Sebagian masyarakat jawa pada masa lalu lebih sakral lagi dalam menanggapi datangnya pergantian tahun Hijriyah.
Banyak diantara mereka yang meyakini, bahwa di malam satu suro, arwah leluhur yang telah meninggal dunia akan kembali dan mendatangi keluarganya di rumah.
Bukan hanya itu saja, bahkan beberapa orang menambahkan peristiwa lebih seram lagi dimana mereka meyakini jika pada malam satu suro arwah dari orang-orang yang menjadi tumbal pesugihan akan dilepaskan dan diberi kebebasan pada malam tersebut sebagai hadiah pengabdiannya selama setahun penuh.
2. Dilarang Keluar Rumah
Di malam suro, kebanyakan orang dilarang rumah.
Hal ini berkaitan dengan artikel no 1.
Orang mengajarkan anak-anaknya agar tidak keluar rumah agar mereka tidak bernasib sial, lebih baik mendoakan leluhur atau kepada Tuhan YME demi kebaikan sendiri.
Khusus di Solo, kebanyak orang malah banyak yang keluar rumah.
Warga Soloraya (Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar) lebih ingin menyaksikan kirab budaya, salah satunya Kebo Bule diarak keluar dari keraton Surakarta.
3. Saat Kirab di Keraton Harus jalan kaki dari rumahnya
Dijaman sekarang berbeda pada jaman dahulu.
Dahulu memang belum ada kendaraan, maka tak heran harus menempuh perjalan menuju kirab budaya yang diadakan dari keraton harus jalan kaki.
Setelah jaman yang serba mudah ini untuk transportasi, orang jaman sekarang, khususnya warga Soloraya masih ada yang jalan kaki.
Mereka percaya, bahwa dengan jalan kaki akan membawa keberkahan sendiri dalam menikmati malam suro.
4. Tidak Boleh Melakukan Kegiatan di Malam Suro