Prof Sulistyowati Irianto
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof. Sulistyowati Irianto menilai sidang sengketa pemilu yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan ajang untuk menguji apakah Indonesia masih negara yang memegang asas hukum.
“Sidang MK bagi saya bukan sekedar sidang mengadili perselisihan pemilu tapi sidang apakah negara hukum Indonesia masih bisa berlangsung,” kata Sulistyowati
Menurut Sulistyowati, proses sidang sengketa di MK ini harus memenuhi tiga unsur jika Indonesia masih mematuhi konstitusi yang berpihak kepada rakyat.
Unsur pertama, yakni persidangan di MK harus menghasilkan putusan yang jelas sehingga dapat dimengerti seluruh masyarakat.
Kedua, putusan haruslah bisa diperkirakan masyarakat berdasarkan dinamikanya persidangan. Dengan demikian, putusan tidak terkesan diatur oleh pihak tertentu.
“Tidak berdasarkan kehendak perorangan, kita lihat debat-debat di MK, bagaimana analisisnya yang kita harapkan pertimbangan putusan keluar dengan seusianya yang kita saksikan bersama,” jelas Sulistyowati.
Unsur terakhir, lanjutnya, MK harus menjadi badang independen yang dapat memisahkan antara kekuasaan dan penegakan hukum.
Hal tersebut akan terlihat dari putusan hukum yang akan diproduksi MK dalam sengketa pemilu tahun ini.
Di sini, lanjutnya, para hakim MK harus membuat putusan dengan ideal dan berlandaskan hukum tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Sehingga, masyarakat pada akhirnya akan tetap mempercayai MK sebagai garda terakhir dalam mencari keadilan.
“Hakim MK sebagai guardian punya kewenangan besar untuk memastikan meskipun langit runtuh, Konstitusi Indonesia harus tetap tegak,” tegas Sulistyowati.
Prof Siti Zuhro
Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI dan Peneliti Utama Politik BRIN, Siti Zuhro, menilai bahwa Pemilu 2024 merupakan salah satu pemilu terburuk sepanjang sejarah RI.
Siti Zuhro bahkan menyebut, selama Indonesia berdiri, baru kali ini ada pemilu yang membahayakan NKRI