"Lebih jauh lagi, untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih," ujar Wiranto.
Awalnya, Wiranto memuji demonstrasi mahasiswa yang dilakukan dengan tertib.
Aksi mahasiswa terjadi di sejumlah kota pada Senin (23/9/2019) hingga Rabu.
Aksi itu dilakukan untuk memprotes sejumlah rancangan undang-undang, seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan. Mahasiswa juga menolak Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi yang disahkan pada 17 September 2019.
"Kami apresiasi demonstrasi bernuansa untuk mengoreksi kebijakan, mengoreksi RUU yang ditetapkan DPR bersama pemerintah, apa yang diusulkan telah dijawab pemerintah dan DPR," ucap Wiranto.
Dari delapan RUU yang akan disahkan, DPR hanya mengesahkan tiga RUU.
Wiranto mengklaim pemerintah dan DPR sudah memenuhi aspirasi mahasiswa.
"Keinginan, aspirasi mahasiswa betul-betul sudah ditangkap, dipahami oleh Presiden dan DPR," tutur mantan Panglima ABRI di era Presiden Soeharto ini.
Namun, menurut Wiranto, setelah aspirasi itu dipenuhi masih ada demonstrasi besar yang disertai kekerasan aparat kepolisian dan kerusuhan.
Wiranto menilai bahwa kerusuhan itu terjadi karena aksi mahasiswa telah diambil alih oleh para perusuh.
Taktik Jokowi Agar Tak Dilengserkan Mahasiswa, Ini Anak Buah Prabowo yang Mau Gagalkan Pelantikan
Berbeda Sekali dengan Soeharto, Begini Kondisi Jenazah 7 Jenderal Korban PKI Menurut Tim Forensik
Daftar Nama 14 Artis yang Dilantik Jadi Anggota DPR RI 2019-2024, Cek Nama dan Dapil
"Kami sangat menyesalkan demonstrasi yang konstruktif, untuk mengoreksi, dan elegan itu diambil alih oleh demonstrasi yang tidak lagi mengarah apa yang sudah dijawab oleh pemerintah dan DPR," kata Wiranto.
Adapun, sejumlah tuntutan diajukan mahasiswa dalam sejumlah aksi di berbagai kota.
Namun, hingga saat ini masih ada sejumlah tuntutan yang dipenuhi, seperti pembatalan UU KPK hasil revisi, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Refly Harun
Persetujuan pemerintah terkait disahkannya revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dikritik oleh Pakar hukum tata negara Refly Harun