TRIBUNJAMBI.COM - Perubahan nama KKIR menjadi Koalisi Indonesia Maju dinilai memiliki dampak terhadap hubungan Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Penilaian itu disampaikan pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin.
Seperti diketahui perubahan nama itu dilakukan pasca bergabungnya PAN dan Golkar beberapa waktu lalu.
Prabowo Subianto mengungkapkan perubahan nama menjadi Koalisi Indonesia Maju di peringatan HUT PAN ke 25 tahun.
Ujang Komarudin menyebutkan bahwa perubahan nama itu sebagai pertanda hubungan Prabowo dan Cak Imin sedang tak bagus.
Sebab menurutnya bahwa Cak Imin atau PKB berkemungkinan untuk merasa kecewa.
"Cak Imin atau PKB tentu kelihatannya bisa saja kecewa karena tidak diajak, tidak rembuk terkait dengan pergantian nama koalisi itu," kata Ujang dihubungi Kamis (31/8/2023).
Baca juga: Politisi Gerindra Respon Isu Duet Prabowo-Ganjar di Pilpres 2024: Apakah Sopan Kami Tawari Cawapres?
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Respon Eks Napi Korupsi Nyaleg di Pileg 2024: Punya Hak Dipilih dan Memilih
Baca juga: Anggota Brimob Polda Sumut Kaget AKP Hafis Gelapkan Uang Koperasi Hingga Miliaran: Setelah Diperiksa
Ujang menilai bahwa tidak diajaknya Ketua Umum PKB Cak Imin terkait pergantian nama itu karena hubungan dengan Prabowo sedang tidak bagus.
"Bisa jadi karena memang saya melihat hubungan antara Prabowo dan Cak Imin sedang tidak bagus atau tidak baik-baik saja," kaya Ujang.
Ujang melanjutkan dan sebagai partai yang sudah diawal bersama dengan Gerindra.
"Tentu bisa saja Cak Imin merasa kecewa, gusar dalam konteks itu. Tapi apa boleh buat politik selalu menghadirkan dinamikanya sendiri yang begitu cepat, kencang, bisa berubah-ubah setiap saat," lanjutnya.
Kemudian dikatakan Ujang pasca masuknya Golkar dan PAN.
Cak Imin kelihatannya perannya di koalisi Prabowo Gerindra mulai memiliki saingan.
"Yang dulu ketika PAN dan Golkar belum masuk. Cak Imin menjadi sangat tinggi daya tawarannya di mata Prabowo. Karena begitu Cak Imin loncat ketika tidak dijadikan cawapres, pasti Pak Prabowo tidak bisa jadi capres karena kurang dari 20 persen (Presidential Threshold)," kata Ujang.
"Tetapi pasca masuknya PAN dan Golkar, Prabowo sudah lebih dari 20 persen kalau dihitung 4 parpol koalisi," tutupnya.
Baca juga: Wacana Duet Sandiaga-AHY, PPP Sebut Solid Dukung Ganjar Pranowo