Puluhan tahun lalu, Soekarno mempunya banyak orang penting, satu di antaranya pria bernama Mr Soemarno. Dia merupakan satu di antara andalan Presiden RI yang pertama dalam mengelola keuangan dan perekonomian.
TRIBUNJAMBI.COM - Banyak orang tidak mengetahui cemerlangnya jejak karier Rini Soemarno.
Jauh sebelum menjadi menteri di era Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo, karier Rini Soemarno sudah cemerlan.
Ini seperti ayahnya, yang merupakan 'orang penting' era Soekarno.
Sosok perempuan ini bukan orang 'orang biasa', begitu juga keluarganya.
• Begini, Fat. Sebenarnya aku sudah jatuh cinta padamu Soekarno Bertemu Fatmawati di Bengkulu
• Alex Kawilarang Tampar Soeharto Gegara Telepon Soekarno, Begini Nasibnya Saat Pak Harto Jadi RI 1
• Benang merah Maia Estianty dan Soekarno, Ini Sejarah Masa Lalu 2 Keluarga Terpandang di Indonesia
Ayah dari Rini Soemarno merupakan orang dekat Presiden RI I.
Banyak orang tidak mengetahui cemerlangnya jejak karier Menteri BUMN sedari muda.
Siapa sebenarnya ayah dari Rini Soemarno?
Malam-malam, Kades Ini Kewalahan Lihat Istri Kedua dan Ketiga Lakukan Hal Tak Wajar di Depan Umum
Janda 40 Tahun Asal Jakarta Rela ke Jambi untuk Temui Brondong 17 Tahun, Kuat 4 Hari di Kamar Terus
Rini Mariani Soemarno yang dikenal Rini Soemarno, lahir di Maryland, Amerika Serikat, 9 Juni 1958.
Peempuan ini merupakan Menteri Badan Usaha Milik Negara dalam Kabinet Kerja periode 2014-2019.
Sarjana Ekonomi lulusan 1981 dari Wellesley College, Massachusetts, Amerika Serikat, ini termasuk salah seorang menteri yang diangkat dari kalangan profesional.
Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Gotong Royong tahun 2001 hingga 2004.
Ayah Rini Soemarno bernama Soemarno, satu di antara tokoh di era Soekarno.
Melansir Wikipedia, Mr Soemarno atau Sumarno merupakan Menteri Koordinator Kompartemen Keuangan Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin.
Dia juga pernah menjadi Gubernur Bank Indonesia periode 1960-1963.
Sebelumnya, Soemarno pernah menjabat sebagai Eksekutif Direktur Bank Internasional untuk Rekontruksi dan Pembangunan atau International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) di Washington pada 1 November 1958-Oktober 1960.
Saat itu, Sumarno dianggap memenuhi syarat menjadi Gubernur Bank Indonesia pada 26 Oktober 1960 untuk menggantikan Sutikno Slamet.
Padat 25 Agustus 1961, dalam menghadapi pelaksanaan pembangunan nasional semesta berencana tahap pertama periode 1961-1969, Bank Indonesia dipersiapkan sebagai pusat seluruh alat pemeliharaan Keuangan Negara.
• Paspampres Mendadak Kicep, Mobil Soekarno Mogok Mendadak dan Sang Sopir Datang: Pak Akinya Tak Ada
Hal ini menjadikan Gubernur Bank Indonesia, Sumarno ditetapkan sebagai Pembantu Presiden dengan kedudukan sebagai Menteri/ Deputi Menteri Keuangan.
Selain itu pada 17 Oktober 1961 Sumarno menjabat juga sebagai Menteri Perdagangan sementara, menggantikan tugas Arifin Harahap yang berada di luar negeri.
Pada masa Kabinet Kerja III, tepatnya 6 Maret 1962, Sumarno diangkat menjadi Menteri Urusan Bank Sentral Indonesia.
Bank Senteral ini di bawah pengawasan Wakil Menteri Pertama Urusan Keuangan dan Menteri Urusan Anggaran Negara yaitu Notohamiprodjo.
Namun pada 5 Mei 1962, Sumarno dan Arifin Harahap mendapatkan amanah untuk menjalankan tugas Notohamiprodjo yang sakit.
Sumarno diangkat sebagai Wakil Menteri Pertama Urusan Keuangan Sementara sedangkan Arifin Harahap diangkat menjadi Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan, Dan Pengawasan (P3) sementara.
Pada masa pembentukan Kabinet Kerja IV 23 November 1963, Sumarno diberhentikan dari Gubernur Bank Indonesia dan digantikan oleh Jusuf Muda Dalam.
Sumarno dipercaya menjadi Menteri Koordinator Kompartimen Keuangan.
Pada masa kabinet ini, Sumarno menjadi Menteri Koordinator Kompartimen Keuangan membawahi Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan, dan Pengawasan (PPP), Menteri Urusan Negara, Menteri Urusan Bank Sentral, dan Menteri Urusan Bank dan Modal Swasta.
Pada masa ini pula Sumarno dianggap sebagai Menteri Koordinator Perekonomian yang pertama.
Setelah Kabinet Kerja IV berakhir, pada Kabinet Dwikora I, ia tetap menjabat sebagai Menteri Koordinator Kompartimen Keuangan yang membawahi Menteri Urusan Bank Sentral, Menteri Urusan Anggaran Negara, Menteri Iuran Negara, dan Menteri Urusan Perasuransian. Sumarno sempat bertukar posisi dengan Menteri Urusan Perencanaan Pembangunan Nasional (Uppenas) pada perombakan Kabinet pada 21 Februari 1966.
Kemudian pada 22 Februari 1966 saat terbentuknya Kabinet Dwikora II atau sering disebut Kabinet 100 Menteri, Presiden Soekarno masih mempercayakan Soeharto Sastrosoeyoso sebagai Menteri Koordinator Kompartimen Keuangan dan Soemarno sebagai Menteri Uppenas.
Pada Kabinet Dwikora II terjadi penambahan Gubernur Bank selain Bank Indonesia, JD Massie diangkat menjadi Gubernur Bank Negara Indonesia (BNI).
Pada 27 Maret 1966 Kabinet disempurnakan lagi (Dwikora III) oleh Presiden Soekarno, pada masa ini Kabinet lebih banyak diserahkan pada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) atau Presidium/ kabinet inti. Presiden Soekarno menunjuk 6 orang Waperdam.
Keenam Waperdam dan diketuai oleh Dr. Johammes Leimaena yang susunannya terdiri dari Waperdam bidang Umum yang dikepalai oleh Leimaena sendiri, Waperdam a.i bidang Hubungan Lembaga-Lembaga Negara Tertinggi, Waperdam bidang Lembaga-lembaga politik, Waperdam bidang Ekonomi – Keuangan dan Pembangunan, Waperdam a.i bidang Pertahanan dan Keamanan, dan Waperdam bidang Sosial Politik.
Pada masa ini Waperdam bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan di kepalai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX yang bertugas mengatur Kementerian-Kementerian yang masing-masing Kementerian membawahi Departemen yang dikepalai oleh Deputi Menteri.
Pada Departemen Keuangan sendiri dikepalai oleh Menteri Sumarno SH yang merangkap sebagai Deputi Menteri. Departemen Urusan Bank Sentral dikepalai oleh Deputi Menteri Radius Prawiro, Departemen Urusan Anggaran dikepalai oleh Deputi Menteri H. Pandelaki, Departemen Urusan Perasuransian dikepalai oleh Deputi Menteri Sutjipto S. Amidharmo, Departemen Urusan Penertiban Bank dan Modal Swasta dikepalai oleh Deputi Menteri Brigdjen Suhardi.
Setelah Kabinet Dwikora III berakhir, Kabinet Ampera I hanya dipimpin oleh Presidium sampai Soeharto dilantik menjadi Pejabat Presiden Republik Indonesia pada tanggal 12 Maret 1967 sedangkan Menteri Keuangan yang sebelumnya dipegang oleh Sumarno digantikan oleh Frans Seda.
Jejak Rini Soemarno
Rini Soemarno lahir di luar negeri, di Maryland Amerika Serikat, pada 9 Juni 1958.
Saat kecil, Rini Soemarno pernah berpindah dari Amerika Serikat, Jakarta dan Belanda karena tugas ayahnya.
Rini mendalami studi ekonomi di Wellesley College, Masschusetts, Amerika Serikat pada 1981.
Setelah lulus, Rini sempat magang di Departemen Keuangan Amerika Serikat.
• Soekarno Pernah Selamat dari Aksi Penembakan saat Sedang Sholat, Padahal Hanya Berjarak 7 Meter
Setelah itu dia memutuskan kembali ke Indonesia, bekerja di Citibank Jakarta. Kariernya terus melesat hingga menggapai kursi Vice President yang menangani Divisi Coorporate Banking, Marketing and Trainning.
Sukses di Citibank tak membuat Rini lantas berpangku tangan malah menginginkan tantangan yang lebih besar.
Pada 1989 ia kemudian memilih pindah ke PT Astra Internasional untuk dapat terus mengembangkan diri.
Pada 1990 kariernya di Astra Internasional berbintang terang. Tahun itu ia dipercaya William Soeryadjaya, komisaris perusahaan itu, menduduki kursi Direktur Keuangan Astra Internasional sampai 1998.
Ditarik jadi menteri
Awal 1998, Rini ditarik ke jajaran birokrasi. Ia dipilih Menteri Keuangan saat itu, Fuad Bawazier, untuk membantunya menjadi asisten bidang Hubungan ekonomi Keuangan Internasional.
Pada tahun yang sama, tepatnya bulan April, pemerintah juga mengangkatnya menjadi Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dua jabatan itu hanya dijalani Rini dalam hitungan bulan.
Ada banyak faktor eksternal yang membuat dirinya tidak bisa berkarya secara maksimal di sana. Rini mengundurkan diri dari dua jabatan tadi dan kembali ke Astra Internasional.
Rini kembali ke Astra saat perusahaan itu mengalami badai krisis ekonomi hampir membuat karam. Kerugian induk perusahaan otomotif terbesar di Indonesia itu pada semester pertama 1998 mencapai Rp 7,36 trilliun.
Ketika itu, jika berkaca pada laporan Presiden Direktur Astra dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSBL) 8 Februari 1998, boleh dibilang perusahaan itu sudah bangkrut. Sahamnya sendiri di Bursa Efek Jakarta hanya bernilai Rp 225,- per lembar saham pada September 1998. Bandingkan dengan saat go public menjelang akhir 80-an yang mencapai belasan ribu rupiah.
Beberapa langkah segera Rini ambil, seperti program efisiensi usaha melalui pemotongan gaji jajaran eksekutif, penutupan jaringan distribusi yang kurang strategis, serta pengurangan 20 persen karyawan dari 100 ribu karyawan Astra saat itu.
Selain itu, Rini juga mengajak karyawan menjadi bagian dari pemegang saham Astra sehingga kepentingan pemegang saham, perusahaan dan karyawan bisa selaras. Langkah lainnya adalah merestrukturisasi utang Astra Internasional yang mencapai US$ 1 milliar dan Rp 1 trilliun. Akibat langkah-langkah itu, keuntungan Astra untuk seluruh tahun 1999 mencapai Rp 800 milliar dari kerugian mencapai Rp 1,976 trilliun tahun 1998.
Namun, kerja keras dan prestasi Rini itu berbenturan dengan pemegang kebijakan. Kapal yang dinahkodainya dinilai Cacuk Sudaryanto, kepala BPPN yang baru, sebagai tidak kooperatif. Ini berkait dengan rencana BPPN melepas saham Astra yang dipegang pemerintah. Rini dinilai tidak memuluskan pelepasan saham itu karena tidak suka pada investor yang dipilih BPPN.
Rini sempat berang dengan tudingan itu dan mengirim surat kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Isinya membantah apa yang diungkapkan Cacuk. Buntutnya terjadi silang pendapat soal rencana penjualan saham Astra dan penggantian dirinya.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa 8 Februari 2000, dua tahun setelah ia dipilih dalam ajang yang sama, Rini harus merelakan kursi Presiden Direktur Astra Internasional kepada Theodore Permadi Rachmat. Mantan atasannya ketika ia masih menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan itu.
Lepas dari Astra tak berarti Rini habis. Rini masuk ke perusahaan multimedia Agrakom yang dikenal sebagai pemilik situs Detikcom sebagai komisaris.
Rini Soemarno merupakan menteri yang bukan berasal dari partai, tetapi kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri, membuat dia sering dikaitkan dengan partai berlambang kepala banteng itu.
Mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo pun membantah bahwa Rini adalah anggota atau kader partai. Menurut Tjahjo, Rini sudah dekat jauh sebelum menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian era Megawati Soekarnoputri.
Rini pun membenarkan perihal kedekatannya dengan Megawati. Rini menceritakan sejarah kedekatan ayahnya dengan Presiden Soekarno, ayah Megawati.
Dia mengatakan kakak tertuanya seumuran dan bersahabat dengan Guntur Soekarnoputera (kakak Megawati). Kakak perempuannya satu sekolah dengan Sukmawati Soekarnoputri (adik Megawati). Namun secara pribadi, Rini mengaku tak banyak berinteraksi dengan mereka karena umur jauh berbeda. Setelah menjadi menteri, Rini baru intens berinteraksi dengan Megawati. Rini membantah kedekatannya dengan Megawati membuat dia terpilih menjadi Kepala Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-JK.
Itulah sosok Rini Soemarno, menteri perempuan yang kariernya cemerlang.
Bila Batu-batu Candi Borobudur Diangkat, Benda Ini akan Ditemukan di Dalamnya, Misteri Terungkap
Janda 40 Tahun Asal Jakarta Rela ke Jambi untuk Temui Brondong 17 Tahun, Kuat 4 Hari di Kamar Terus
Kala Istri Cantik Soekarno Diberi Tiga Pilihan yang Mengejutkan oleh Soeharto Saat Tragedi G30 S PKI