jelas Jimmy.

Saat ini, Bilqis sudah dikembalikan kepada orang tuanya di Makassar.

Sementara itu, polisi kini terus mendalami kasus ini untuk membongkar seluruh jaringan yang terlibat dalam tindak pidana penjualan anak ini.

 

Sebagian artikel ini disadur dari di Tribun-Timur.com dengan judul 4 Tersangka Sindikat Penculik Bilqis Dijerat Pasal Berlapis, Ancaman Penjara 15 Tahun Menanti

 

Baca juga: Waldi yang Renggut Hidup Dosen Wanita di Bungo Terancam Hukuman Mati

Baca juga: Jelinya Cara Bripda Waldi Renggut Hidup dan Kehormatan Dosen Wanita di Bungo

Baca juga: Komplotan WNA Cina Bobol Perusahaan Indonesia hingga Raup Miliaran Rupiah

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved