Berita Merangin

DPRD Merangin Jambi Mediasi Konflik Lahan antara PT Jebus Maju dan Warga

Penulis: FRENGKY WIDARTA
Editor: Nurlailis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MEDIASI - DPRD Merangin menggelar rapat lintas komisi di ruang Banggar DPRD.

TRIBUNJAMBI.COM, BANGKO – PT Jebus Maju adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan hasil tanaman dari hutan produksi. 

Beberapa lahan hutan tanaman industri yang mereka kelola kini ditanami kelapa sawit oleh masyarakat sekitar. 

Hal ini menimbulkan sengketa yang sudah berlangsung cukup lama.

Baca juga: KDMP Sidoharjo Merangin Wakili Jambi Jadi Koperasi Teladan dalam Peluncuran Nasional

Untuk mencegah konflik agraria yang berlarut, DPRD Merangin menggelar rapat lintas komisi di ruang Banggar DPRD. 

Rapat ini menghadirkan perwakilan PT Jebus Maju, warga, camat, dan kepala desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan lahan perusahaan.

Wakil Ketua I DPRD Merangin, Herman Efendi, menyampaikan bahwa pihaknya mengundang semua pihak untuk mediasi.

“Hari ini (21/07) kita menggelar rapat dengar pendapat. PT Jebus Maju, masyarakat, tokoh masyarakat, camat, kepala desa, serta perwakilan Pemkab Merangin hadir dalam rapat ini,” jelas Herman.

Masyarakat menginginkan agar lahan yang sudah mereka tanami, seperti kelapa sawit, tidak dimasukkan ke dalam wilayah pengelolaan perusahaan.

Baca juga: Instastory Pemain Voli Nasional Asal Merangin Rivan Nurmulki Bikin Heboh, Bikin Postingan Mendadak

Rapat dengar pendapat menghasilkan 8 poin yang dituangkan dalam berita acara.

"Dari 8 point ini, nanti harapannya menjadi tolak ukur bagi masing-masing pihak, baik dari pihak perusahaan PT Jebus Maju dan masyarakat bersama-sama mematuhi hasil RDP ini, bertujuan agar kedepannya antara pihak PT Jebus Maju dan masyarakat tidak berkonflik lagi terkait sengketa lahan," ungkap Herman Efendi.

DPRD berharap konflik di wilayah Nalo Tantan, Sungai Manau, Renah Pembarap, dan Pangkalan Jambu tidak berulang. 

Sambil menunggu keputusan batas wilayah dari Kementerian Kehutanan, warga masih diperbolehkan berkebun di lahan yang sudah dikelola, tapi tidak boleh membuka lahan baru. 

Pihak perusahaan pun dilarang melakukan intimidasi terhadap masyarakat.

Penjelasan PT Jebus Maju

Direktur PT Jebus Maju, Risgianto, menjelaskan bahwa lahan yang digarap warga merupakan area terbuka (open area) yang dulunya tidak dikelola karena adanya pergantian manajemen. 

Area tersebut kini ditanami sawit dan karet oleh warga, dengan luas sekitar 800 hektare.

“Perusahaan berdiri sejak 1999. Manajemen baru mulai tahun 2021 dan kami mulai inventarisasi lahan sejak 2023,” jelas Risgianto.

Ia menyebut lahan itu masuk wilayah hutan produksi, dengan zona KPPL, KPSL, dan hutan penyangga. 

Masyarakat memanfaatkan lahan penyangga untuk berkebun, meskipun mereka tahu statusnya adalah hutan produksi.

Dari hasil RDP, PT Jebus Maju sepakat memberikan ruang bagi warga untuk memanfaatkan hasil kebun,asalkan bukan tanaman sawit. 

Lahan tersebut juga tidak memiliki sertifikat (SHM atau sporadik) karena berstatus hutan produksi.

“Masyarakat boleh panen dari kebun yang sudah ada, tapi tidak boleh membuka lahan baru, menebang hutan secara ilegal, atau melakukan tambang ilegal. Kita semua harus mencegah deforestasi,” tegas Risgianto.

Kepala UPTD KPHP Merangin IV-VI Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Rusnal, memastikan izin PT Jebus Maju masih berlaku.

“Perusahaan punya hak dan kewajiban menjaga kawasan dari perambahan hutan dan aktivitas ilegal seperti PETI,” ujarnya.

Menurut Rusnal, pemanfaatan lahan hutan produksi hanya bisa dilakukan lewat kemitraan kehutanan, dan diajukan ke Kementerian Kehutanan. 

Jenis tanamannya pun harus tanaman kehutanan, seperti durian atau petai—bukan sawit.

“Kalau ada yang memperjualbelikan lahan hutan, itu melanggar hukum,” tegas Rusnal.

Tim dari dinas sudah diturunkan untuk memasang tanda batas wilayah hutan yang disengketakan. 

Bagi warga yang telanjur menggarap, akan dilakukan inventarisasi dan dipilah dua program: pertama, pengeluaran dari izin PT Jebus Maju untuk dimasukkan ke Program Perhutanan Sosial.

Kedua, kemitraan Kehutanan antara PT dan warga yang harus mendapatkan izin dari kementerian.

Update berita Tribun Jambi di Google News

Berita Terkini