Inisiatif Soeharto kerap tak sejalan dengan pemikiran Soekarno. Meski begitu, Mayjen Soeharto bisa bertahan di jajaran jenderal. Dia memiliki rahasia ...
TRIBUNJAMBI.COM - Antara Soekarno dan Soekarno kerap tak satu pemikiran.
Meski kerap tak satu pemikiran, ada hal membuat Soeharto bisa bertahan di jajaran jenderal, dan Soekarno mempertahankannya.
Banyak yang menyebut sewaktu Soekarno menjabat sebagai Presiden RI, Soeharto kerap melanggar dan tidak mematuhi aturan, di antaranya saat momen G30S/PKI atau Gestapu.
Tragedi yang menewaskan enam jenderal dan seorang perwira itu masih dikenang hingga kini.
Namun, Gestapu kemudian berhasil ditumpas Pangkostrad Mayjen Soeharto.
Di masa pemerintahan Soeharto, pada era Orde Baru, tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Mengutip artikel intisari berjudul "Soeharto Jenderal yang Suka 'Di Luar Komando' Tapi Sangat Dipercaya Soekarno", rupanya tindakan yang dilakukan Soeharto untuk membersihkan Gestapu adalah inisiatif yang melanggar disiplin hierarki militer.
Baca Juga:
Relief Misterius di Hotel Borobudur Jakarta, Ternyata Dulunya Markas Tentara Belanda
Berkat Tommy, Soeharto Lolos dari Tragedi Berdarah Gerakan 30 September yang Bunuh 8 Jenderal TNI
8 Jenderal Mau Dijemput, Brigjen Soekendro Lolos Penculikan: Ternyata Dia Bukan Perwira Biasa
Ayah dan Anak Masuk Prajurit Kopassus, Akhirnya Semua Jadi Jenderal TNI, Ini Aksinya
Soeharto melakukan operasi itu tanpa izin dan perintah dari Bung Karno selaku Panglima Tertinggi (Pangti) ABRI.
Tapi di sisi lain, inisiatif Soeharto dianggap sebagai langkah tepat karena disebut sukses menghindarkan negara dari komunisme meskipun dalam penanganan terhadap orang-orang yang dituduh terlibat PKI menjadi tidak terkendali.
Penanganan anggota PKI seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum, tanpa melibatkan ormas-ormas sipil.
Bagaimanapun juga, mereka sebenarnya tidak memiliki wewenang untuk “mengadili” warga yang diduga terlibat Gestapu.
Konfrontasi nyaris diserang Inggris
Inisiatif Soeharto untuk bertindak tegas dengan cara “mengabaikan” Bung Karno ternyata tidak hanya dilakukan saat G30S meletus tapi juga ketika menangani konflik Indonesia-Malaysia dalam Operasi Dwikora.
Pada pertengahan 1964 konfrontasi Indonesia-Malaysia makin memuncak, apalagi setelah pasukan TNI AU menerjukan sekitar 100 pasukan ke wilayah Labis dan Johor.
Kiriman pasukan elite itu nyaris menyulut aksi balasan besar-besaran yang akan dilancarkan oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut Inggris ke wilayah Indonesia, khususnya Jakarta.
Jika pesawat-pesawat tempur RAF yang berpangkalan di Singapura sampai menyerang Jakarta, konflik Indonesia-Malaysia pasti berubah menjadi kondisi yang sangat merugikan Indonesia.
Demi mengatasi hal terburuk itu, Mayor Benny Meordani yang sedang bertempur di Kalimantan Utara pun dipanggil pulang ke Jakarta pada Agustus 1964.
Baru Datang Beberapa Personel, Denjaka sudah Habisi Perompak Somalia, Kayak Film Captain Phillips
Daftar 8 Jenderal Polisi yang Naik Pangkat dan Puluhan Jenderal TNI yang Mutasi
Nuryani Jatuh ke Septic Tank, Tiga Orang Menolong, Tapi Semuanya Malah Tewas di Dalamnya
Untuk pulang ke Jakarta dari pedalaman Kalimantan bukan hal yang mudah bagi Benny.
Ia harus berjalan kaki selama empat hari ke kawasan Long Sembiling, lalu melewati belasan jeram sebelum mencapai sungai besar yang menjadi sarana transportasi utama di Kalimantan.
Setelah menyusuri sungai tersebut, Benny pun tiba di Tarakan dan langsung terbang ke Jakarta.
Menyadari bahwa jika pasukan Inggris sampai mengerahkan seluruh kekuatannya akan berakibat fatal, pemerintah Indonesia pun segera melalukan penyempurnaan terhadap organisasi pertahanannya.
Komando Siaga (KOGA) yang menurut Bung Karno dianggap tidak berjalan efektif, diubah menjadi Komando Mandala Siaga (KOLAGA).
Dalam struktur komando ini Marsekal Omar Dhani tetap menjabat sebagai panglima, namun kekuasaannya mulai berkurang karena wilayah komandonya dibatasi hanya di mandala Sumatera dan Kalimantan.
Kewenangan Komando Omar Dhani semakin surut, setelah pada 1 Januari 1965 Bung Karno menunjuk Mayjen Soeharto sebagai Wakil Panglima I Kolaga.
Bung Karno menunjuk Soeharto karena merupakan panglima perang yang sedang sangat dipercayainya.
Wibawa Omar Dhani pun makin merosot akibat kehadiran Soeharto yang sukses menggelar Operasi Trikora (1960-1963) dalam upaya merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
Sebagai Wakil Panglima I Kolaga dan sekaligus Panglima Kostrad, Soeharto segera melaksanakan perjalanan di seluruh wilayah Kalimantan Utara dan Sumatera Utara.
Dari semua wilayah yang dikunjungi, sesuai perintah Dwikora akan dilaksanakan serangan besar-besaran terhadap Malaysia.
Tapo Soeharto ternyata punya pertimbangan tersendiri terhadap perkembangan situasi yang kritis dari konflik Indonesia-Malaysia itu.
Pertimbangan Soeharto terhadap konflik yang makin memanas itu menjadi semakin realistis karena militer Indonesia sebenarnya tidak siap berperang melawan Malaysia yang didukung Inggris.
Apalagi sejak munculnya Gestapu yang mengakibatkan korban sejumlah jenderal AD, salah satunya adalah Jenderal Achmad Yani, komandan Soeharto sendiri.
Di sisi lain para jenderal yang terbunuh sedang dibutuhkan kemampuan komandonya dalam peperangan melawan Malaysia.
Tapi di sisi yang lain, Soeharto menjadi satu-satunya jenderal TNI AD yang diandalkan untuk melancarkan Operasi Dwikora.
Gestapu, yang kemudian berhasil ditumpas hingga ke akar-akarnya olehnya, juga semakin membuat naik daun.
Beberapa minggu kemudian, Omar Dhani yang dianggap salah satu orang yang berada di balik Gestapu diberhentikan dan komando Panglima Kolaga langsung diberikan kepada Soeharto.
Tak lama kemudian disusul munculnya Supersemar 11 Maret 1966 yang berisi surat perintah penyrahan kekuasaan kepada Soeharto dari Bung Karno sebagai presiden RI.
Dengan modal itu, Soeharto pun punya kebijakan sendiri untuk mengatasi konfrontasi dengan Negarai Jiran itu.
Secara diam-diam, Soeharto membuka operasi rahasia yang bersifat khusus. Untuk melancarkan operasitersebut, ia mempercayakan Benny Moerdani.
Tujuan operasi itu ada dua. Pertama, melakukan usaha penggalangan dengan para tokoh masyarakat dan partai-partai politik Malaysia yang tidak mendukung pembentukan negara Federasi Malaysia.
Kedua, mengkaji secara mendalam kebenaran persepsi dan sikap formal pemerintah Indonesia yang beranggapan Indonesia memang telah dikepung oleh Nekolim Malaysia.
Sementara sasaran inti operasi ini adalah menggarap seluruh potensi agara bisa diarahkan melalui pemecahan secara damai.
Potensi itu bisa berupa kelompok warga baik yang antifederasi maupun propemerintah Indonesia, serta mereka yang kemungkinan menyetujui adanya gagasan untuk mengakhiri konfrontasi secara damain.
Namun jika operasi khusus itu gagal semua kekuatan militer Indonesia sudah dipersiapkan secara maksimal guna melakukan penghancuran fisik terhadap Malaysia.
Operasi intelijen yang dilaksanakan oleh Benny dan timnya ternyata berhasil dan konfrontasi Indonesia-Malaysia pun bisa diselesaikan secara damai.
Keberhasilan operasi rahasia itu sekaligus menunjukkan bahwa inisiatif Soeharto yang dilakukan dengan cara “mengabaikan” Bung Karno—yang disebut lebih suka berperang dengan Malaysia—untuk keduanya berhasil menyelamatkan negara.
Kisah tentang sejarah Indonesia dapat dibaca di Tribunjambi.com.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
Pendaftaran SNMPTN 2019 Bisa Mulai Diakses Senin (4/2) Pukul 08.00, Daftar PTN LIhat Disini
Begini Suasana Makam Soeharto Setelah 11 Tahun, Terungkap Detik-detik Meninggalnya Presiden Kedua
Paspampres Selalu Angkat Tangan Saat Soekarno Marah Besar, Sosok Polisi Ini yang Mampu Menghadapi
Ucapan Imlek 2019, Tahun Baru China 2570 Dalam Bahasa Indonesia, Inggris & Mandarin
Mengapa Rocky Gerung Jomblo dan Tak Menikah Padahal Sudah 60 Tahun? Ini Jawaban Kultwitnya