VIDEO Inilah 5 UU Cipta Kerja Kontroversial yang membuat netizen Ingin Pindah Kewarganegaraan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNJAMBI.COM - Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR mendapat sorotan masyarakat.

UU bagian dari Omnibus Law itu dinilai banyak merugikan rakyat, khususnya kaum buruh.

Cipta Kerja ini pun menjadi UU kontroversial kelima yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepanjang masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Apa saja 5 UU kontroversial yang disahkan era Presiden Jokowi?

1. UU Cipta Kerja

68 Persen Siswa SMA/SMK Jambi Telah Menerima Bantuan Kuota Internet Gratis, Sisanya Masih Validasi

DPR dan Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Cipta Kerja pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja ini diketok di tengah banyaknya kritikan dan sorotan berbagai pihak.

Dari sembilan fraksi di DPR RI, sebanyak tujuh di antaranya menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja.

Sementara hanya dua fraksi yang menolak pengesahan itu, yaitu fraksi PKS dan Partai Demokrat.

Sejak pembahasan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah menuai sejumlah kontroversi. Salah satu klaster pembahasan yang cukup banyak mendapat penolakan yaitu terkait klaster ketenagakerjaan.

Di antara deretan poin kontrovesi adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Ini dinilai membuat upah pekerja menjadi lebih rendah.

Selain itu, poin-poin lainnya yang mendapat banyak sorotan adalah para pekerja kini berpotensi menjadi pekerja kontrak seumur hidup dan rentan PHK, serta jam istrihat yang lebih sedikit.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat, setidaknya ada tujuh isu penting yang menjadi dasar penolakan rencana pengesahan tersebut.

Mulai dari rencana penghapusan Upah Minimum Sektoral (UMSK), pengurangan nilai pesangon, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang bisa terus diperpanjang, serta outsourcing seumur hidup tanpa batasan jenis pekerjaan.

Kemudian, rencana jam kerja yang dinilai terlalu eksploitatif, hak cuti dan hak upah atas cuti, serta tidak adanya jaminan pensiun dan kesehatan bagi karyawan kontrak dan outsourcing.

Halaman
1234

Berita Terkini