Menikahi 11 Pria, Wanita Ini Dirajam Hingga Tewas: Hakim Memvonisnya Bersalah

Editor: ridwan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi--Empat pria yang dituduh berzinah dilaporkan telah dirajam hingga tewas oleh ISIS

Ini bukan masalah baru. Imam Syaibani, misalnya, sempat bertanya kepada Abdullah bin Abi Aufa, seorang sahabat Nabi; "Apakah rajam pada masa Rasulullah sebelum atau sesudah turun Surat an-Nur itu?" Abi Aufa menjawab: "Tidak tahu." Karena itu, Khawarij dan sebagian Muktazilah menolak hukuman rajam ini.

Di Indonesia, Hasbi Ash Shiddieqy dan Hazairin juga menolak hukuman dengan pelemparan batu ini, karena melebihi sanksi yang ada dalam Alquran.

Mereka cenderung yakin bahwa rajam sudah digantikan oleh cambuk dalam Alquran. Tetapi, yang jelas, Nabi pernah mempraktikkan rajam.

Masalahnya, apakah praktik itu harus diikuti apa adanya atau tidak? Tulisan ini tidak hendak mempertanyakan otoritas atau keshahihan hadis-hadis rajam tersebut; sebagian besar hadis praktik rajam dapat dibuktikan shahih.

Artinya, rajam benar-benar pernah dipraktikkan Nabi dan sahabatnya. Tulisan ini akan memaparkan bagaimana fakta praktik itu dan tawaran cara memaknainya.

Praktik rajam
Dalam buku-buku hadis ditemukan ada enam kasus praktik rajam pada masa Nabi Muhammad, lalu masing-masing satu kasus pada masa Umar, Usman, dan Ali. Kasus pertama menimpa pelaku zina beragama Yahudi.

Orang Yahudi yang meminta Nabi menyelesaikan kasus ini, lalu Nabi memerintahkan merajam pasangan mesum itu berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Taurat --kitab suci mereka sendiri.

Kasus kedua dialami oleh Maiz bin Malik yang mengaku telah berzina dengan Fatimah, seorang budak Hazzal. Ia mengakui perbuatannya kepada Abu Bakar, lalu Umar, tetapi keduanya menganjurkan agar menutupi aib itu dan memintanya untuk bertobat.

Tetapi karena tidak puas dengan solusi itu, atas anjuran Hazzal, Maiz lalu mengaku di hadapan Nabi yang waktu itu sedang bersama sahabat-sahabatnya di dalam masjid. Intinya, ia minta disucikan.

Namun, Nabi memalingkan wajahnya dari Maiz sampai 3-4 kali dan menyuruhnya pulang untuk bertobat.

Tetapi karena Maiz terus memaksa, lalu terjadilah dialog antara Maiz dan Nabi yang disaksikan para sahaba.

Dialognya sangat rinci. Nabi meneliti kesadaran Maiz; sedang mabuk atau tidak. Nabi juga menanyakan kalau-kalau Maiz cuma mencium, meraba, menyentuh, atau melihat pasangannya. Bahkan, Nabi sampai menanyakan:

"Apakah sampai `milikmu' terbenam ke dalam `miliknya', seperti tali timba masuk ke dalam sumur?" Semua pertanyaan Nabi dijawabnya dengan: "Ya." Nabi pun kemudian memerintahkan untuk merajam Maiz.

Saat dieksekusi, Maiz lari, tetapi dapat ditangkap lalu rajam sampai ia meninggal. Menanggapi kejadian itu, Nabi berkata: "Mengapa kalian tidak melepaskannya saja? Barangkali ia akan bertobat dan Allah pun akan mengampuninya." Jenazah Maiz memang tidak dishalatkan.

Tetapi, tiga hari pasca eksekusi itu, Nabi bersabda: "Maiz telah bertobat yang jika tobatnya itu dibagikan kepada umat ini, itu sudah cukup buat mereka." Nabi juga mengatakan hal yang sama pada kasus wanita Ghamidiah dan Juhainah. Bahkan Nabi menshalatkan jenazah keduanya.

Halaman
123

Berita Terkini