7 FAKTA dan DATA 4 Pulau di Aceh Pindah Adm ke Sumut: Tak Ada Jejak Pengelolaan, Dokumen Agraria
TRIBUNJAMBI.COM - Berikut tujuh fakta dan data empat pulau di Aceh yang kini masuk ke Provinsi Sumatera Utara atau Sumut.
Perpindahana administrasi yang diurus sejak 2022 itu resmi sejak April 2025.
Hal itu berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sempat menerbitkan keputusan Nomor 300.2.2 - 2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Adapun keempat wilayah tersebut terdiri dari beberapa pulau.
Berikut ke empat pulau yang pindah administasi tersebut:
- Pulau Lipan dengan kode 12.01.40013
- Pulau Mangkir Ketek dengan kode 12.01.40016
- Pulau Panjang dengan kode 12.51.4014
Baca juga: 4 PULAU Milik Warga Aceh Sejak 1965 Kini Beralih ke SUMUT, Diurus Sejak 2022, Ini Daftarnya
Baca juga: Menteri Bahlil Dikawal Ketat ke Fakfak, Takut Digeruduk Massa-Diteriaki Penipu Seperti di Sorong?
Baca juga: JOKOWI Disebut Miliki Kriteria Nabi, Kader PSI: Beliau Menikmati Menjadi Manusia Biasa
- Pulau Mangkir Gadang dengan kode 12.01.40015
Proses perubahan status kepemilikan pulau-pulau tersebut telah berlangsung sejak tahun 2022 dan akhirnya disahkan pada April 2025.
Dengan keputusan ini, keempat pulau tersebut secara resmi lepas dari Aceh dan kini masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Soal polemik ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun sempat angkat bicara.
Menurut keterangannya, keputusan ini sudah melalui proses panjang sebelumnya.
“Sudah difasilitasi rapat berkali-kali, zaman lebih jauh sebelum saya, rapat berkali-kali, melibatkan banyak pihak,” kata Tito saat ditemui di Kompleks Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
Berikut sederet fakta dan data terkait 4 pulau tersebut:
1. Jejak Pengelolaan Pemerintah Aceh Nyata di Lapangan
Di Pulau Panjang, meski tidak berpenghuni, ditemukan berbagai fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil, seperti tugu selamat datang (2007), tugu batas wilayah (2012), rumah singgah (2012), mushala (2012), dan dermaga (2015).
Di pulau ini juga terdapat makam yang diyakini sebagai makam Aulia, yang menjadi lokasi ziarah masyarakat pesisir.
Sementara di Pulau Mangkir Ketek (Mangkir Kecil), terdapat tugu batas wilayah yang dibangun pada tahun 2018 menggunakan APBD Aceh.
Tugu ini dengan jelas menyatakan bahwa pulau tersebut adalah bagian dari Kampong Gosong Telaga Selatan, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil.
Baca juga: PETI Beraktivitas di Batang Hari Jambi? Warga Jadi Khawatir Pakai Air Sumur
Pulau Mangkir Gadang (Mangkir Besar) juga tidak berpenghuni namun memiliki tugu batas wilayah dari Pemerintah Aceh, yang menunjukkan pengelolaan aktif di pulau itu.
Pulau Lipan, meskipun hanya berupa daratan pasir yang tenggelam saat pasang tinggi, tetap menjadi bagian dari ekosistem laut yang dikelola dan diperhatikan oleh Aceh.
2. Tidak Ada Jejak Pengelolaan dari Sumatera Utara
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa keempat pulau ini sama sekali tidak menunjukkan aktivitas atau jejak pembangunan dari Pemerintah Tapanuli Tengah maupun Pemerintah Provinsi Sumut.
Tidak ada fasilitas, tugu, pelayanan sosial, ataupun bentuk pengelolaan yang bisa ditelusuri ke pemerintah Sumut.
Hal ini memperkuat posisi Aceh dalam klaim berdasarkan prinsip hukum internasional, yaitu effective occupation—pengelolaan aktif dan konsisten atas wilayah.
3. Fakta Hukum Agraria: Ditetapkan Milik Warga Aceh Sejak 1965
Fakta penting lainnya adalah adanya dokumen agraria resmi tahun 1965 yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut berada dalam wilayah Aceh.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Aceh Soekirman Nomor 125/IA/1965, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek ditetapkan sebagai hak milik ahli waris Teuku Radja Udah, warga Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan.
Surat tersebut juga menyebut Pulau Birahan (yang berdekatan dengan empat pulau tersebut) sebagai milik keluarga yang sama.
Saat itu wilayah ini berada di antara Gosong Telaga dan Kuala Tapus, yang masuk dalam Kabupaten Aceh Selatan.
Setelah pemekaran pada tahun 1999, wilayah ini menjadi bagian dari Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil.
4. Batas Wilayah Laut Belum Final, Tapi Peta 1978 Akui Masuk Aceh
Sengketa administratif ini belum diselesaikan melalui penetapan batas wilayah laut yang sah.
Hingga kini, batas wilayah laut antara Aceh dan Sumut belum pernah dibahas secara final oleh Pemerintah Pusat.
Akibatnya, acuan yang masih berlaku adalah kesepakatan tahun 1988 antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumut.
Kesepakatan tersebut menyatakan bahwa batas wilayah mengacu pada peta topografi TNI-AD tahun 1978 skala 1:50.000.
Baca juga: Eks Jenderal IDF Sebut Militer Israel Cemen karena Gagal Taklukkan Hamas di Gaza
Dalam peta tersebut, empat pulau ini secara jelas masuk ke dalam wilayah Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.
5. Budaya Aceh Masih Hidup di Kawasan Sekitar
Secara sosial dan budaya, pengaruh Aceh sangat kuat di kawasan sekitar pulau.
Contohnya adalah larangan melaut setiap hari Jumat, sebuah tradisi adat yang masih dihormati oleh nelayan lokal maupun pendatang.
Keberadaan hukum adat atau qanun laut Aceh ini menunjukkan bahwa meskipun jauh dari daratan utama, masyarakat dan lingkungan di sekitar pulau masih tunduk pada norma dan nilai khas Aceh.
6. Potensi Strategis yang Besar
Empat pulau ini juga menyimpan potensi strategis besar:
Perikanan: Zona migrasi ikan di sekitar pulau kaya akan hasil laut, sangat cocok untuk tambak, keramba, dan budidaya lobster serta kerang.
Ekowisata: Pantai alami, terumbu karang sehat, dan keindahan alam bawah laut mendukung kegiatan snorkeling, diving, dan wisata bahari lainnya.
Energi dan logistik: Lokasi pulau sangat strategis untuk pelabuhan perikanan maupun potensi eksplorasi migas.
Ekologi: Keberadaan hutan bakau dan pohon kelapa memperkaya keanekaragaman hayati dan menjaga keseimbangan lingkungan.
7. Status Hukum Internasional
Meskipun Pulau Lipan tidak memenuhi syarat sebagai pulau secara hukum internasional karena tenggelam saat pasang, tiga pulau lainnya (Panjang, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek) memiliki daratan tetap, tugu wilayah, dan fasilitas publik, yang menguatkan statusnya sebagai wilayah sah dan sahih secara hukum nasional dan internasional.
Dengan begitu banyak fakta dan dokumen yang mendukung, masyarakat Aceh kini menanti langkah tegas Pemerintah Pusat.
Apakah akan tetap berpegang pada penetapan administratif belaka, atau akan mempertimbangkan fakta lapangan, pengelolaan efektif, dan sejarah hukum yang menyertai keempat pulau ini sebagai bagian integral dari Aceh.
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Daftar 12 Desa di Merangin Jambi dengan Dana Desa Lebih dari Rp1 Miliar, Pencairan sudah Rp90,47 M
Baca juga: Prediksi Skor Real Oviedo vs Almería di Stadion Carlos Tartiere 12/6/2025 Pukul 02.00 WIB
Baca juga: Menteri Bahlil Dikawal Ketat ke Fakfak, Takut Digeruduk Massa-Diteriaki Penipu Seperti di Sorong?
Baca juga: Dugaan Kecurangan Depot Pertamina Kasang Jambi, Ada Selisih 600 Liter per Mobil Tangki Elnusa