Isi Pendapat Prof Ramlan Surbakti, Prof Siti Zuhro, Dll Jelang Putusan Sidang Sengketa Pilpres 2024

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa melakukan Salat Jumat di kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (19/4). Aksi tersebut digelar jelang putusan gugatan Pilpres 2024, Mereka menuntut Mahkamah Konstitusi (MK) adil dan benar dan meminta adili KPU dan Bawaslu serta menolak Pilpres curang.

Busyro mengungkapkan putusan MK yang mengedepankan kenegarawanan bisa menutup pintu radikalisme korupsi dengan mengurangi potensi nepotisme.

"Sebagai penutup saya mau menyampaikan putusan hakim yang berjiwa dan berbasis keunggulan etika merupakan refleksi keadaban pemimpin bervisi ilmuwan etis profesional dan sebagai oase di tengah padang pasir iklim kemarau panjang ilmuwan penikmat jabatan yang tandus dari ruh, nilai dan asa kerahmatan dan kebarakahan,” ungkapnya.

Prof Ramlan Surbakti

Sementara itu, Guru Besar Universitas Airlangga, Prof. Dr. Ramlan Surbakti mengatakan penilaian beres atau tidaknya pelaksanaan pemilu Indonesia 2024 bisa mengacu pada temuan peneliti internasional menyangkut adanya manipulasi yang terjadi atau tidak.

Menurut Ramlan, seluruh proses Pemilu tak hanya melibatkan 11 tahapan aturan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara.

Namun sejatinya bahwa proses Pemilu juga melibatkan jutaan orang, tidak hanya pemilih, calon dan pendukungnya. Tapi juga menyita anggaran besar negara yang ditaksir hingga ratusan triliun rupiah.

Bahkan, disimpulkan proses penyelenggaraan Pemilu itu memerlukan pengorganisasian warga negara terbesar satu negara dan pengadaan besar logistik pemilu.

Sehingga, Ramlan mengingatkan bahwa Pemilu tak bisa dipandang dari hasilnya saja. Tapi justru proses Pemilu itu sendiri yang harus dilihat sebagai suatu hal penting demi menjaga demokrasi.

“Karena itu menilai Pemilu 2024 (tidak) hanya dari hasilnya saja itu menurut saya (jauh) dari hakekat pemilu sendiri sebagai salah unsur dari demokrasi dan demokrasi perwakilan,” tegas Ramlan.

Lebih lanjut, Ketua KPU RI periode 2004-2007 pun memotret bagaimana proses penyelenggaran Pemilu 2024 yang terjadi baru-baru ini.

Dia kemudian mengingat proses pengadilan Pemilu di Malaysia dan saat itu menggunakan buku yang ditulis Prof. Sarah Beards tentang Elektoral Malapraktik atau Malapraktik Pemilu.

Di mana, kata Ramlan, terungkap tiga tipologi Malapraktik. Yakni, pertama, manipulasi hukum pemilu. Kedua, manipulasi pilihan pemilih. Dan ketiga, manipulasi hasil pemilu.

“Nah, kalau menggunakan teori rangka Prof. Sarah Beards ini, berarti saya menyarankan agar menilai Pemilu 2024, dalam waktu ada singkat, itu dilihat dari apakah ada manipulasi pilihan pemilih, dan manipulasi hasil pemilu. Atau dalam bahasa populernya itu, proses pemilu yang digunakan untuk menilai hasil pemilu, hasilnya itu adalah, tahapan-tahapan yang dipengaruhi langsung, hasil pemungutan suara,” paparnya.

Dia pun mencontohkan, manipulasi pilihan pemilu, yakni menggunakan anggaran publik, anggaran negara untuk memperngaruhi pilihan, menggunakan aparat negara apa itu TNI-Polri & ASN. Bahkan memberikan atau menjanjikan uang dan atau materi, sembako, untuk mempengaruhi pemilu.

“Itu akan mempengaruhi, dan aparat memberikan ancaman terhadap pemilih. Itu menurut saya harus diperhitungkan, karena langsung mempengaruhi pilihan Pemilu. Akhirnya pemilu tidak bisa memberikan suara sesuai dengan pilihan hatinya. Tapi karena uang, ancaman aparat dan sebagainya,” terangnya.

Halaman
1234

Berita Terkini