SMP Pertiwi Broni Kota Jambi merupakan tempat pertama kali ia mengajar.
Pemikirannya saat itu, teman-temannya mungkin sudah enak kuliah tanpa memikirkan kondisi ekonomi.
Sedangkan dirinya harus mengajar untuk memenuhi kebutuhan.
Baca juga: AHY Tak Ingin Berandai-andai Jadi Cawapres Anies Baswean, Tetap Optimis: Insya Allah
Walaupun dari orang tua tetap memberikanb, seorang Risnita muda lebih senang mencari penghasilan sendiri.
"Uang honor tersebut yang saya terima paling Rp75 ribu tahun 87. Tapi bahagianya bisa traktir orang makan sate," ungkapnya.
Perjalanan hidupnya tidak menjadi orang yang berharap kepada orang lain ia terapkan juga ketika mengejar mahasiswa di kampus UIN STS Jambi.
Bagi dia dalam hidup manusia tidak boleh bersifat selalu menerima saja.
Misalnya mahasiswa tidak boleh selalu menerima materi dari dosen secara utuh sebagai pemikiran mereka.
Mahasiswa harus sesekali mengkritik apa yang disampaikan oleh dosennya.
Proses mengkritik itulah yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki semangat atau motivasi hidup dan ingin tahu.
Dari rasa ingin tahu itulah membuat sebagian orang yang ingin berkarya dalam karirnya bisa sukses.
Perjalanan hidup Prof Risnita ternyata membuahkan hasil, ketika berkeluarga, dan memiliki anak seolah mendapat karunia tiada tara.
Kedua anaknya tumbuh dengan kemampuan di atas rata-rata. Buah hatinya lulus sekolah lebih cepat dibandingkan anak-anak pada umumnya.
Walau menjadi seorang guru besar di perguruan tinggi negeri dia selalu menanamkan pada anak-anaknya bahwa kesuksesan hanya bisa diraih oleh diri sendiri.
"Walaupun saya jadi profesor itu kan saya sebagai ibunya yang sukses. Bukan kamu yang sukses. Kalau kamu ikutan sukses karena saya ya nggak masalah. Tapi sekarang kamu belum sukses, kamu harus cari sukses kamu sendiri," ungkap dirinya.