Mohammad Yamin Pelopor Sumpah Pemuda, Kwee Thiam Hong: Dia Disebut Gajah Mada

Editor: Sulistiono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mohammad Yamin

Kwee Thiam Hong memang berasal dari Palembang. Pada saat para pemuda berkumpul, hampir semua daerah dan suku datangkan perwakilan. Dari Sabang sampai Merauke.

Kwee Thiam Hong sempat menceritakan pengalamannya terlibat sejarah penting itu dalam liputan Majalah HAI edisi Oktober 1985, Cerita Pelaku Soempah Pemoeda; "Susah menyebut Indonesia, apalagi merdeka".

Kwee Thiam Hong muda mengikuti semua rangkaian pergerakan pemuda secara sadar. Terlibatnya dalam pergerakan itu terinspirasi oleh pidato-pidato H.O.S. Cokroaminoto dan Ir. Soekarno. Kwee Thiam Hong sangat intens berdiskusi terkait semangat nasionalisme bersama kawan-kawannya.

Di Jong Sumatranen Bond, Kwee Thiam Hong menjabat ressort komisaris. "Saya juga aktif dalam kepanduan Jong Sumatranen Bond itu sebagai Patrouille leider. Setingkat komandan peleton dalam ketentaraan sekarang. Sekaligus penabuh genderang."

Meski Kwee Thiam Hong sekolah di Jakarta, dia tak masuk Pemuda Kaum Betawi atau Jong Java. Dia lebih tertarik bergabung dengan Jong Sumatranen Bond. Pilihannya itu karena dirinya lahir di Palembang. Masa kecilnya di Palembang.

Masa kecilnya ia habiskan waktu bermain dan mandi di sungai bersama anak-anak sekampung. Mereka mandi di Sungai Sekanak, anak Sungai Musi. "Jadi saya  lebih memilih masuk Jong Sumatranen Bond," katanya.

Kwee Thiam Hong masih sangat ingat situasi ketika Kongres Pemuda II. Dalam sebuah wawancara, Kwee Thiam Hong menjawab dengan bersemangat.

"Masih! Itu ketuanya, Suwondo Joyo ...," Pak Budiman memejamkan mata sambil mengerutkan dahi.

"Sugondo Joyopuspito!"

"Hah, betul itu! Sugondo Joyopuspito. Dia dari Sekolah Tinggi Hakim. Dan dia itu teman saya. Saya ada potretnya. Sudah berusia lebih dari 50 tahun. Saya simpan baik-baik. Kalau hilang, cari di mana juga nggak ada. Permisi, ya, saya ambilkan," Kwee Thiam Hong berlalu.

Beberapa sesaat kemudian ia kembali dengan sebuah album kertas yang sudah tua. Di tangan yang lain tergenggam sebuah amplop yang sudah robek.

"Nah, ini, Sugondo! Di sini saya tidak kelihatan. Ada di belakang," kata Kwee Thiam Hong sambil menunjuk ke album.

Kwee Thiam Hong lalu membalik lembaran album itu

“Ini Sutan Syahrir. Nah, ini Sutan Takdir Alisyahbana. Ia masih hidup dan setahun lebih tua dari saya."

"Lalu bagaimana situasi Sumpah Pemuda itu?"

Halaman
1234

Berita Terkini