POLDA Sumatra Barat (Sumbar) memastikan bahwa Afif Maulana (13), siswa SMP yang tewas di Padang, Sumatra Barat, merupakan pelaku tawuran yang melompat ke sungai untuk menghindar dari tangkapan polisi yang tengah patroli. Bahkan, Kapolda Sumatra Barat, Irjen Suharyono, menunjukan bukti foto seorang pria yang disebut Afif Maulana yang tengah memegang pedang panjang.
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji, menilai, Kapolda Sumbar terlalu memberikan kesimpulan terkait kasus Afif terlalu cepat. Padahal, prosedur penyidikan dalam kasus tewasnya Afif perlu di dalami secara serius, sebelum membuat kesimpulan.
"Saya mengikuti. Pertama, terlalu cepat kapoldanya memberikan kesimpulan. Kesimpulannya bahwa tidak terjadi kesalahan prosedur di jembatan, memang ada kesalahan prosedur di Polsek," kata Susno Duadji saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, di studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Senin (8/7).
"Kemudian si Afif ini tidak di polsek, kata saksi, tapi kata saksi ini kan belum didukung alat bukti saintifik kan, mustinya apa betul Afif tidak ada disitu harus ada CCTV-nya," sambungnya.
Susno juga menilai peryataan Kapolda Sumbar Suharyono yang ingin mencari pelaku penyebar video viral kasus Afif merupakan hal yang tidak penting. Seharusnya Polri memacu kinerja agar lebih baik dan diviralkan ke publik. Bukan malah mencari pelaku penyebar video. “Enggak, ga ada pentingnya. Pentingnya itu kalau viral itu memacu kita kerja lebih baik, kalau mau diviralkan viral yang bagus ‘hebat polisi waduh suka nolong orang nggak mau begini’ viralnya boleh. Kita mengharapkan viral itu viral yang bagus, bukan dengan viral bubarkan saja polisi janganlah begitu. Aku yang sudah pensiun ini kan sedih,” ujarnya.
Susno pun berharap penyidik kepolisian bisa bekerja secara profesional dan baik. Sehingga, kasus Pegi Setiawan yang dituduh membunuh Vina dan Eki di Cirebon serta Afif ini tak terulang kembali dan menjadi pelajaran berharga bagi Polri.
Dia meminta seluruh jajaran Polri berhati-hati terhadap pihak-pihak yang selalu memberikan pujian kepasa institusi Bhayangkari itu. Sebab, menurutnya, pujian itu justru bisa menjadi serangan bagi Polri. “Pengawas kita itu bukan saja pengawas internal atau pengawas ekternal lembaga resmi, pengawas sekarang itu seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.
Berikut petikan wawancara dengan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen (Purn) Susno Duadji bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, terkait kasus Afif Maulana yang meninggal di Sumatra Barat:
Pak Susno ini agak melengceng sedikit pada waktu yang bersamaan juga ada sorotan terkait dengan, apa, ya, seorang bocah meninggal di Sumatra Barat, Afif namanya. Pak Susno ngikutin nggak, yang kemudian dianggap sebagai kecelakaan tunggal karena dia terjun, tetapi tubuhnya banyak. Bagaimana Pak Susno?
Pertama, saya mengikuti. Pertama, terlalu cepat kapoldanya memberikan kesimpulan. Kesimpulannya bahwa tidak terjadi kesalahan prosedur di jembatan, memang ada kesalahan prosedur di polsek.
Kemudian si Afif ini tidak di polsek, kata saksi. Tapi kata saksi ini kan belum didukung alat bukti saintifik kan, mustinya apa betul Afif tidak ada disitu harus ada CCTV-nya. Katanya CCTV-nya sudah penuh muatan-muntah, ya, nggak bisa mantul lagi, saya ini bukan orang teknis loh nggak terekam, ya. Baru beberapa hari udah nggak bisa masuk kayak orang sudah kekenyangan saja.
Nah, terus di atas jembatan tidak terjadi kesalahan tersedur tapi kok ada orang mati di bawah, mestinya jangan terlalu cepat begitu dan kalau hal-hal seperti ini yang menilai jangan Polda, minta satuan yang lebih tinggi gabungan kemudian dicek nilai. Salah apa tidak prosedurnya begitu.
Nah, terus yang menilai bahwa orang itu mati karena terjun atau mati dulu baru diterjunkan kan ini harus yang namanya crime scientific. Jadi harus ada investigation forensic ya kan ada acaranya, kalau orang terjun masuk hidup itu mungkin yang patah kakinya, tapi ini kan yang patah rusuknya kan.
Jangan kita memberikan tafsiran sendiri, kemudian menyimpulkan sendiri, akhirnya orang nggak percaya.
Apalagi lagi ada kasus Cirebon ini, polisi pada titik terendah. Kalau kita buka komentar seratus yang berkomental mungkin 99 negatif. Nah, sehingga akhirnya terdampak ke mana-mana se-Indonesia orang nggak percaya.
Menghindari itu, jangan disimpulkan sendiri, yang berikut ada lagi suatu hal yang agak kurang bagus. Misalnya mengapa ini viral, cari siapa yang memviralkan, sekarang ini zaman apa namanya apa pun diviralkan. Jangankan polisi, presiden pun kalau diviralkan.
Jadi itu nggak penting siapa yang memviralkan?
Enggak, gak ada pentingnya. Pentingnya itu kalau viral itu memacu kita kerja lebih baik, kalau mau diviralkan, viral yang bagus ‘hebat polisi waduh suka nolong orang nggak mau begini’ viralnya boleh, kita mengharapkan viral itu viral yang bagus dengan viral bubarkan saja polisi janganlah berubah.
Aku yang sudah pensiun ini kan sedih.
Pak Susno mungkin nggak, nanti setelah Pegi Setiawan dibebaskan, polisi mencari lagi, tangkap lagi, kayak beberapa masalah kayak Yudhi Susanto dulu Marsinah dibebaskan, tangkep lagi?
Bukan mungkin, ya. Kalau untuk Pegi, ya, kalau untuk Pegi nggak bisa lagi, karena putusan pengadilan sudah dikatakan bukan ini Pegi-nya. Error in person kan .
Jadi, kecuali kalau putusan pengadilan tadi yang dikabulkan ini kurang alat bukti, Nah, kalau kurang diungkapi, bisa.
Tapi kalau ini dikabulkan semua dalil, kalau dikabulkan semua dalil, salah satu dalil yang diajukan ini bukan manusianya. Ya, kalau ditangkap lagi, edan apa.
Tapi mungkin pertanyaan yang bagus, apakah polisi masih punya kewajiban setelah ini, punya. Kewajibannya apa?
Cari yang DPO itu, kan ada tiga itu. Ada Pegi alias Perong, ada Dhani ada siapa lagi, cari itu supaya adil, supaya keluarga korban ada keadilan untuk dia, bahwa pelakunya ketangkap. Wajib dicari.
Tapi tentu prosedurnya harus diikuti, ya, ikuti? Supaya nggak digugat lagi mudah-mudahan nggak. Keledai saja enggak mau jatuh di lubang yang sama.
Tapi kalau Pegi yang ini, sudah jelas tidak mungkin, kecuali kalau putusannya atau dalilnya diterima sebagian, sebagian ditolak. Misalnya error in personal ditolak, tapi ini dikabulkan semua, kok dari pertama sampai berapa tadi kabul semua.
Pak Susno, saya berharap Pak Susno memberikan closing statement untuk menjadi pelajaran kita bersama, bukan hanya kasus Pegi, bukan hanya kasus Afif, dan lain-lain?
Jadi mohon kepada adik-adik, junior-junior, dipelajaran yang terbagus. Turutilah peraturan perundang-undangan yang berlaku, gimana cara menentukan tersangka dan sebagainya supaya lebih hati-hati.
Ternyata koreksi itu, pengawas kita itu bukan saja pengawas internal atau pengawas ekternal lembaga resmi, pengawas sekarang itu seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian tingkatkan kualitas kemampuan. Kemudian mohon kepada pimpinan Polri, orang-orang yang ditempatkan pada posisi-posisi tertentu harus the right man on the right place. Contohnya apa, Direskrimun Polda Jabar itu menurut saya tidak profesional, tidak layak ditempatkan situ. Contohnya, dia apa, mencoret dua DPO, dia katakan fiktif, tidak ada itu.
Nah, ini kok seorang Kadit Sersepolda kok begitu. Jadi gak layak menempati jabatan itu. Yang saya juga mohonkan, agar kita tidak usah terlalu menyalahkan media atau terlalu menyalahkan medsos, bawa ini tekanan daripada netizen, janganlah mau ditekan, mau dihentikan. Kalau kita benar, gak ada masalah.
Tidak pernah dimaksud ini, jadi kita justru berterima kasih bahwa hari ini kita jangan menganggap bahwa Polri kalah, jangan menganggap bahwa Pegi menang atau advokat menang, yang menang itu adalah kebenaran dan keadilan.
Jadi Polri harus berterima kasih, alhamdulillah pekerjaan saya dikoreksi, ternyata yang saya anggap benar adalah salah. Kalau saya nekat dengan kebenaran dengan puji-pujian, dengan pengakuan kesalahan menjadi kebenaran berarti masukkan jurang.
Nah, termasuk juga ini, ya, teman-teman yang suka bersuara, entah itu advokat apa, yang memuji-muji, tahan mati bahwa polisi sudah benar sesuai prosedur gini-gini, soalnya ada advokat yang mau rindu benar ketemu saya, dianggap saya tidak cinta polisi, dia yang paling cinta, dia gak ngerti polisi, kok itu racun.
Polisi, mohon ya, dari level Kapolri sampai level bawah, jangan terlalu senang dengan dipuji-puji, bahwa sudah benar ini, gini-gini. Gak usah lah. Kalau Anda baik, ya, insyaAllah malaikat mencatat, Allah akan balas dengan pahala dan insyaAllah, kalau ada surga polisi itu kalau dia baik, surga yang terbaik untuk polisi, iyalah. Sudah gajinya kecil, capai, hari libur tidak libur, kerjanya baik. Ya, surga yang terbaik.
Tapi kalau salah, ya, mungkin neraka yang paling panas. (tribun network/yuda).
Baca juga: Susno Duadji Puji Eman Sulaeman Hakim PN Bandung tak Terpengaruh Tekanan Kekuasaan, Seri I
Baca juga: Sikap Politik PDIP dan Kekhawatiran Konfigurasi Pilkada Mirip Pilpres, Masinton Pasaribu, Seri I