"HOS Tjokroaminoto melatih Soekarno berorasi ya di sini di bawah pohon beringin yang mengakibatkan luka pada jidatnya. Jadi gaya orasi Soekarno itu atas didikan Pak Tjokro yang juga mertuanya ketika kos di Peneleh Gang II/27 Surabaya," tambah Soeharyono.
Lokasi pohon beringin tempat di mana Soekarno berlatih orasi sekarang menjadi tiang bendera, di mana di setiap kegiatan hari besar nasional selalu diadakan upacara di 'Ndalem Pojok'.
Selain cerita tentang pohon beringin juga ada pohon yang menjadi saksi perjalanan cinta ayah Soekarno , R Soekemi, yakni pohon kantil raksasa.
Pohon yang ditanam sekitar tahun 1850 oleh RMP. Soemohadmodjo itu pernah dimanfaatkan sang ayah untuk memantapkan hatinya meminang sang pujaan hati Ida Nyoman Rai Srimben dari Bali.
"Tanaman mbah buyut saya masih ada sampai sekarang, dan kalau dipikir ini adalah tanaman pohon kantil terbesar yang pernah ada," pungkas R.
Koeshartono cucu keponakan RM Soemosewoyo yang juga ayah angkat Soekarno.
Baca Juga:
Musim Duku Tahun Ini, Harga Duku Anjlok, Petani di Tanjabtim Terpaksa Jual Murah
Vanessa Angel Ungkap Tak Cocok dengan Ayahnya Sejak Remaja, Alasannya Dibongkar
Bawa Pulang Toyota Avanza Hanya 50 Juta, Catat Tanggalnya, 30 Januari 2019
Mengintip Sosok Anisha Dasuki Moderator Debat Capres-Cawapres Tahap 2, Ini Deretan Fotonya
Ahli Dermatologi Ungkap Tak Perlu Keluar Uang Jutaan Untuk Pelembab, Bahannya Sama Saja
Soekarno Dapat Jawaban Ketus Pelayan Istana di Akhir Karirnya
Ini sebuah kisah tragis mantan Presiden Soekarno di masa akhir kepemimpinannya.
Kisah ini dicuplik dari buku berjudul "Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno" terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 dan ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, M.F. Mukti.
Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.
Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.” Soekarno menyahut, “Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."
Dijawab, “Itu pun tidak ada.” Karena lapar, Soekarno meminta, “Nasi dengan kecap saja saya mau.”
Lagi-lagi pelayan menjawab, “Nasinya tidak ada.” Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.