Air Sungai Merangin Tercemar PETI

Pengamat: Aktivitas PETI Biang Keruhnya Sungai Merangin, Ini Dampak Jangka Panjangnya

Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) diduga menjadi penyebab utama keruhnya air di sejumlah sungai di Kabupaten Merangin. 

Tribunjambi.com/Frengky Widarta
KERUH - Kondisi Sungai Merangin di Desa Pulau Rengas, Kecamatan Bangko Barat, Kabupaten Merangin, kian memprihatinkan. 

TRIBUNJAMBI.COM, BANGKO - Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) diduga menjadi penyebab utama keruhnya air di sejumlah sungai di Kabupaten Merangin

Kondisi ini membuat air sungai tidak lagi bisa dikonsumsi langsung oleh warga maupun digunakan untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus (MCK), Selasa (26/8/2025).

Dosen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi, Dr. Tedjo Sukmono, S.Si., M.Si., yang meneliti kualitas air Sungai Batang Merangin, mengungkapkan perbedaan nyata antara wilayah yang bebas aktivitas PETI dengan yang terdapat penambangan.

“Kalau menyusuri bantaran Sungai Batang Merangin, terlihat jelas perbedaan warna air. Area tanpa PETI jernih, sementara yang ada PETI, baik tipe lubang jarum, dompeng, maupun dengan alat berat ekskavator, airnya jauh lebih keruh,” jelas Tedjo.

Menurutnya, keruhnya air diakibatkan oleh limbah tanah dan karung bekas dari aktivitas PETI yang langsung dibuang ke sungai

“Saat tanah dimasukkan ke karung, biasanya ada yang sobek. Karung-karung itu kemudian hanyut ke sungai, menambah kekeruhan,” tambahnya.

Dampak bagi Ekosistem dan Kesehatan

Tedjo menjelaskan, kekeruhan air berdampak pada deplesi atau berkurangnya kadar oksigen dalam air. 

“Ini berbahaya bagi biota akuatik, termasuk ikan. Selain itu, air keruh juga berpotensi menjadi habitat bakteri berbahaya seperti E. coli,” ungkapnya.

Ia menambahkan, jika air keruh digunakan masyarakat, maka harus melalui proses filtrasi yang lebih mahal. 

“Belum lagi potensi kandungan logam berat dalam air keruh yang lebih berbahaya bagi kesehatan,” kata Tedjo.

Solusi dan Peran Masyarakat

Sebagai solusi, ia menyarankan agar masyarakat kembali menghidupkan tradisi lubuk larangan untuk menjaga ekosistem sungai

“Lubuk larangan adalah bentuk komitmen warga menjaga kualitas sungai dan populasi ikan. Selain itu, pemerintah perlu menata ruang wilayah sungai, agar tidak semua aliran dipakai untuk aktivitas PETI,” ujarnya.

Tedjo juga mengingatkan bahwa kerusakan ekosistem sungai mengancam keberadaan ikan endemik seperti ikan dalum yang kini mulai langka.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved