Berita Sarolangun

Pemerintah Sarolangun Fokus Ubah Mindset Masyarakat untuk Pemberdayaan Suku Anak Dalam

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Bidang Pembangunan Masyarakat Bappeda Sarolangun, Riyan Budi Utama

TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Pemerintah Kabupaten Sarolangun terus berupaya merubah stigma negatif yang masih melekat pada Suku Anak Dalam (SAD) melalui pemberdayaan ekonomi dan program afirmasi yang lebih inklusif.

Kepala Bidang Pembangunan Masyarakat Bappeda Sarolangun, Riyan Budi Utama, mengatakan bahwa stigma terhadap pemberdayaan ekonomi komunitas SAD masih menjadi tantangan besar. 

"Stigma yang ada di masyarakat terkait Suku Anak Dalam sangat kuat, dan ini menjadi tantangan bagi kami untuk merubah mindset mereka agar lebih terbuka," ujarnya. Selasa (22/7/2025)

Meski pemerintah sudah melakukan berbagai program pemberdayaan ekonomi seperti pelatihan perbengkelan, pembuatan kue, dan bercocok tanam, Riyan menambahkan bahwa kendala terbesar yang dihadapi saat ini adalah pemasaran hasil produk yang dihasilkan oleh SAD. 

"Pemasaran produk mereka masih terkendala dengan persepsi negatif masyarakat tentang Suku Anak Dalam," tambahnya.

Untuk merespon hal ini, pemerintah Kabupaten Sarolangun berkoordinasi dengan berbagai OPD terkait untuk merancang program-program yang dapat merubah mindset masyarakat tentang keberadaan dan potensi komunitas SAD.

Riyan juga menyebutkan bahwa beberapa kali perwakilan SAD datang untuk meminta fasilitasi kegiatan pemberdayaan ekonomi, seperti yang dilakukan di Sukajadi, Pulau Lintang, dan Pematang Kejumat.

Dalam hal ini, pemerintah juga tengah mempertimbangkan alokasi Dana Desa (ADD) untuk mendukung pemberdayaan masyarakat SAD. 

"Meskipun Dana Desa sudah memiliki regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, kami di daerah memiliki keleluasaan lebih dalam mengatur menu penggunaan dana dari APBD untuk lebih memfokuskan kepada pemberdayaan yang inklusif," kata Riyan. 

Pemerintah Kabupaten Sarolangun pun memiliki program unggulan Balusa (Bantuan Langsung ke Desa) yang akan mengalokasikan Rp 100 juta per desa setiap tahunnya, dengan harapan dapat menciptakan peluang lebih besar untuk pemberdayaan masyarakat, termasuk untuk desa yang dihuni oleh komunitas SAD.

Pemerintah juga berupaya memastikan anggaran tersebut digunakan untuk mendukung sektor-sektor yang langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat, seperti dalam pelayanan kesehatan dan administrasi kependudukan.

Dalam pembahasan terkait RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), Riyan menambahkan bahwa meskipun belum ada regulasi yang secara spesifik menyebutkan Suku Anak Dalam, dalam perencanaan program prioritas sudah dimasukkan aspek inklusivitas untuk komunitas ini.

"Memang tidak secara langsung disebutkan dalam RPJMD, namun kami sudah memastikan bahwa program - program inklusif menjadi bagian dari prioritas pembangunan, dan ini sudah dimasukkan dalam draft kami,” jelas Riyan.

Dari sisi sosial, Hilmi, yang berasal dari Dinas Sosial Sarolangun, menambahkan bahwa perubahan pola pikir masyarakat terhadap komunitas SAD adalah hal yang paling mendesak. 

"Isu keterbelakangan yang sering dikaitkan dengan SAD menjadi penghalang utama dalam mempercepat pemberdayaan mereka," kata Hilmi.

Halaman
12

Berita Terkini