TRIBUNJAMBI.COM — Hasil otopsi kedua terhadap jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang meninggal di Gunung Rinjani, NTB, mengungkap fakta baru. Berdasarkan pemeriksaan forensik di Brasil, Juliana diketahui masih bertahan hidup hingga sekitar 32 jam setelah terjatuh pertama kali.
Informasi ini disampaikan dalam konferensi pers keluarga Juliana bersama tim forensik dan pengacara publik federal Brasil, Jumat (11/7/2025) waktu setempat.
Menurut saudari Juliana, Mariana Marins, berdasarkan keterangan ahli, Juliana baru meninggal setelah mengalami jatuh untuk kedua kalinya. "Juliana sempat bertahan cukup lama setelah terjatuh pertama, sebelum akhirnya kembali terpeleset di jalur pendakian," kata Mariana, mengutip laporan media Brasil, G1 Globo.
Ahli forensik dari Kepolisian Sipil Brasil, Reginaldo Franklin, menjelaskan, luka utama yang menyebabkan kematian adalah benturan fatal di kepala akibat jatuh terakhir. "Juliana pertama kali tergelincir sejauh 220 meter, termasuk terpeleset sekitar 61 meter di medan curam berbatu," jelas Franklin.
Franklin menyebutkan, perkiraan waktu meninggal ditentukan berdasarkan pemeriksaan biologis, termasuk keberadaan larva di kulit kepala jenazah. "Sekitar tengah hari tanggal 22 Juni, Juliana diperkirakan meninggal. Artinya, dia sempat bertahan hidup sekitar 32 jam setelah jatuh pertama," ujarnya.
Ahli forensik swasta yang turut mengamati proses otopsi, Nelson Massini, menambahkan bahwa Juliana telah mengalami cedera serius di paha sejak insiden pertama. "Kematian ini berlangsung secara perlahan, akibat pendarahan internal yang sangat menyakitkan," katanya.
Berdasarkan analisis tim, Juliana diduga terjatuh total sejauh 220 meter pada insiden pertama, lalu terpeleset kembali sejauh 60 meter sebelum akhirnya ditemukan di kedalaman 650 meter dari jalur pendakian utama.
Mariana Marins juga mengungkapkan, foto terakhir Juliana yang masih hidup diambil dengan drone pada 21 Juni sekitar pukul 06.59 Wita. Satu jam kemudian, seorang turis asal Spanyol sempat mendengar teriakan minta tolong dari Juliana. Namun, menurut keterangan Mariana, tim penyelamat dari Basarnas hanya mampu turun hingga 150 meter karena keterbatasan alat, sehingga tidak bisa mencapai posisi Juliana yang lebih dalam
Baca juga: JARINGAN Obat Terlarang Digulung! Toko Misterius di Bekasi Raup Jutaan Rupiah dari Bekas Pabrik
Penyebab Kematian Juliana Marins
Otopsi kedua ini memperkuat hasil pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan di Bali. Penyebab kematian Juliana dinyatakan akibat trauma berat karena jatuh dari ketinggian, dengan luka poliviseral dan politrauma akibat benturan keras.
Dokumen otopsi di Brasil mencatat Juliana masih bertahan sekitar 10–15 menit setelah benturan terakhir, tetapi dalam kondisi tak mampu bergerak. Proses pembalseman jenazah yang telah dilakukan sebelumnya sempat menjadi tantangan dalam menentukan waktu kematian secara lebih rinci.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya patah tulang pada panggul, tulang paha, dan tulang rusuk. Salah satu tulang rusuk bahkan menusuk pleura dan paru-paru, yang memperparah pendarahan internal. "Juliana juga mengalami memar di tengkorak, luka di dahi, serta patah tulang paha yang menyebabkan ketidakmampuan untuk bergerak," jelas Franklin.
Konferensi pers terkait hasil otopsi ini turut dihadiri oleh pengacara publik federal Brasil, Taísa Bittencourt Leal Queiroz. Keluarga berharap hasil ini menjadi bahan pertimbangan dalam penyelidikan lanjutan terkait insiden tragis yang menimpa Juliana di Gunung Rinjani.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Otopsi Kedua Juliana Marins di Brasil, Disebut Masih Hidup 32 Jam Usai Jatuh
Baca juga: FENOMENA Spektakuler! Sinar Api Biru Mistik Menari di Kawah Baru Gunung Papandayan